Malam sudah semakin larut, tapi rasanya Dylan masih enggan beranjak dari sisi Laura. Rasanya malam ini ia hanya ingin menghabiskan waktu bersama gadis itu. Rasanya saat ini ia tak ingin berjauhan dari gadis itu. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Dylan merasa benar-benar hidup kembali. Ia tak henti tersenyum. Malam ini semuanya terasa benar. Tangan Laura yang berada di genggamannya. Kepala Laura yang terkulai di atas bahunya. Tidak ada yang lebih membahagiakan selain jujur pada perasaan sendiri. Akhirnya mereka dapat menikmati malam yang selalu diharap-harapkan Dylan akan kedatangannya.
Setelah acara kencan pertama mereka, Dylan yang mengantar Laura pulang tak juga beranjak dari tempatnya. Keduanya menikmati waktu bersama di dalam mobil. Meski sama-sama tahu kalau apa yang mereka lakukan adalah kesalahan, tapi mereka tak bisa menolak. Tak ada yang bisa menolak jatuh cinta. Tak ada yang bisa mengelak darinya. Tak ada yang bisa menghindarinya. Terlebih, tak ada ya
Raynald memasuki kamarnya yang gelap dengan kepala tertunduk. Otaknya seakan terisi penuh dengan berbagai pikiran dan pertanyaan. Membuat tubuhnya terasa lelah untuk menyangga. Ditutupnya pintu di belakang tubuhnya dengan lesu. Lantas dalam sekali tarikan napas, Raynald membanting tas yang tentengnya dengan kasar.“BRENGSEK!” Ditendangnya tas yang tergeletak di bawah kakinya, dengan kejam. Darahnya seakan mendidih setiap mengingat apa yang dilihatnya beberapa menit lalu. Tatapan Laura, genggaman tangan Dylan, dan penolakan gadis itu atas segala yang dilakukan Dylan. Raynald menjatuhkan tubuhnya, duduk disisi tempat tidur. Napasnya memburu, diraupnya wajah dengan kedua tangan. Sungguh, rasa sakit tak terkira sedang menggerogoti hatinya. Ia tak menyangka akan kembali merasakan hal yang pernah dirasakannya beberapa tahun silam ketika bersama Alexa. Terlebih, orang yang melakukannya adalah orang yang sama.Ia merogoh saku celananya, mengeluarkan pon
Biasanya, Raynald adalah pria yang mampu mengontrol emosinya. Ia pernah begitu sakit hati ketika melihat Alexa bermain di belakangnya dengan pria lain, tapi Raynald masih dapat mengontrolnya. Ia masih bisa mengendarai mobilnya dengan kecepatan stabil. Ia masih bisa menyelesaikan urusan kantornya tanpa membuat semua rekan kerjanya frustasi. Ia masih bisa berpikir jernih untuk tidak melukai diri atau mencelakakan orang lain.Namun malam ini, Raynald benar-benar kehilangan kendali. Mungkin karena ia menerima dua fakta sekaligus. Oh, tidak. Tiga fakta. Pertama, fakta tentang Laura yang menghianatinya dan mengabaikan pesannya hingga sampai saat ini. Kedua, pernyataan cinta sepupunya itu yang sungguh membuat kepalanya terasa ingin pecah. Ia bahkan tak tahu lagi bagaimana ia akan berhadapan dengan perempuan itu nantinya. Bukankah jika sebuah rasa sudah terungkap, akan sedikit canggung untuk melakukan pertemuan seperti biasanya kembali. Raynald sadar, begitulah cinta bekerja. T
Malam ini rasanya Raynald sungguh tak ingin diusik. Pikirannya sedang kacau. Terlebih hatinya, ia tak lagi bisa menggambarkan bagaimana perasaannya saat ini. Menerima tiga fakta menyebalkan sekaligus dalam satu waktu benar-benar memperburuk emosinya. Dan kini, kesabarannya benar-benar diuji ketika ia melihat siapa orang yang sudah menarik tubuhnya dari Alexa dan menghajarnya hingga tersudut di badan mobil. Seketika amarah membuncah di dada Raynald. Bukankah kita semua memiliki monster di dalam diri kita. Yang bisa muncul kapan saja jika kita merasa terdesak, tersudut, atau marah atas keadaan. Dan kini, monster di dalam diri Raynald mengambil penuh kuasa atas dirinya.Dibantu Alexa, Raynald berusaha bangkit dari aspal yang terasa dingin. Seolah lupa, ia menampik tangan Alexa begitu kerasnya hingga tubuh perempuan itu terdorong beberapa langkah. Dengan tangan mengepal erat, ia melangkah pasti menghampiri Dylan yang berdiri beberapa langkah di depannya dengan napas yang ma
