Tak ada hari yang paling membahagiakan selain hari ini dalam hidup Takumi. Ia sangat bahagia saat Nakamura Junko memberinya satu kesempatan lagi untuk dirinya bisa bersama dengan gadis itu. Selama hidupnya Takumi tak pernah merasa seperti ini sebelumnya, mencintai seseorang dengan begitu dalam.Orang bilang tak akan ada gambaran bagi seseorang yang sedang jatuh cinta. Ya, sama seperti dirinya, Takumi juga tak tahu harus mengekspresikan bagaimana rasa bahagianya itu.Saat mendengar Nakamura Junko setuju memberinya kesempatan itu, ia tadi ingin sekali menerjang tubuh kecil itu untuk memeluknya. Wajah Junko yang sembab karena menangis mengingatkan Takumi tentang pertama kalinya gadis itu menangis meraung-raung didepannya. Takumi memeluknya dan berkata semua akan baik-baik saja, tak perlu ada yang di khawatirkan.Seketika lamunannya di kejutkan oleh suara dering ponsel yang nyaring. Takumi mengerutkan dahinya melihat nama si penelpon."Ada apa?" tanya Takumi sesaat
Junko keluar dari Konbini sambil menjinjing tas kertas di tangannya yang berisi barang belanjaan yang baru saja ia beli. Ia melihat sekeliling mencari keberadaan Ryota. Dimana laki-laki itu? Katanya dia akan menunggu didepan Konbini tapi batang hidungnya tak terlihat. Lalu, sudut mata Junko tak sengaja menangkap sosok yang sedang melambai kearahnya dari arah sebuah lapangan bebas yang mempunyai banyak gundukan tanah disana. Disana ternyata. Laki-laki itu memberi isyarat untuk Junko agar dirinya mendekat kesana. Segera Junko menghampiri Ryota dengan berlari pelan."Maaf, pasti lama menungguku, ya?" ucap Junko saat dirinya sudah di depan Ryota. Napasnya agak terengah karena berlari tadi."Tidak juga," sahut Laki-laki itu. "Oh ini! Untukmu." Ryota memberikan minuman Oshiruko kaleng yang dia janjikan tadi kepada Junko."Apa kau tidak keberatan jika kita duduk disini?" tanya Ryota hati-hati.Junko menggeleng, "Aku tidak masalah. Ayo duduk," katanya.Kemudian mere
Takumi membuka kancing kerah kemejanya. Lalu duduk diatas sofa dan meminum kopinya yang masih hangat, karena baru saja dibuat. Hari ini Takumi sangat kelelahan karena harus bekerja lebih extra dari biasanya, sebab musim dingin akan datang seminggu lagi.Di toko Tosaka pun tidak akan melewatkan menjual buku-buku ataupun manga-manga musim dingin yang akan banyak dicari nanti. Nanti kumpulan buku musim dingin itu akan di pajang rapih di barisan terdepan agar semua orang bisa melihatnya, tentu saja kemudian membelinya. Walaupun pekerjaan Takumi akan bertambah tapi dia tetap menikmatinya. Menurut Takumi, melihat orang yang bahagia ketika membaca suatu buku itu adalah hal paling menarik, bahkan rasa lelahnya akan berkurang saat melihat sebuah kepuasan dimata pembeli tersebut.Karena terlalu lelah Takumi akhirnya membaringkan tubuhnya diatas sofa. Baru beberapa detik ia menikmati kenyamanan berbaring di sofa, tiba-tiba bel rumahnya berbunyi dengan keras membuat Takumi langsung membuka matanya
Musim dingin menyelimuti kota Tokyo malam ini. Salju pertama turun lebih cepat dari perkiraan. Junko yang hari ini pulang sedikit telat dari biasanya harus rela kedinginan sampai ke rumahnya. Selama perjalanan menuju stasiun bawah tanah Junko selalu mengosok-gosokan kedua tangannya dan juga menuipkan udara dari mulutnya ke telapak agar tangannya tidak membeku. Kebetulan yang sangat tidak mengenakan sekali karena hari ini Junko lupa membawa syalnya jadi udara dingin dengan bebasnya menyeruak masuk menyelimuti tubuh.Junko berhenti sejenak, sepertinya dia membawa sesuatu yang hangat di dalam tas. Ia mulai merogoh isi dalam tasnya tapi kemudian ia mendesah sedih karena di dalam sana tidak di temukan apapun selain buku-buku dan alat tulis. Sial... ia lupa membawa sarung tangannya juga...Suasana yang agak sepi membuat Junko lebih memperhatikan sekitar, takut-takut terjadi hal tidak mengenakan nanti. Ia mempercepat langkahnya, selain karena kedinginan ia juga merasa cemas.
