Home / Romansa / Two Sides Of The Same Coin / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Two Sides Of The Same Coin: Chapter 21 - Chapter 30

46 Chapters

Dua Puluh

Jam sudah menunjukkan pukul 22.35, tapi Junko tak kunjung pulang ke penginapan atau menjawab panggilan dari Kanna.Kanna sebagai orang yang lebih dewasa di banding Junko dan Ryota sekaligus menjadi penanggung jawab atas mereka berdua merasa sangat cemas sekarang. Ia terus menerus mondar-mandir sambil sibuk mendial nomor yang sama, nomor Nakamura Junko."Sial!" umpat Kanna, "Kenapa kau tak menjawab teleponku Jun-chan?!"Ryota yang juga merasa cemas menghampiri Kanna, "Kanna-san tenanglah. Mungkin Nakamura-san mengalami masalah ketika menaiki keretanya. Dan mungkin saja ponsel Nakamura-san habis baterai," katanya mencoba menenangkan kakak kelasnya itu yang mulai panik.Kanna mengabaikan ucapan Ryota. Dirinya sekarang lebih mementingkan dimana keberadaan Junko dan bagaimana keadaannya."Aku akan mencoba sekali lagi," gumam Kanna lalu mulai mendial nomor Junko. Kalau telepon ini tak di angkat, Kanna akan pergi kesana menyusul Junko. "Angkatlah...kumohon!"Se
Read more

Dua Puluh Satu

Mungkin ada satu hal yang sekarang di rasakan Junko, hampa. Iya, hampa. Kepergian ibunya entah kemana sudah membuatnya sakit hati, di tambah sekarang dirinya harus melupakan seseorang yang sudah ia anggap sebagai satu-satunya tempat bernaung.Junko masih ingat betul, saat itu ia menghapus kasar air matanya. Berkata dengan lantang kepada pria itu, "Bagaimana jika kita mengikuti ucapanmu itu? Akhiri saja sampai disini, kan? Baiklah, kita berakhir disini!"Setelah semua itu, Junko tak sedikitpun menitikkan air matanya lagi. Tanpa meninggalkan jejak kenangan yang lebih menyakitkan lagi, ia pergi dari sana dan berteriak dalam hati "Sayonara da!!"Berlari dengan sisa kekuatan yang dimilikinya, sampai Junko tak sadar ia berlari kearah mobil yang sedang melaju cukup kencang. Dan detik berikutnya, tubuh Junko terhempas keatas jalan dengan keras. Setelah itu yang Junko rasakan hanyalah dengingan dari dalam telinganya dan rasa sakit di sekujur badan. Di dalam kepalanya terlint
Read more

Dua Puluh Dua

Kondisi Ibu Takumi berangsur-angsur membaik. Setelah dengan terpaksa Takumi mengiyakan ucapan Ibunya, kalau dia akan kembali bersama dengan Sakurai. Waktu itu memang tidak ada pilihan lain selain setuju. Jika Takumi menolak, Ibunya juga akan menolak untuk sembuh.Musim gugur pertama di tahun ini yang seharusnya menyenangkan malah menjadi menyebalkan. Ia bertanya-tanya, bagimana ya kabar dari gadis itu?"Ibu jadi pergi ke Kuil Tenryu-ji?" tanya Takumi sekali lagi."Tentu saja. Kenapa memang?" Ibunya malah balik bertanya."Jarak Kuil itu kan jauh dari Kyushu, nanti kalau Okaasan sakit lagi bagaimana?""Kau ini. Lagipula kita tidak akan berangkat berdua saja," kata Ibunya."Siapa yang akan ikut lagi? Fujiyama-san? Tetangga kita?" tebak Takumi, karena Ibunya itu memang dekat sekali dengan Fujimaya, tetangga sebelah rumahnya."Bukan! Yang ikut nanti itu Sakurai."Nama itu lagi. Selalu nama itu yang Ibunya sebut.Karena tak mau berdebat, Takumi mem
Read more