Mobil Dylan berhenti di depan rumah yang begitu asing di mata Laura. Ia menatap rumah itu dari dalam mobil. Pagarnya yang tinggi berwarna coklat tua. Namun di balik pagar yang kokoh itu bukanlah sebuah rumah mewah yang berdiri dengan gaya eropa atau belanda. Melainkan sebuah rumah sederhana, minimalis, tapi terlihat rapi dan nyaman. Laura mengalihkan pandangannya pada laki-laki yang tengah mematikan mesin mobil.“Ini, rumah kamu?”Dylan mengangguk dan tersenyum. “Yuk.” ajaknya tanpa tedeng aling. Sebelum laki-laki itu keluar dari mobil, cepat Laura mencekal lengannya. Dylan mengurungkan niat membuka pintu mobil dan kembali menatap Laura yang terlihat cemas.“Kenapa?” tanya Dylan tanpa dosa.“Kamu kenapa gak bilang sih kalau mau ke sini? Aku kan belum siap ketemu orang rumah kamu.” ujar Laura. Mendengar kecemasan Laura membuat Dylan tertawa kecil. Ia lantas mengangkat sebelah tangannya dan mengacak ramb
Sejujurnya, hari ini Raynald masih sedang dalam situasi tidak baik-baik saja. Semua masih terlalu sulit untuk diterimanya. Apa yang terjadi dalam semalam seolah menghantamnya bertubi-tubi. Namun hari ini, ia menyempatkan diri untuk bertemu dengan Alexa. Menebus kesalahan atas apa yang sudah terjadi semalam antara dirinya dan Dylan. Siang itu ia mengajak Alexa untuk makan di sebuah cafe yang tak jauh dari kantor Raynald. Namun sepertinya, perempuan di depannya itu sedang banyak pikiran. Sejak kedatangannya, Alexa lebih banyak diam dari pada bicara. Dan kini, perempuan itu bahkan sedang melamun di tengah-tengah pembicaraan Raynald.“Lexa.”“....”“Alexa?”“....”“Lex.”Alexa tersentak dan mengangkat wajahnya. Mengalihkan pandangan dari piring makannya ketika tangannya terasa hangat oleh sentuhan seseorang. Oh astaga, dia lupa jika saat ini dia sedang bersama Raynald. Makan siang bersa
Semalaman Dylan memikirkan apa yang dikatakan Raynald beberapa hari lalu saat mereka bertemu di depan rumah Alexa. Dylan setuju dengan apa yang dikatakan Raynald padanya, bahwa ia terlalu plin-plan untuk memilih. Beberapa jam sebelum ia berkunjung ke rumah Alexa saat itu, ia bertemu dengan Laura untuk memperjelas perasaan mereka. Namun, ia bahkan tak terima ketika melihat Raynald memeluk Alexa. Bisa jadi itu adalah perasaan yang wajar. Bagaimana pun juga mereka sedang melakukan perselingkuhan. Ada banyak kasus seseorang berselingkuh bukan karena sudah tak cinta lagi, melainkan karena jatuh cinta lagi. Seperti Dylan contohnya. Ia bukannya tak mencintai Alexa lagi, hanya saja ia tak bisa membohongi hatinya bahwa Laura telah mengubah segala rasanya. Bahkan, kunjungannya ke rumah Alexa beberapa hari lalu adalah karena rasa bersalahnya terhadap perempuan itu. Tak disangka ia malah melihat hal yang tak semestinya.Ngomong-ngomong tentang hubungannya dengan Laura, Dylan mendadak teringat aka