Dengan sekali hentakan Junko menarik tangan Ryota setelah ia mengeluarkan sebuah plester luka dari tasnya. Sambil meneteskan air mata Junko membalut luka Ryota dengan benda itu."Nakamura-san, hei kenapa kau menangis?" tanya Ryota dengan suara lembut.Tapi Junko tidak menjawabnya, dia tetap fokus dengan luka-luka lelaki itu yang terlihat mengerikan di matanya. Tega sekali mereka..."Ini tidak apa-apa, kau tidak perlu menangis seperti ini," gumam Ryota, lelaki itu terus berusaha membuat Junko percaya bahwa dia baik-baik saja."APANYA YANG TIDAK APA-APA! Lihat lukamu ini pasti sangat menyakitkan..." Tangis Junko pecah begitu saja tidak dapat ia bendung lagi. Kenapa semua ini terjadi kepada orang-orang yang dekat dengannya, kenapa?"Na-Nakamura-san? Aku benar-benar baik-baik saja. Sungguh. Ini akan sembuh dalam dua hari," kata Ryota. Lelaki itu kemudian memandang sekeliling. "Sepertinya kereta terakhir sudah berangkat, ya? Kalau begitu..." Ryota melihat kembali
"Apa-apaan kau ini?!" kata Sakurai, wanita itu menatap Takumi dengan mata memicing."Itu tidak sebanding dengan semua perlakuanmu padaku. Biar kuperingatkan mulai sekarang, JANGAN PERNAH MENDEKATI NAKAMURA JUNKO LAGI!" ucap Takumi dengan penuh penekanan. "Jika kau masih berani mendekatinya, aku akan melaporkan semuanya kepada ayahmu agar kau di seret pulang dari hidupku."Kenapa Takumi bilanh seperti itu? Karena Sakurai takut sekali kepada ayahnya. Jika ayah Sakurai mengetahui bahwa anaknya membuat kesalahan atau sampai menyakiti orang-orang, wanita itu akan langsung di jemput oleh suruhan ayahnya untuk pulang ke rumahnya."Itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan Otou-sama!" sanggah Sakurai. Sepertinya wanita itu mulai ketakutan saat Takumi berbicara mengenai ayahnya."Bukankah kau itu sama dengan kau menyakiti Nakamura Junko? Dia sama sekali tidak tahu apa pun tapi kau menyakitinya dengan cara licik seperti ini!" Emosinya keluar begitu saja saat membicarak
Junko membuka pintu rumahnya dan masuk ke dalam. Ia akan mandi air hangat terlebih dahulu sebelum makan malam. Tapi ketika ia akan pergi ke kamar mandi ponselnya berdering nyaring sampai membuatnya terkejut."Siapa yang menelpon malam-malam begini?" gumamnya, tapi Junko tetap menghampiri tas yang di dalam ada ponselnya kemudian mengangkat telepon yang ternyata berasal dari Masato Takumi."Moshimoshi?" sapa Junko."Junko, kau ada di dalam rumah?" sahut Takumi.Eh? Kenapa dia bertanya demikian? "Iya, aku sedang ada di rumah. Kenapa?" tanya Junko bingung."Jika tidak keberatan bisakah kau membuka pintu rumahmu, aku ada di depan sekarang," ujar pria itu, suaranya terdengar gemetar."Ah, baiklah. Tunggu sebentar!" seru Junko dan berlari kecil menuju pintu.Bukan hanya merasa heran Junko juga di kejutkan dengan kondisi Takumi yang wajahnya pucat pasi dan cara dia berdiri pun sudah tidak seimbang."Hei, kenapa kau ada disini?" tanya Junko. "Masuklah, di