Dua Puluh Tiga

"Ne, Ryo-kun. Junbi wa ii desu ka?" tanya Kanna, matanya tertuju pada Ryota yang tengah mengotak-atik ponselnya."Hmm... sebentar lagi," sahut Ryota tanpa menoleh."Apa yang sedang kalian bicarakan?" Junko bertanya, matanya berkedip heran.Kanna menghampiri Junko lalu menyenggolnya pelan. "Kau tidak tahu, Ryo-kun hari ini berulang tahun lho!" serunya dengan heboh."Eh, benarkah?""Hmm, kau tak ingin memberi kado padanya?" tanya Kanna mengangkat sebelah alisnya, menggoda Junko.Dengan ekspresi polos Junko menjawab, "Apa yang harus kuberikan pada Akihiko-san?"Ryota yang mendengar perkataan Junko tiba-tiba batuk karena tersedak ludahnya sendiri."Ryo-kun hati-hati! Jun-chan bahkan belum mengatakan akan memberikan hatinya," kata Kanna yang langsung mendapat plototan dari Ryota. "Aku hanya bercanda," tambahnya sambil terkekeh."Akihiko-san, euhmm... bisakah aku memberimu hadiah ketika kita tiba di Tokyo saja?" tanya Junko pada Ryota.Ryota ka
Read more

Dua Puluh Empat

"Sssttt..." Ryota tiba-tiba mendesah dari tempatnya.Junko yang pertama kali menyadari bertanya pada laki-laki itu. "Akihiko-san kau baik-baik saja?""Ryo-kun ada apa?" Kanna ikut panik karena mendengar desahan dari Ryota.Sedangman Takumi hanya melirik sekilas tidak peduli."Kakiku rasanya sakit sekali. Aku ingin meluruskannya, bisakah kalian membantuku untuk pindah kesana?" Ryota menunjuk bangku yang kosong di sebelah Kanna."Tunggu," sela Junko, "Akihiko-san, kau bisa meletakkan kakimu di tengah-tengah Kanna-san dan aku. Tidak perlu sendirian disana. Jika terjadi sesuatu yang lebih buruk kami akan cemas."Perkataan Junko mengundang tatapan tak percaga Takumi, di balik matanya dia memikirkan betapa baiknya seorang Nakamura Junko. Tapi di sudut hatinya juga, ia merasa cemburu."Baiklah kalau begitu," ucap Ryota.Junko membantu mengangkat kaki Ryota pelan-pelan keatas kursinya. "Apakah sakit?""Hmm-mm..." Ryota menggeleng, "Aku baik-baik saja
Read more

Dua Puluh Lima

Pertandingan yang di laksanakan di Gedung Olahraga SMA Hanagasaku berlangsung ramai dan meriah. Ternyata bukan hanya murid-murid SMA Hanagasaku saja yang menonton tapi dari SMA Yokohama pun ikut turut serta mendukung sekolahnya.Latih tanding ini di menangkan oleh SMA Hanagasaku. Set pertama SMA Hanagasaku unggul dengan skor 25-18. Kemudian set kedua dengan skor 25-20.Duet maut antara Hayato sebagai Setter dan Kentaro Ito sebagai Spiker memang tidak ada yang bisa mengalahkannya jika mereka berdua satu tim. Sekolah-sekolah di Tokyo belum ada yang sanggup untuk mengalahkan SMA Hanagasaku jika ada Hayato dan Kentaro di dalam tim."Cih, tidak seru. Padahal aku ingin tim Voli kita kalah hari ini," gerutu Kanna yang duduk disebelah Junko."Kenapa kau bilang begitu?" sahut Junko."Aki ingin melihat kekecewaan di wajah di Spiker bodoh itu.""Maksudmu Kentaro-san?""Siapa lagi!"Junko semakin di buat bingung oleh Kanna yang selama pertandingan berlangsun
Read more

Dua Puluh Enam

Langit yang kita lihat hari itu adalah langit berwarna hitam bertabur banyak bintang.Kita membuat janji saat angin pertengahan musim panas mengitari kita dan kita saling menatap satu sama lain.Janji yang sama sekali tak ada artinya dimatanya. Dia mengingkari dengan begitu mudah.Apakah dia tak menyadari ada hati yang terluka karena janji itu?Junko mendial nomor Kanna berkali-kali, tapi kakak kelasnya itu tak kunjung mengangkat teleponnya. Ia ingin memberitahukan semuanya pada Kanna. Ia ingin mempunyai teman malam ini, untuk membantunya menghilangkan rasa sakitnya.Karena tak ada satupun telepon Junko yang di jawab, ia memutuskan untuk kembali ke sekolah lagi. Karena siang tadi Kanna berkata ia akan ada kegiatan klub sampai malam hari.Jam menunjukkan pukul 18.20 saat Junko mengecek ponselnya. Ia masih setia menunggu Kanna di dalam koridor sekolah. Angin yang berhembus melalui celah pintu menyapu kulit Junko yang hanya menggunakan seragam sekolah, agak
Read more