“Jadi, kita makan dimana?” Laura menutup pintu mobil di sisi tubuhnya dan memasang sabuk pengaman. Ia menatap pria di sampingnya yang sedang sibuk menghidupkan mesin mobil. Dylan nampak berpikir sejenak sambil memutar bola matanya ke atas. Gestur yang terlihat menarik di mata Laura. Ini kali pertamanya ia melihat Dylan bersikap santai di depannya. Biasanya laki-laki itu selalu terlihat tegang atau serius. Melihatnya memutar bola mata seperti itu tampak lucu di mata Laura. Tanpa sadar ia menunggu jawaban Dylan sambil tersenyum mengamati bagaimana wajah laki-laki itu berubah. Lalu satu menit kemudian, ia kembali menatap Laura dengan senyum mengembang. “Aku mau memperkenalkan kamu sama seseorang.” Laura mengerutkan kening mendengar jawaban Dylan. Sebenarnya ia sedikit keberatan. Pasalnya dirinya bukanlah seseorang yang mudah akrab dengan orang lain. Bukan seseorang yang pandai berbasa-basi atau mencairkan suasana. Tidak. Ia sama sekali bukan jenis orang seperti
“Kenyangnya,” gumam Laura sembari mendorong piringnya yang telah kosong. Chiken katsu yang beberapa menit lalu terhidang di depanya sudah ludes masuk ke dalam perutnya yang keroncongan. Membuat laki-laki yang duduk berhadapan dengannya tersenyum melihat wajahnya yang kembali berseri.“Enak?” tanya Dylan.“Enaklah. Restaurant kelas begini mana mungkin makanannya gak enak. Apalagi gratis.” Ia menyunggingkan senyum. Membuat Dylan semakin gemas dan ingin mentoel dagunya yang belah. Namun laki-laki itu berusaha menahannya, hanya menyunggingkan senyum yang sulit ditahan. Laura kembali mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Menatap langit-langitnya yang tinggi dan nampak megah dengan lampu gantung yang terlihat mewah. Serta aroma makanan yang sungguh memancing mulut untuk tak berhenti makan.“Kamu benar.” ujarnya. Matanya yang berbinar kini kembali menatap Dylan. “Aku suka tempat ini. Aku suka su
Satu Tahun Kemudian Sebuah pesta pernikahan di salah satu gedung mewah sedang berlangsung hari ini. Nuansa putih terlihat ketika memasuki area gedung. Dekorasi kuade yang terlihat anggun dengan beberapa bunga kertas berwarna putih, biru muda dan peach menjadi background dua sejoli yang sedang menyambut para tamu undangan untuk bersalaman pada mereka. Dua orang yang pernah menghadapi berbagai rintangan demi sampai pada hari ini. Gaun putih yang dikenakan mempelai wanita serta polesan make up tak menor membuatnya semakin terlihat cantik, tapi tak membuatnya nampak berbeda. Dan laki-laki yang menjulang di sampingnya, memamerkan senyum bahagia pada seluruh tamu yang hadir, membuat siapa saja yang melihatnya akan iri. Dari kejauhan Angel mengamati dua orang yang pernah dekat dengannya begitu nampak bahagia. Ia bahkan tak kuasa untuk tak ikut tersenyum atas apa yang disaksikannya hari ini. Sama sekali tak pernah disangka ia akan menghadiri acara pernikahan sakral ini. Ia pikir semua sudah
Sesuai harapan mereka, lalu lintas hari ini aman terkendali. Tak ada macet yang mengular. Meski bukan berarti jalanan lancar tanpa hambatan. Mereka sempat menemui macet di beberapa ruas jalan, hanya saja tak butuh waktu lama untuk keluar dari jebakan mobil-mobil yang berbaris. Raynald masih terus melajukan mobilnya memasuki sebuah kawasan berpenduduk. Sudah setengah jam yang lalu mereka keluar dari tol. Laura menikmati pemandangan yang dihadirkan di jalanan, meski pikirannya saat ini sedang kacau. Laura hanya berusaha fokus atas apa yang akan dilakukannya nanti ketika bertemu Dylan. Apa yang akan dikatakannya pada laki-laki itu. Beberapa kali ia menarik napas dalam-dalam. Berharap hal itu dapat membantunya menenangkan diri.Mobil Raynald akhirnya mulai melambat ketika berbelok di sebuah tikungan. Beberapa orang terlihat berjualan di samping kiri dan kanan jalan. Laura bahkan melihat sebuah taman bermain anak yang ramai pengunjung. Ia tak tahu, Dylan akan memilih tempat ramai