Takumi membuka matanya perlahan. Rasa pening di kepalanya langsung menyengat dan membuatnya harus memejamkan matanya lagi agar ia bisa mengontrol rasa sakit itu, baru setelahnya, setelah rasa sakit itu sedikit berkurang Takumi melihat ke arah atas. Hanya pemandangan atap rumah.Eh? Atap rumah? Dimana ia sekarang?Takumi lalu menolehkan kepalanya kearah kiri dan menemukan gadis SMA itu meringkuk seperti bayi di sudut ruangan ini. Apakah dia tidur? batin Takumi.Gadis itu tidak boleh tidur disana karena bukankah sangat dingin?Takumi memaksakan tubuhnya untuk bergerak, membuat tubuh lemasnya itu untuk duduk terlebih dahulu sebelum menghampiri gadis itu.Bagaimana Junko bisa tidur disana dengan suhu sedingin ini?Dengan sisa tenaga yang ia punya Takumi membawa selimut yang tadi menutupi tubuhnya ke arah Junko ia berniat untuk menyelimuti gadis itu sehingga dia tidak akan terlalu kedinginan nantinya.Tapi pada saat Takumi akan menutupi tubuh Junk
"Okaa-san tak seharusnya melakukan itu!"Napas Takumi terengah-engah saat ini. Ia benar-benar marah dengan ibunya yang selalu saja mencampuri urusannya."Aku hanya ingin melihatmu bahagia lagi bersama dengan Sakurai, Takumi. Mengapa kau menganggapku sebagai wanita pengganggu di hidupmu?" ucap ibu Takumi, wajahnya terlihat sedih, namun Takumi yakin semua itu hanya akting saja."Kau harus lihat ini! Agar kau tak menyangka Sakurai adalah wanita yang baik!" Takumi mengeluarkan ponselnya dari saku celananya dan memperlihatkan foto Hashimoto Sakurai bersama dengan pria lain. Mereka sedang bermesraan disana. "Kau lihat, kan?! Kau lihat kelakuan Sakurai selama ini di belakangmu?"Ibunya terlihat sangat terkejut, dia sampai menutup mulutnya sendiri dengan tangan dan kehilangan kata-kata untuk menjawab pertanyaan Takumi."Sekarang kau sudah lihat bagaimana kelakuannya. Dia juga sebelumnya sama seperti itu Okaa-san, saat kita masih menjadi suami istri. Apa kau tidak kasihan
Junko, Kanna dan juga Ryota sedang makan di kedai ramen dekat sekolah.Mereka mengobrol santai seperti biasa, sampai Kanna membahas masalah itu kembali kepasa keduanya."Aku akan menginap lagi malam ini di rumah Jun-chan. Bagaimana denganmu Ryo-kun?" tanya Kanna pada Ryota yang tengah menyeruput mie-nya."Maafkan aku, tapi malam ini aku ada latihan sampai malam. Jadi aku tak bisa ikut," kata Ryota."Baiklah kalau begitu," ujar Kanna."Nanti hubungi sana aku jika kalian membutuhkan sesuatu. Aku pasti akan datang," kata Ryota sambil mengulas senyumannya.Kanna mengangguk dan kembali melakukan kegiatannya memakan ramen yang masih panas itu."Ngomong-ngomong terima kasih atas traktirannya!" ucap Kanna.Ryota mengangguk sambil tersenyum.Selesai makan mereka kembali ke sekolah untuk mengambil tas mereka masing-masing. Tapi berbeda dengan Ryota, dia akan ada latihan sampai malam jadi tidak bisa pulang.Junko dan Kanna pulang ke rumah Junko. Mereka b
