Home / Romansa / Cinta 80 kg / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Cinta 80 kg: Chapter 61 - Chapter 70

96 Chapters

Two Men

Alunan lagu sunda terdengar di rumah sederhana dengan tanaman sayuran tumbuh subur di depan rumahnya. Pak Tatang asyik menatap burung di sangkar, sambil bersuit-suit berharap burung itu mengoceh, tapi tetap saja ocehan istrinya lebih kencang dari ocehan burung miliknya. Burung pemberian Pak RT sebelum pindah ke Semarang. Pak Tatang sekarang yang menjabat ketua RT di komplek itu. Kesehatannya membaik dan aktif mengurus masyarakat. Emak Esih tengah menyapu halaman, buah mangga di depan rumah mereka sedang berguguran daunnya. Mak Esih mengomel saat melihat tumpukan daun mangga kering itu, tak lama kemudian Hida keluar dengan baju kantornya terlihat rapi. "Mau berangkat?" tanya Mak Esih. "Iya, Mak, Hida berangkat dulu, ada rapat penting, itu si Neng enggak mau bangun, aku udah bangunin masih aja tidur." "Biarin aja, katanya dia enggak masuk kerja, enggak enak badan. Aa berangkat aja, hati-hati di jalan, ya ganteng." Mak Esih tersenyum lalu Hida men
Read more

Shock

Irena sampai di gedung kantor tempat kakaknya bekerja. Hida sudah menunggu rupanya di depan gedung dengan wajah cemas dan tak lama kemudian wajahnya berubah sumringah saat melihat sang adik. Irena memberikan flashdisk milik sang kakak. "Makasih ya adikku sayang, kalau enggak ada kamu kakak bakal mati hari ini." "Lebay banget sih. Udah sana masuk, udah jam sembilan lebih ini. Aku mau main ke shelter Mas Reno." "Ya udah sana hati-hati." "Ho oh." jawab Irena, dia memeriksa ponselnya yang sejak tadi berisik. Rupanya ada pesan dari Mas Reno kalau hari ini dia ada di shelter dan Irena bisa datang. Irena kembali memasukkan ponsel ke dalam tas selempang miliknya. Lalu saat hendak pergi matanya tak sengaja melihat sosok Fero masuk ke gedung kantor di mana kakaknya bekerja. Kenapa Fero ada di sana? Dan kenapa kakaknya tidak mengatakan apa pun? Tapi pikirannya hanya sampai di situ saja. Dia sudah tidak peduli apa pun itu. Irena segera pergi ke halte busway. Tak sampai 1 ja
Read more

trouble

Irena bingung, pulang dengan menggendong kucing hitam dalam tas. Apa yang harus dia katakan pada kedua orang tuanya. Apa yang harus dia lakukan di depan mereka? Hida, orang yang sangat dia percaya setidaknya untuk saat ini, di saat hatinya terluka oleh dua orang laki-laki yang menyakitinya. Dia tidak rela melihat senyum kedua orang tuanya menjadi lautan kesedihan. Sakit rasanya, mengenang semua memori indah bersama sang kakak. Dia tidak sangka kakaknya mengecewakan keluarganya begitu saja. Melihat kedua orang tuanya sedang tertawa bersama melihat acara komedi. Bagaimana dia bisa berkata jujur lalu menghentikan tawa itu dan merubahnya jadi tangis kesedihan. "Udah pulang? Gimana tadi makanannya dikasih ke kakak kamu?" "Udah kok, oh ya aku sekarang melihara kucing ini. Boleh 'kan Pak?" "Boleh, asal kamu urus ya, kasih makan." "Iya, Pak. Aku mau mandi ya." Irena menaruh kucing itu di sofa dan tampak anteng dengan kedua orang tuanya. Dia melangkahkan kakinya ke k
Read more