Raynald duduk dengan gelisah di balik kemudi. Sejak kepergian Alexa dari rumahnya kemarin, Raynald memikirkan semua. Apakah ia harus memberitahu Laura tentang keberadaan laki-laki itu? Siapkah ia? Inikah akhir dari semuanya? Bisakah ia egois sekali saja dengan menutupi kebenaran? Sayang, hatinya tak kuasa melakukan itu dan kini di sinilah ia. Memarkir mobilnya di depan pintu rumah Laura. Menunggu perempuan itu keluar dari dalam rumah.Masih jelas di telinga Raynald bagaimana suara penuh antusias Laura ketika dirinya mengabarkan keberadaan Dylan. Dan masih jelas pula rasa sakit di hatinya ketika mendengar suara itu. Tak bisakah Laura berpura-pura biasa saja di hadapan Raynald? Setidaknya untuk menjaga perasaannya yang masih belum berhasil ditatanya kembali setelah apa yang terjadi pada hubungan mereka. Kalau saja boleh, Raynald ingin sekali memacu mobilnya meninggalkan rumah Laura dan tak pernah menampakan diri lagi. Sudah sewajarnya ia melakukan itu. Sudah sewajarnya ia
Raynald dirundung kegelisahan. Sejak beberapa jam yang lalu, matanya tak kunjung lepas dari telepon genggam miliknya yang bertanggar di atas meja. Ia menunggu telepon dari seseorang yang sudah berjanji akan menghubunginya hari ini. Rama. Rekan yang di mintai tolong oleh Raynald untuk mencari tahu keberadaan Dylan lewat adiknya. Namun, setelah hampir 3 jam menunggu, Rama tak juga menelpon. Raynald tak mengerti mengapa semua ini begitu penting bagi dirinya. Bisa saja ia mengabaikan Laura dan membiarkan perempuan itu menyelesaikan masalahnya sendiri. Lagi pula, masalahnya dengan Laura sudah selesai. Ia tak mengerti mengapa ia bersikap bak pahlawan kesiangan dengan membantu Laura menemukan cintanya. Padahal semua itu menyakitkan untuk Raynald. Beberapa kali ia mengembuskan napas dengan gusar. Kesabarannya mulai menipis. Ingin rasanya ia berlari meninggalkan rumah, memacu mobilnya ke rumah Rama dan menodong laki-laki itu secara langsung. Kalau perlu, ia bisa langsung menemui adik Rama ta
Dari jauh, Angel mengamati apa yang terjadi pada dua orang di depannya. DItutupnya pintu mobil dan mulai menghidupkan mesin untuk segera pergi dari tempat itu. Bagaimana pun, rasa kesalnya terhadap Alexa belum benar-benar pergi. Semua dilakukannya hanya untuk memenuhi keinginan Raynald. Meski mengembalikan kepercayaan laki-laki itu 100% terhadapnya lagi, rasa-rasanya mustahil. Sejak ia memutuskan untuk terus terang atas apa yang sudah dilakukannya pada Alexa, ia tahu Raynald tak kan lagi sama seperti sebelumnya. Tapi setidaknya, ia lega untuk Raynald.Sebelumnya, ia tak mengerti bagaimana caranya untuk menebus kesalahan. Raynald tak mau membantunya memberi jawaban. Dan ibu Alexa, begitu membencinya hingga ke tulang. Alexa harus memutar otak untuk mencari cara memperbaiki apa yang sudah dirusaknya dari Alexa dan Dylan. Maka cara satu-satunya adalah dengan mencari tahu tentang Dylan. Profesi laki-laki itu memudahkan Angel untuk melacaknya. Nama Dylan sang pengacara berada