Junko memandang kosong jauh ke depan. Entah apa yang sedang ia lihat, karena hanya bayangan putih dari salju yang menyelimuti gedung-gedung dibawah sana.Sesekali Junko menghela napas dengan mulutnya, siapa tahu beban di pikirannya perlahan menghilang, seperti asap yang ditimbulkan dari ia menghela napas.Perlahan tangan Junko bergerak ke arah lehernya yang terbungkus syal tebal, kemudian ia menghela napas lagi dan mulai menangis dalam diam.Junko tak menangisi dirinya yang selalu ditimpa kemalangan, tapi ia menangis untuk orang-orang yang ada disekitarnya karena mereka juga ikut terkena masalah karena berbuat baik kepadanya.Tak masalah jika hanya ia yang terluka, tapi jika orang-orang disekitarnya yang terluka, Junko tak tahu harus bagaimana lagi.Ia takut, takut jika harus kehilangan mereka lagi. "Jun-chan?" Suara Kanna dari belakang menginterupsinya.Junko berbalik dan menatap Kanna sambil tersenyum tipis, menyapanya."Disini sangat dingin, kenap
"Jadi, hal apa yang ingin kau bicarakan?" Akihiko Ryota memulai percakapannya dengan sebuah pertanyaan.Sebelum menjawab, kedua tangan Takumi di masukkan ke dalam saku celananya. Ia menatap Ryota lekat sampai anak laki-laki itu mengerutkan keningnya. "Kenapa kau ada di rumah Junko selarut ini?" tanya Takumi."Hm?" Ryota juga membawa tangannya untuk di masukkan ke kantung celananya. "Yah, aku, Kanna-san dan juga Nakamura-san sedang ada tugas sekolah. Jadi kami mengerjakannya bersama. Di rumah Nakamura-san," sambungnya."Sampai selarut ini?" tanya Takumi lagi. Ia tak percaya dengan omongan anak laki-laki ini."Iya, memangnya kenapa? Kau saja kemari selarut ini, apa tujuanmu ke rumah Nakamura-san?" tanya Ryota, dia membalikkan pertanyaannya kepada Takumi.Takumi mendengus mendengar pertanyaan itu dari Ryota. "Kau melihatnya sendiri kan? Aku membawakan Junko makanan untuknya," jawabnya."Tumben sekali." Celetukan Ryota membuat Takumi memandangnya tajam."Dan
"Rubah? Anak anjing? Apa maksudnya ini?" kata Kanna yang baru saja diberi tahu oleh Junko tentang kertas itu."Dari mana kau mendapatkannya Nakamura-san?" Kali ini Ryota yang bertanya kepada Junko."Aku mendapatkannya tadi malam. Ada seseorang yang melempar batu ke rumahku sampai kaca rumahku pecah. Dan ada kertas itu yang di selotip disana," kata Junko menjelaskan semuanya, bagaimana ia bisa mendapatkan kertas itu."APA?!!" Kanna sangat terkejut mendengar perkataan Junko."Kenapa?" tanya Junko yang ikut terkejut karena seruan Kanna tadi."Ada seseorang yang menerormu?" tanya Kanna. Wajahnya sengaja di dekatkan ke arah Junko, entah apa maksudnya.Junko menggeleng. "Aku tidak tahu. Tapi itu agak membuatku takut Kanna-san.""Kita harus mencari tahu siapa pelakunya!" seru Kanna. "Jika kau hanya diam saja diperlakukan seperti itu, maka dia akan terus memberimu teror Jun-chan." Kanna berdiri dari duduknya dan menunjuk Junko dengan serius."Itu benar N
Memikirkan itu membuat kepalanya sakit, lebih baik ia menghubungi Nakamura Junko agar perasaannya jadi membaik. "Oh, hai, moshimoshi?" ucap Takumi ketika teleponnya diangkat oleh gadis itu. "Selamat malam Takumi-san. Ada apa kau menelpon?" sahut Nakamura Junko di seberang sana. Takumi berdeham. "Yah, aku hanya ingin menelponmu dan mengetahui kabarmu," katanya. Sungguh Takumi malu sekali saat mengatakan itu, meskipun ia sekarang menjalin sebuah hubungan spesial dengan gadis itu. "Aku baik-baik saja Takumi-san dan bagaimana denganmu?" Gadis itu balik bertanya. "Aku?... Hmmm... aku juga baik-baik saja kok," sahut Takumi, senyumannya mengembang kala gadis itu juga mengkhawatirkannya. "Bagaimana dengan sekolahmu? Apakah mereka masih membicarakan mu?" "Aku sudah baik-baik saja Takumi-san," tambahnya. "Ah, syukurlah. Aku ikut senang mendengarnya," kata Takumi. Ia ingin memberitahu gadis itu siapa pelakunya, tapi ia merasa kalau Junko akan khawatir te
