Beranda / Romansa / Harem milik Suamiku / Bab 111 - Bab 120

Semua Bab Harem milik Suamiku: Bab 111 - Bab 120

129 Bab

Bab 111 : Bersama Archie, sangat menyenangkan

Perut kenyang membuat Marigold duduk dengan nyaman dan bahagia. Akhir-akhir ini, dirinya selalu merasa lapar dan lapar. Padahal tadi pagi, baru saja menyantap semangkuk bubur ayam, namun mulutnya tidak bisa menolak hidangan lezat yang tersaji di meja. Boro-boro sisa dan membungkus makanan, Marigold masih merasa lapar dan menambah makanan penutup berupa cake lava coklat yang creamy."Tuan Archie, terima kasih sudah mentraktirku makan besar dan lezat. Rasanya baru kali ini aku makan dengan puas. Ahh, perutku kenyang sekali."Archie tergelak geli pada sikap Marigold yang apa adanya, bersendawa pelan dan mengelus perutnya yang kekenyangan. Lalu katanya.. "Siap untuk melanjutkan petualangan hari ini?""Petualangan? Kita akan pergi kemana? Anda tadi mengatakan akan membawaku ke tempat yang spesial," cecar Marigold penuh semangat, lupa jika dirinya sedang bersama pria lain, bukan suaminya."Ayo, kita berangkat sekarang."Sejurus kemudian.."Kita.. ke taman bermain?" Alis Marigold terangkat k
Baca selengkapnya

Bab 112 : Kekhawatiran Max

"Hanya sebutir obat tidur dalam jus jeruknya.""Obat tidur?!" Archie terkejut mendengarnya. Plak."Kurang ajar!" Archie menampar pipi asistennya dengan keras. "Lancang sekali kamu menyakiti teman kencanku. Aku tidak menyuruhmu melakukan hal hina itu, Gerry! Brengsek! Memberi obat tidur, huh?! Aku Archie, seorang perayu ulung, harus menggunakan obat tidur untuk membawa seorang wanita ke tempat tidur?!" hardiknya murka. "Kamu sudah mencoreng wajahku dengan tindakan cerobohmu!""Maafkan saya, Tuan Archie. Saya terpaksa melakukannya," ucap datar Gerry menunduk. "Saya hanya ingin melihat Tuan Archie bahagia. Selama ini, puluhan wanita cantik dan seksi tidak pernah membuat Tuan Archie rileks serta tertawa lepas, seperti bersama Nyonya Marigold yang polos dan sederhana. Karena itu saya berinisiatif untuk memberinya obat tidur agar Tuan Archie bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya. Saya tahu, wanita ini tidak akan secara sukarela naik ke ranjang Tuan Archie. Maafkan kecerobohan say
Baca selengkapnya

Bab 113 : Jatuh

Acara besar dua tahunan The Alexander's Perfume diadakan di hotel keluarga Alexander yang terkenal. Banyak petinggi negara dan juga para pengusaha seluruh dunia datang untuk membicarakan bisnis serta investasi. Di kamar suite hotel, para istri Max berkumpul, tak terkecuali Marigold. Tujuh wanita itu telah berdandan paripurna, bak tujuh bidadari cantik yang turun dari khayangan."Hei Marigold, kamu kenapa? Kok terlihat tegang begitu?" Lotus, istri keenam bersimpati pada Marigold yang terlihat gelisah."Tentu saja dia gelisah, karena ini adalah acara besar pertamanya," komentar Chrysan sembari mengulurkan segelas minuman. "Nih minum dulu, supaya rileks.""Aku.." Marigold ragu menerima sesuatu dari Chrysan. Ingatan si dogi kecil yang mati keracunan, masih membuatnya trauma berdekatan dengan para istri, apalagi harus menerima sesuatu dari mereka."Ck, tidak ada racunnya," sembur Chrysan ketus, sembari meraih tangan Marigold dan menjejalkan gelas itu ke tangannya. "Jangan berpikir negatif
Baca selengkapnya