Alexa terlonjak dari kursi yang didudukinya manakala suara Angel di ujung sana mengabarkan satu informasi yang selama ini dicari-carinya.“Aku tahu di mana Dylan. Aku kirim lokasinya sekarang.”Entah bagaimana perempuan itu tahu keberadaan Dylan. Alexa bahkan tak sempat mengatakan halo, Angel sudah lebih dulu berbicara dan begitu saja mematikan panggilan mereka. Tak lama sebuah pesan masuk melalui aplikasi chat. Alexa membuka pesan itu yang menampilkan sebuah map menuju satu lokasi. Seketika Alexa merutuki diri yang sudah berani-beraninya melupakan apartemen itu. Calon tempat tinggal mereka yang sudah Dylan persiapkan untuknya. Gegas Alexa menarik tas, kunci dan jaketnya yang tersampir di atas kursi kerjanya. Secepatnya ia berlari keluar dari kamar, memacu mobilnya menuju tempat yang dikenalnya. Semua masih tergambar di kepala Alexa. Bagaikan sebuah peta yang sangat jelas rute perjalanannya. Ia tak perlu membuka aplikasi chat dan melihat bagaimana ia harus
“Saya sudah pernah bilang, kan, kalau hubungan kamu dan Laura itu gak sehat. Kamu gak mau dengar. Liatkan, semuanya jadi berantakan seperti ini.” cecar Antonio. Ia meletakkan segelas minuman soda di hadapan Dylan yang nampak frustasi. Diliriknya laki-laki itu sekilas sebelum ia meraih gelas yang letakkan Antonio di hadapannya dan menenggaknya.“Saya tahu.” Dylan meletakkan kembali gelasnya di atas meja bar. “Tapi, apa kamu bisa mengontrol perasaan kamu sendiri ketika sedang jatuh cinta?” Tanya Dylan. Pertanyaan yang sebenarnya sulit untuk dijawab oleh Antonio.“Saya tahu itu gak mudah. Tapi seharusnya kamu mencoba melawan. Kamu sudah punya Alexa. Bahkan Alexa sedang berjuang dengan ingatannya. Tapi kamu malah main di belakang. Itu yang saya gak habis pikir.”DYlan menghirup napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar. Di antara beberapa kawan yang dimilikinya, ia memilih untuk menceritakan semua perso
“Saya gak tahu, harus mulai dari mana.”Laura melirik Alexa yang duduk di depannya dengan hati-hati. Sejujurnya, untuk bertemu dengan perempuan ini setelah semuanya terungkap, ia belum siap. Namun ia tak punya pilihan lain ketika Alexa menghubunginya satu jam sebelum waktu istirahatnya, dan meminta untuk bertemu. Setelah hilangnya Dylan, Laura menjadi terlalu fokus untuk mengetahui di mana keberadaan laki-laki itu itu hingga melupakan bahwa ada yang harus diselesaikan di antara ia dan Alexa lebih dulu.Tak ada satu orang wanita pun di dunia ini yang bersedia merelakan kekasihnya untuk wanita lain. Begitu pun sebaliknya, tak ada satu orang laki-laki pun di dunia ini yang bersedia merelakan kekasihnya untuk laki-laki lain. Keluarga Laura adalah salah satu contoh keluarga yang gagal. Setelah ia mulai beranjak remaja, ayahnya mulai berubah. Perubahan yang tak pernah dimengerti Laura kenapa, tapi ternyata terbaca oleh ibunya sebelum suaminya itu mengakui a
Dua gelas sirup jeruk terhidang di depan Laura dan Raynald. Laura memang pernah datang ke rumah ini, tapi untuk bertemu penghuninya tentu baru kali ini. Jadi, ia benar-benar merasa gugup. Perempuan yang tadi dijumpainya di depan gerbang adalah adik Dylan. Dulu sekali, laki-laki itu pernah bercerita tentang adik perempuannya yang memiliki penyakit serupa dengan laura. Rupanya seperti inilah tampilan adiknya. Sedikit berbeda dari Dylan. Ia memiliki mata yang belok, hidung yang mancung dengan cuping yang tak lancip, dan bibir yang tipis di bagian atas tapi sedikit lebih tebal di bagian bawah. Kulitnya sawo matang, tak seperti Dylan dan ibunya yang putih. Mungkin adik perempuannya ini menurunkan gen dari ayahnya. Bukankah memang seperti itu kebanyakan? Anak peremepuan mengikuti bagaimana ayah mereka dan anak laki-laki mengikuti bagaimana ibu mereka.“Sebelum pergi, Dylan pamit untuk menenangkan diri. katanya dia butuh waktu untuk menjernihkan pikiran. Untuk sementara dia ga