split

Hida menghampiri sang adik dan menatapnya tajam. Dia tampak sangat marah kepada Irena yang sudah menghina Fero. "Apakah aku pernah mengajarkan kamu untuk jadi orang yang kasar! Apakah Bapak dan Ibu mengajarkan kamu untuk bicara jahat pada orang lain! Tahu apa kamu soal Fero, soal hubungan kami?! Kamu tidak tahu apa pun. Kamu hanya melihat dari sisimu!" Hida membentaknya keras. Irena terkejut seumur hidup, Kakak kandung yang sangat menyayangi dan mencintai dia, ada di garda paling depan saat dia tersakiti membentak dia begitu saja karena membela laki-laki itu. Irena tak percaya dengan semuanya. Dia menatap nyalang sang kakak. "Memang tidak pernah mengajarkan aku untuk berkata kasar pada orang lain ayah dan ibu kita juga tidak pernah mengajarkan itu padaku. Tetapi aku berkata kasar seperti itu karena aku ingin Kakak kembali ke jalan yang benar. Ini semua itu salah apa yang kalian lakukan itu salah baik dimata norma masyarakat maupun dimata agama atau kalian tidak mengerti it
Read more

conflict

Fero anak yang lahir dari seorang wanita yang mungkin kata orang adalah perusak rumah tangga orang. Sejak dia lahir, tidak pernah sedikit pun sang ayah mau menatapnya atau sekedar menggendongnya. Shanty berusaha untuk bicara pada suaminya namun tetap Hans tidak pernah sedikit saja melirik anak laki-laki dengan wajah manis itu. Rambutnya khas blasteran, matanya berwarna cokelat terang dan bibirnya mungil seperti bibir anak perempuan. Di pipinya bertaburan bintang alias freckles. Jarang sekali, ada anak laki-laki berwajah bule di sekitarnya. Fero tumbuh dengan cinta dan kasih sayang Bu Darmi dan Pak Tejo. Mereka adalah sepasang suami istri yang bekerja di keluarganya. Meksipun Hans tidak pernah mau mengakui Fero sebagai putranya, namun tetap dia bertanggung jawab pada Shanty. Hanya saja perempuan itu tidak mau berpangku tangan dan mengandalkan suami yang mungkin suatu saat meninggalkan dirinya. Shanty berkerja keras di sebuah perusahaan tekstil. Semakin lama, dia bertumbuh pesat dan m
Read more

Brother bag 1

Irena berhadapan dengan orang tuanya. Mereka menatap putri kesayangan mereka dengan tatapan meminta penjelasan. Irena mengigit bibirnya dan merasa jari jemarinya Tremor karena tatapan Bapaknya. "Sebenarnya ke mana Kakak kamu, ini sudah satu Minggu dia tidak ada. Bajunya juga kosong dan kopernya ikut raib. Dia juga tidak membalas pesan Bapak sama Ibu. Ribuan telepon pun tidak ada jawabannya. Kamu jujur sama Bapak, sebenarnya ada apa?" tanya Pak Tatang. "Pak, aku juga enggak tahu Kakak ke mana." "Bapak tahu kamu lagi menyembunyikan sesuatu dari Bapak, jujur saja. Bapak enggak akan marah. Apa kalian bertengkar?" "Aku enggak bisa jawab sekarang, Pak. Yang jelas aku bakal bawa Kakak pulang. Aku janji, maafkan aku." Irena tertunduk, matanya berkaca-kaca. Pak Tatang menyerah, dia tidak mau memaksa anaknya untuk bercerita apa yang sebenarnya terjadi. Malam itu Irena tidak dapat bekerja dengan baik lagi. Kebetulan dia jaga malam dan terus memikirkan bagaimana caranya memb
Read more

brother bag 2

Setelah pertemuan dirinya dengan Fero, belum ada kabar sama sekali dari sang Kakak kalau dia akan pulang ke rumah dan bertemu dengan kedua orang tua mereka. Irena berkali-kali mencoba menghubungi sang kakak namun hanya jawaban operator telepon yang dia dapatkan. Dia juga mencoba menghubungi Fero namun tidak ada jawaban dari anak laki-laki itu. Ayahnya sedang sakit keras kembali, mungkin karena terlalu banyak pikiran, ayahnya mengalami serangan hipertensi kembali. Sudah berapa hari pria paruh baya itu terbaring di ranjang rumah sakit. "Bapak, makan dulu biar cepet sembuh." Irena mengambil bubur yang diberikan pihak rumah sakit. Namun bapaknya terus menolak. Arie Lucas lagi-lagi menolongnya saat dia sedang kebingungan, ayahnya pingsan mendadak di rumah saat dia sedang masak untuk makan siang, dan ibunya masih berada di pengajian. Dia bingung harus bagaimana lalu tiba-tiba Arie datang hendak menemui dia dan buru-buru menggendong sang ayah ke rumah sakit. "Hida mana? Bapak mau
Read more