Akihiko Ryota duduk dihadapan Junko dan Kanna, memakai jaket abu-abu tebal membuat tubuh lelaki itu menjadi terlihat gemuk dan lucu."Hmm.. bolehkan aku bertanya soal kelanjutan masalahmu Nakamura-san?" tanya Ryota dengan hati-hati.Junko mengangguk. "Ini sudah mulai membaik Akihiko-san. Aku sudah tidak terlalu memikirkan perkataan mereka," jawabnya. "Kau tidak perlu khawatir tentang itu.""Yah syukurlah aku lega mendengarnya. Mereka hanya menyimpulkan omong kosong yang belum tentu faktanya. Menghakimimu seperti kau seorang penjahat, hah manusia memang seperti itu," ujar Ryota diakhir kalimat dia menghela nafasnya."Iya, mereka jahat seperti biasanya jika menyangkut permasalahn orang lain. Tanpa mengetahui fakta sebenarnya terlebih dahulu, mereka seenaknya menghakimi orang lain dengan sangat kejam," Kanna ikut berkomentar tentang masalah Junko.Junko merasa hatinya sangat penuh sekarang. Memiliki orang-orang baik seperti mereka berdua membuatnya sa
Takumi membuang nafasnya perlahan saat ia melihat Hashimoto Sakurai sedang berada di teras rumahnya. Tapi yang membuat Takumi mendesah adalah Sakurai, wanita itu sedang bersama seorang pria dan mereka seperti sangat akrab, serta... mesra?Sakurai tidak mungkin bisa melihat keberadaan Takumi, tapi Takumi bisa dengan jelas melihat wanita itu. Sungguh menjijikan, dia berkata kepada ibunya bahwa wanita itu hanya mencintai Takumi tapi sebenarnya dia hanya ingin memiliki harta keluarga Takumi."Dari dulu sampai sekarang, wanita itu tidak pernah berubah sedikit pun. Dan jika dibandingkan dengan Mayumi, dia lebih berhati iblis," ucap Takumi dengan suara pelan.Tak ada lagi yang harus di bicarakan, semuanya sudah jelas bukan. Hashimoto Sakurai adalah wanira rubah yang menginginkan segalanya dan untuk ke untungannya sendiri. Setelah Takumi mengambil foto Sakurai bersama pria lain itu, ia langsung pergi untuk kembali ke toko buku milik Tosaka.***Jika diband
"Aku harus pergi," ujar Junko kepada Kanna dan Ryota."Baiklah kalau begitu hati-hati ya. Dan jangan terlalu memikirkan masalah ini nanti kau sakit," sahut Kanna sambil menepuk pundak Junko.Junko tersenyum lembut dan mengusap tangan Kanna yang masih bertengger di pundaknya. "Aku akan selalu ingat pesanmu Kanna-san. Baiklah aku harus pergi!"Setelah melambaikan tangan, Junko menghilang dibalik pintu, ia kemudian menuruni tangga dan dengan cepat menuju kearah gerbang untuk menemui seseorang. Ia sudah tidak peduli dengan omongan orang-orang di sekolah ini, mereka hanya bisa menghakimi seseorang tanpa melihat terlebih dahulu fakta yang ada."Takumi-san?" Junko berseru kearah Takumi saat pria itu menengok kesana kemari, mungkin sedang mencari dirinya."Ah Junko!" seru pria itu, dia terlihat senang saat mengetahui Junko ada dihadapannya.Junko menghampiri Takumi. "Takumi-san mari bicara ditempat lain. Disini terlalu ramai," ujarnya memberi alasan