Bab 114 : Dilema Max

"Tuan Archie... membawa Nyonya Marigold ke IGD. Nyonya mengalami pendarahan hebat.""APA?!" Untung saja jantung Max kuat, jika tidak.. kejutan demi kejutan akan membuatnya mendapatkan serangan jantung saat ini juga. "Astaga.. pendarahan?! A-apa yang terjadi padanya? Cepat katakan padaku, Martin.""Sewaktu Tuan Archie membawa Nyonya Marigold ke kamar, tangannya merasakan basah pada punggung nyonya. Ketika dilihat, ternyata ada rembesan darah yang membuat noda merah besar pada gaun belakang Nyonya Marigold. Tanpa pikir panjang, Tuan Archie langsung membawa Nyonya Marigold ke rumah sakit." Terdengar nada cemas pada suara Martin yang biasanya berbicara dengan nada datar.Mendengar betapa parahnya kondisi istri kesayangannya, Max seolah jatuh ke dasar jurang tanpa dasar. Tidak-tidak.. tidak boleh terjadi sesuatu pada Marigold. Max tidak boleh kehilangan Marigold. Membayangkan akan kehilangan istri kecilnya, sudah membuat tubuh Max mati rasa, hidupnya pasti akan terasa hampa tanpa cinta Mar
Baca selengkapnya

Bab 115 : Laporan bikin panik

Pesan suara itu datang empat jam kemudian.Max bangkit dari ranjang, dimana dirinya menemani Orchid tidur. Di ruang duduk, Max membuka laptopnya dan mendapatkan pesan suara dari Martin, asisten pribadinya. Dengan kepala menunduk, seolah fokus pada laptopnya, mata Max menyapu setiap sudut ruangan dari kamar suite mewah ini. Chrysan, istri keduanya sedang menata kue camilan di atas piring. Lalu disebelahnya, ada Amarilis, istri kelimanya yang duduk di meja makan sembari menekuri ponselnya. Kemudian di balkon yang terbuka, Lotus, istri keenamnya, sedang melakukan gerakan senam yoga. Sedangkan kedua istri kembarnya, tidak nampak dimanapun.Max mengusap rambutnya dan menggerutu dalam hati... "Astaga, aku seperti bajak laut yang terpenjara di sarang wanita cantik, sama sekali tidak bisa bergerak bebas." Tidak ingin pesan suara dari Martin itu terdengar oleh para istrinya, Max langsung mengambil headset dan memakai di telinganya. Max tidak sabar mendengar kondisi terakhir Marigold, istri k
Baca selengkapnya

Bab 116 : Pesan-pesan meresahkan

Di kantor pusat Alexander.Max duduk di kursinya, memejamkan mata sembari memijat kepalanya, pemandangan itulah yang ditemukan Martin ketika masuk ke ruangan atasannya."Kamu baik-baik saja, Max?" tanya Martin khawatir.Max mendongak, mendapati sahabatnya menatapnya dengan cemas. Max menghela napas panjang sebelum menjawab.. "Aku.. baik-baik saja. Tapi aku akan hancur bila melihat Marigold kembali tersiksa. Bagaimana keadaannya? Apa Marigold sudah mendapatkan perawatan terbaik?""Minum ini dulu, Max. Kamu terlihat sangat kacau dan berantakan." Martin mengulurkan gelas pada Max. "Perihal Nyonya Marigold, serahkan saja padaku. Aku sudah meminta bantuan Nina untuk menjaganya."Max menghabiskan isi gelas dalam sekali teguk. "Nina? Siapa dia?" tanyanya dengan mengerutkan keningnya, tidak tahu siapa yang dimaksud Martin."Nina adalah sepupu Nyonya Marigold, dia sekaligus... istriku."Max memandang heran Martin, seolah pada kepala sahabatnya itu tumbuh dua tanduk aneh. "Is-istri?! Sejak kapa
Baca selengkapnya

Bab 117 : Bertengkar karena Orchid

PRANGGG..Gerakan Max yang sedang keluar dari mobil, sontak terhenti ketika mendengar suara benda pecah, disusul dengan suara teriakan bersahutan. Kepala Max menengadah memandang rumah mewah miliknya dengan kening berkerut, seolah baru pertama kali dirinya memperhatikan detail mansionnya. Sejak kapan, Edelweis mansion tidak lagi nyaman untuk ditinggali? Mansion ini adalah milik Tuan dan Nyonya Alexander, papa dan mama Max. Namun, sejak papa Max meninggal, mamanya tidak lagi mau tinggal sendirian di mansion mewah itu. Rumah itu terlalu besar, terlalu kosong, dan terlalu banyak kenangan, hingga membuat Nyonya Alexander memilih tinggal di apartemen mungil nan mewah daripada tinggal sendirian di Edelweis mansion."Tuan Max, untunglah anda segera datang." Seorang pria paruh baya berjalan cepat mendekati Max."Thomas, bunyi nyaring apa itu? Apa di dalam mansion sedang terjadi perang ufo?" tanya Max datar sembari menyerahkan jas beserta jaket panjangnya pada Thomas, kepala pelayan Edelweis
Baca selengkapnya

