Home / Romansa / Satelliciocis Satellite / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Satelliciocis Satellite: Chapter 21 - Chapter 30

104 Chapters

²¹ | Di Balik Tembok Kediamannya

Louis, Pete, dan Ian sudah membuat keputusan bahwa Louis akan mengendarai sepedanya sendiri sedangkan Pete dan Ian akan berboncengan karena Ian yang tak sempat menarik sepedanya keluar. Pemandangan itu membuat Louis tertawa di sepanjang jalan karena Ian duduk di depan, berposisi menyamping dengan kaki panjang miliknya yang ikut terayun persis layaknya seorang gadis dengan gaun indah mereka sehingga tampak seolah Pete sedang berboncengan dengan seorang gadis menggunakan sepedanya. 
Read more

²² | Si Pemilik Museum

Belum. Tak sampai di sana saja ketiga tamu Nordström disuguhkan sentuhan seni luar biasa hasil kerja keras Duncan Nordström. Mendekati ujung lorong, ada dua buah meja panjang di masing-masing sudut di mana keranjang bunga yang berukuran agak besar terbaring di sana menampung bunga-bunga menawan yang rapi dan tampak segar. Tampaknya para pekerja di rumah Nordström menggantinya secara berkala. 
Read more

²³ | Terbentuknya Blighty Boys dan Kepercayaan Pete

Di lantai dua, wujud seni lainnya menanti mereka tapi karena kehadiran Dan di sana yang tak berhenti berbicara membuat Pete, Ian, dan Louis sedikit mengacuhkan koleksi seni Duncan Nordström hingga mereka masuk ke dalam ruang rekreasi keluarga Nordström. Di tengah ruangan ada meja billiar besar beserta bola-bolanya yang tertata rapi. Sedikit ke kana
Read more

²⁴ | Kepulangan Duncan Nordström

"Aku tak percaya keajaiban. Aku tak percaya Tuhan." Kalimat yang Pete lontarkan tanpa tekanan dalam nada bicaranya itu, menuntun keheningan untuk menyelinap di tengah-tengah pertemuan aliansi mereka. Bahkan tak seorang pun dari mereka berpikiran untuk menanggapi hal yang salah ini. Meski demikian, selalu ada seseorang yang mencoba membawa rekan mereka kembal
Read more

²⁵ | Perdebatan yang Tak Biasa

Sentuhan toots piano yang mendeklarasikan setiap nada dalam lagu Humoresque karya Dvorak terdengar patah-patah mengisi seluruh penjuru ruang keluarga bahkan lorong di depannya. Kursi piano yang ada di paling sudut ruangan—dekat dengan jendela yang memiliki dua gorden berwarna putih gading panjang—pagi ini tampak istimewa karena dua orang harus berbagi satu kursi piano yang cukup panjang. 
Read more

²⁶ | Pembunuh Abraham Lincoln

"Ingat, aku juga memiliki sedikit pengetahuan tentang sastra dan sejarah. Tapi sedikitnya pengetahuanku tentang kedua bidang itu tetap terhitung lebih banyak darimu." Virginia segera menerka kakak laki-lakinya itu menggunakan senjata pengetahuan. "Meremehkan pengetahuan sejarahku?!" tanya Anthony dan Virginia pun mengangguk. "Tes kemampuannya, Vir," saran Lo
Read more

²⁷ | Pustakawati Perempuan Itu

Suasana Wistletone's School masih sama, menyenangkan. Namun, perpustakaan Wistletone's School tidak. Perpustakaan Wistletone's School terasa menyenangkan beberapa hari silam tapi tidak hari ini ketika Louis Wistletone menyadari tak ada sosok Martha Parnell di sana, hanya ada Nyonya Gilson. Senyumannya memudar. Ayahnya dan Anthony sudah pergi. Tujuan pengalihannya terlupakan. Namun, ia memiliki pemasukan ide lainnya untuk menjelajahi Wistletone's School guna menemukannya. 
Read more

²⁸ | Satelliciocis Satellite

Tampaknya seluruh kelas sedang kebanjiran keceriaan berbeda dengan beberapa kelas lainnya yang justru dihujani kebosanan dan kebingungan. Ketika Louis menjulurkan lehernya untuk menelisik pemandangan di balik jendela, suasana taman kanak-kanak ia rasakan sekali lagi setelah sekian tahun lulus dari sana dan memulai pendidikan sekolah dasarnya. Antusiasme yang paling kental dan membuatnya ingin lebih dekat dengan mereka yang sedang bersorak kegirangan tapi untuk suatu tujuan; menjawab pertanyaan. 
Read more

²⁹ | Di Bawah Atap Corsley

Beberapa jam setelahnya, Louis habiskan untuk sedikit bermain sepak bola dengan beberapa murid di lapangan belakang sekolah. Jasnya ditanggalkan dan kemeja putihnya sedikit bernoda. Ketika jam makan siang berdentang, para murid laki-laki memberikan tos kepada Louis sebelum pergi untuk berganti pakaian dan makan siang. 
Read more

³⁰ | Selamat Tinggal, Martha

Malam itu, ketika awan perlahan menutupi bulan, Louis terbangun dari tidurnya. Matanya menatap ruangan kamar yang sedikit gelap hanya disinari cahaya yang menyelinap dari celah pintu maupun jendela dan lampu tidurnya. Kemudian ia bangkit dan beralih untuk duduk di atas kursi belajarnya yang sudah tua. Terakhir ia mengganti set meja belajarnya ketika berusia empat belas tahun karena ia jarang sekali di rumah sejak kecil. Alasannya hanya satu; sebab ia menuntut ilmu di boarding school. 
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status