Goodbye my father

Hujan deras turun membasahi bumi, tanah merah bertabur dengan bunga yang masih baru. Sebuah na terukir di sana Tatang Wahyudi Bin Tole. Mak Esih berjalan tertatih dalam pelukan ibunya Arie. Wanita itu segera mengambil penerbangan paling cepat menuju ke Indonesia setelah dikabari jika ayah Irena meninggal dunia. wanita paruh baya itu, hanya bisa menangis dan kedua kelopak matanya tampak menjadi bengkak. Dokter tidak bisa menyelamatkan suaminya, dokter sudah berusaha keras untuk menyelamatkannya, namun sepertinya Pak Tatang mengalami syok yang mengakibatkan gagal jantung. Wajah Irena sungguh tidak bersahabat, tatkala melihat sang kakak berdiri dengan wajah pucat bersama kekasih lelakinya. "Untuk apa datang ke sini?! Sudah tercapai bukan apa yang kamu inginkan selama ini? Aku sudah katakan padamu berapa kali. Jangan katakan apapun pada orang tua kita, aku menahan diri untuk tidak berbicara apapun mengenai dirimu, tapi kamu semudah itu bicara tentang hubungan kalian berdua pad
Read more

Ego

Tujuh hari berlalu, ayahnya sudah pergi dan tidak akan pernah kembali untuk selamanya, ayahnya menyusul sang kakek yang sudah meninggalkan mereka 10 tahun lalu. Mak Esih masih sama, sepertinya dunianya mendadak runtuh saat Pak Tatang meninggal dunia dan anaknya pergi meninggalkan rumah. Irena setiap hari membujuk ibunya untuk keluar dari kamar, namun dia masih bersikeras berada di sana. Namun dia selalu Irena paksa makan walau hanya sesusap atau dua suap nasi. Mama Ayuni masih ada di sana, menginap di rumah Irena. Dia memberikan banyak bantuan di saat Irena terpuruk, ucapan yang bijak dan tidak pernah berhenti memberikan dia semangat. Arie juga selalu ada disampingnya, pulang bekerja dia akan langsung ke rumahnya. Arie juga sudah berhari-hari tidur di kamar Hida. Irena juga tidak keberatan dan mengizinkannya. Untuk saat ini dia belum bisa berpikir ke depannya seperti apa, dia fokus pada ibunya dan juga kehidupan keluarganya setelah Pak Tatang meninggal dunia. Dia otomatis jadi tulun
Read more

Talk

Irena berterima kasih pada Mbak Wendy, karena dia diizinkan cuti semaunya. Mbak Wendy mengerti akan keadaannya saat ini. Irena bisa masuk kapan saja ke cafe, gadis chubby itu menatap pantulan dirinya di cermin, matanya terlihat bengkak dan tubuhnya menurun drastis, kemarin saat iseng menimbang berat badannya jadi 70kg. Kejadian itu membuatnya stres dan nafsu makannya berkurang drastis, dia juga benar-benar down mental. Dia membuka galeri ponselnya, masih ada foto-foto dirinya dan sang ayah. Seketika matanya kembali memanas, lalu air mata turun dengan begitu derasnya. Bagaimana pun juga kehilangan seorang ayah seperti kehilangan pilar hidup. Lalu kakaknya pergi dan dia sekarang bingung, bagaimana menjalani hidupnya setelah ini. Bahunya gemetar, dan suara isak tangisnya terdengar sampai keluar. Arie membawa satu cangkir cokelat hangat dan membuka pintu kamar Irena. "Dont cry please." Arie terkejut melihat Irena menangis di lantai memeluk lutut sendiri. Arie segera menyimp
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status