Bab 118 : Keputusan sulit

Max meninggalkan Orchid di rumah sakit untuk penanganan secara intensif, lalu kbali ke Edelweis mansion. Ada yang harus diselesaikan malam ini juga. Tadi Max sudah menelpon Thomas, kepala pelayan mansion, untuk menyuruh para istrinya berkumpul di ruang keluarga, satu jam lagi."Huft.."Max turun dari mobil lalu menarik napas panjang, merasakan hawa dinginnya malam menembus paru-parunya. Untuk kedua kalinya di malam itu, Max berdiri di depan teras Edelweis mansion. Sorot matanya menatap nanar seluruh bangunan mewah, peninggalan orang tuanya. Hati Max terasa pilu mengingat keputusan yang akan diambilnya malam ini. Cklek. Blam.Sepatu Max menggema ketika masuk ke dalam ruangan mansion. Alisnya terangkat ketika mendapati lima istrinya sedang duduk tanpa suara, bahkan tanpa menghidupkan lampu, seolah sedang dalam kondisi berkabung."Kenapa tidak menyalakan lampu?" tanya Max sembari menekan tombol saklar, membuat lima pasang mata itu mengerjap untuk menyesuaikan dengan lampu yang tiba-tiba
Baca selengkapnya

Bab 119 : Orchid berulah lagi

Sudah tiga hari sejak Marigold pingsan dan dibawa ke rumah sakit, Max sama sekali belum menjenguk istrinya itu. Max ingin membereskan semua urusan para istri sebelum menemui Marigold, istri kesayangannya itu. Setelah semua kerumitan rumah tangganya selama ini, Max berencana hanya ingin hidup berdua dengan Marigold, terlebih lagi saat ini istri kecilnya itu sedang mengandung bayinya. Anak yang selalu diinginkannya selama ini. Max tidak ingin hidupnya diperbudak lagi dengan ramalan konyol mengenai tujuh istri untuk meningkatkan perfoma perusahaannya. Huh, persetan dengan ramalan itu! Bukannya membuat dirinya fokus bekerja dan bahagia, tetapi malah menambah beban pikiran dan pusing tujuh keliling.Pagi ini, Martin sudah memberikan laporan tentang jawaban dari kelima istrinya. Chrysan, si kembar Lily dan Peony, dan Amarilis memutuskan untuk tetap berada dalam perlindungan Max. Hanya Lotus yang menginginkan perpisahan dengannya. Sangat disayangkan, karena Lotus adalah wanita yang pintar
Baca selengkapnya

Bab 120 : Desakan di rumah sakit

Satu jam sebelumnya. Di rumah sakit."Bagaimana perasaanmu, Marigold? Sudah merasa lebih baik? Punggungmu masih sakit kah? Semoga saja luka mengerikan itu tidak meninggalkan bekas," ucap Nina sepupunya, sembari mendorong kursi roda dari kamar VIP menuju ke taman rumah sakit. "Dan aku harap, ini adalah bobok terakhirmu di rumah sakit ya. Aku tidak habis pikir, sejak kamu menikah dengan si milyader ini, sudah tidak terhitung lagi berapa kali kamu masuk keluar rumah sakit. Padahal dulu saat masih gadis, batuk pilek saja ogah mampir mendekatimu karena tubuhmu terlalu sehat dan kuat bagai anak kerbau lepas kandang.""Nyinyir saja terus sampai dunia kiamat," gerutu Marigold yang melirik sebal pada Nina yang sedang memposisikan kursi roda yang ditumpanginya, di bawah pohon rindang. Nina mengabaikan omelan Marigold. Nina duduk, menengadahkan wajahnya ke langit biru, dan menarik napas panjang untuk menikmati udara. "Ah segarnya.." "Ck, segar apaan. Ini sudah hampir jam sebelas siang, Nina g
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status