Dua Puluh Tujuh

Hari ini cuaca di Shibuya benar-benar cerah, sampai Junko bisa merasakan sengatan matahari di lengannya. Seperti biasa Junko akan duduk di kursi yang berada di atap sekolah untuk menenangkan dirinya.Lagi-lagi pikirannya tertuju pada sepucuk surat yang ia terima pagi ini di dalam kotak surat rumahnya. Perasaannya antara senang menerima kabar bahwa dia baik-baik saja dan sedih karena dia tak akan kembali kesini.Saat Junko mengucapkan bahwa ia membenci Wanita yang telah melahirkannya itu, sebenarnya ia tak bersungguh-sungguh membencinya. Ia hanya ingin memiliki sedikit perhatian dari Ibunya itu.Junko bahkan rela kembali ke masa lalu jika untuk menerima kasih sayang dari Ibunya lagi. Tapi jelas saja itu tak mungkin."Kenapa akhir-akhir ini dadaku sering sekali sakit. Apa karena terlalu banyak masalah yang kuhadapi?" gumam Junko pada dirinya sendiri."Aku merindukanmu Okaasan. Aku harap, aku bisa menemuimu lagi suatu hari nanti. Aku janji tak akan pernah membu
Read more

Dua Puluh Delapan

Tak ada hari yang paling membahagiakan selain hari ini dalam hidup Takumi. Ia sangat bahagia saat Nakamura Junko memberinya satu kesempatan lagi untuk dirinya bisa bersama dengan gadis itu. Selama hidupnya Takumi tak pernah merasa seperti ini sebelumnya, mencintai seseorang dengan begitu dalam.Orang bilang tak akan ada gambaran bagi seseorang yang sedang jatuh cinta. Ya, sama seperti dirinya, Takumi juga tak tahu harus mengekspresikan bagaimana rasa bahagianya itu.Saat mendengar Nakamura Junko setuju memberinya kesempatan itu, ia tadi ingin sekali menerjang tubuh kecil itu untuk memeluknya. Wajah Junko yang sembab karena menangis mengingatkan Takumi tentang pertama kalinya gadis itu menangis meraung-raung didepannya. Takumi memeluknya dan berkata semua akan baik-baik saja, tak perlu ada yang di khawatirkan.Seketika lamunannya di kejutkan oleh suara dering ponsel yang nyaring. Takumi mengerutkan dahinya melihat nama si penelpon."Ada apa?" tanya Takumi sesaat
Read more

Dua Puluh Sembilan

Junko keluar dari Konbini sambil menjinjing tas kertas di tangannya yang berisi barang belanjaan yang baru saja ia beli. Ia melihat sekeliling mencari keberadaan Ryota. Dimana laki-laki itu? Katanya dia akan menunggu didepan Konbini tapi batang hidungnya tak terlihat. Lalu, sudut mata Junko tak sengaja menangkap sosok yang sedang melambai kearahnya dari arah sebuah lapangan bebas yang mempunyai banyak gundukan tanah disana. Disana ternyata. Laki-laki itu memberi isyarat untuk Junko agar dirinya mendekat kesana. Segera Junko menghampiri Ryota dengan berlari pelan."Maaf, pasti lama menungguku, ya?" ucap Junko saat dirinya sudah di depan Ryota. Napasnya agak terengah karena berlari tadi."Tidak juga," sahut Laki-laki itu. "Oh ini! Untukmu." Ryota memberikan minuman Oshiruko kaleng yang dia janjikan tadi kepada Junko."Apa kau tidak keberatan jika kita duduk disini?" tanya Ryota hati-hati.Junko menggeleng, "Aku tidak masalah. Ayo duduk," katanya.Kemudian mere
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status