Semua Bab Bunuh Aku, Sayang!: Bab 1 - Bab 10

103 Bab

MALAM PEMBATAIAN

“A – ampuni aku, bung … a – aku punya seorang putra di rumah. Ka – kalau boleh, ijinkan aku melihatnya untuk terakhir kali.” Dengan suara bergetar terbata, seorang pria tambun yang terpojok membungkuk dan memohon di depan pria yang berjalan lambat, tidak terburu-buru tetapi beraura predator. “Tolong … aku akan memberikan seluruh kekayaanku asal kau mau melepaskan aku.” Terdengar bunyi klik pertama langsung diikuti klik lainnya, pria itu meraung-raung semakin kencang, menyadari arti bunyi tersebut. Dalam genggaman tangan pria di depannya, telah teracung sepucuk senjata dengan posisi siap menembak. “Aku mohon … aku belum mau mati. Aku akan bertobat dan menjadi pria baik-baik …” pria itu meracau. Malaikat maut berdiri siaga di sebelahnya, siap menangkap nyawanya sesudah tembakan pertama dilepaskan. “Kata-kata terakhir?” Ucapan yang serupa ancaman itu menusuk telinga pria yang kini berlutut di tanah. “I – istriku … dia memasak sup asparagu
Baca selengkapnya

DILATIH MENJADI PEMBUNUH

Setelah teriakan meraungnya, ingatan terakhir Richie hanyalah tetesan hujan yang turun membasahi tubuhnya. Hingga kemudian dia terbangun dari tidur panjangnya dan melihat dirinya dalam keadaan telanjang, hanya memakai secarik kain menutupi bagian kemaluannya. Richie berusaha menggerakkan tubuhnya, tapi usahanya sia-sia. Kaki dan tangannya di pasangi papan penyangga yang berat. “Sialan! Di mana aku? Kenapa aku dipasung?” Matanya membelalak. Keringat dingin bermunculan di sela-sela dahinya. “Siapapun! Lepaskan aku!” Pintu kamar dibuka, seorang wanita berpakaian pelayan masuk membawa troli berisi obat-obatan. Seorang pria berkacamata bulat dengan wajah tenang tersenyum menatap Richie yang kebingungan. “Kau sudah bangun rupanya, nak … kami telah lama menunggumu.” “Siapa kau? Mau apa kau dengan tubuhku?” Pria itu tertawa kecil, “maaf kalau kau merasa dipermalukan. Lihat – badanmu penuh luka. Tanganmu patah, begitu juga dengan kakimu. Dalam keadaan
Baca selengkapnya

ANCAMAN DIBALIK TIKET BERLIBUR

Kembali pada masa kini, Richie dengan kekasih roda duanya memasuki halaman luas sebuah mansion yang tersembunyi di tengah hutan pinus. Udara dingin semakin menyergap, menusuk tulang. Richie memarkirkan kekasihnya di dekat kolam air mancur dan mengucapkan salam perpisahan. Dia berjalan menaiki puluhan anak tangga yang panjang. Kini, mansion yang luas itu hanya di huni oleh dirinya dan Alfa Boss. Kamar mereka berseberangan. Richie di sayap kanan, sementara boss-nya di sayap kiri – kamar utama di mansion itu. Richie menengok pintu kamar Alfa sebelum masuk ke kamar. Pintunya sedikit terbuka. Richie pun berbelok menuju kamar Alfa. Dia berniat mengajukan protesnya sekarang, mumpung pria itu masih terjaga. Namun, baru saja tangannya hendak mengetuk pintu kamar, terdengar suara terengah seorang wanita diiringi makian ala surgawi yang terucap dari mulut seorang pria. Richie mendengus jijik. Pria flamboyan berdarah dingin itu pasti sedang bercinta dengan salah satu gun
Baca selengkapnya

DIASINGKAN KE DESA KECIL

Richie terbangun gelagapan,  langit sudah berubah gelap. Lampu jalanan berpendar kekuningan dengan malas. Sayup-sayup dia mendengar suara ramai orang-orang yang mengobrol dan tertawa. Richie melompat dari posisi tidur lalu membuka matanya lebar-lebar.Tiga jam yang lalu dia tiba di Woodstock diantarkan seorang kakek tua suruhan Alfa. Sungguh menyedihkan, dia tidak diijinkan untuk membawa kekasihnya yang kedinginan di taman mansion. Setibanya di Woodstock, Richie langsung menyadari bahwa dirinya telah berhasil dibodohi boss-nya.Sepanjang jalan setapak yang dilaluinya tadi siang, dia sama sekali tak mendapati adanya tanda-tanda kehidupan penduduk desa. Daripada menyebut wilayah tersebut sebagai sebuah desa, Richie lebih setuju kalau menyebutnya sebagai tempat jin buang anak.Sunyi, kering dan mati – tiga kata itu berhasil menjelaskan kenapa Woodstock yang dipilih Alfa Boss sebagai tempat ‘berlibur’ Richie. “Alfa Boss berengsek!”
Baca selengkapnya

GADIS PELAYAN BAR

Gerakan spontan Richie mencuri perhatian sebagian besar orang yang berada di dalam bar. Tetapi orang-orang itu hanya bersikap siaga sebagai penonton, bukan sebagai orang yang hendak menolong. Richie menarik tinggi kerah baju pemuda itu. Mata mereka bertemu dan Richie dapat melihat getaran di kedua bola mata lawannya. “Berapa usiamu? 20 tahun? Pakai otakmu untuk memikirkan masa depan, bukan untuk melecehkan seorang gadis!” Richie menggeram – jarak wajah mereka terpisah satu jengkal saja. “Cih! Siapa suruh dia memakai rok sependek itu? Jadi saja aku memakai otakku untuk membayangkan bokong di balik roknya,” pemuda itu cukup bernyali menjawab kata-kata Richie, membuat Richie semakin bernafsu mengencangkan tarikannya. Tenggorokan pemuda itu tercekik, “be-berani bertaruh, kau juga suka membayangkan hal yang sama kan, pak – pak  tua?” ucapnya terbata. Richie melirik Patty yang berdiri kaku di sampingnya. Diamati dari dekat, gadis itu memang sangatlah c
Baca selengkapnya

TERGORES PISAU

Masih terlalu pagi, semalaman Richie gagal memejamkan matanya. Ternyata sekalipun dikatakan liburan, instingnya tidak serta merta berlibur. Tempat satu-satunya yang bisa membuatnya tertidur seperti bayi hanyalah di mansion. Di luar sini dia tetap harus terjaga dari bahaya yang sewaktu-waktu mengicarnya.Saat pikirannya masih dipenuhi dengan pertanyaan mengenai seperti apakah desa Woodstock ini sesungguhnya, Richie melihat serombongan pria yang berjalan melewati depan karavannya.Sebuah truk telah menunggu mereka. Supir truk tampak marah-marah meneriaki rombongan itu. "Lebih cepat! Masuk! Masuk! Kita sudah terlambat!” teriaknya sambil menggerak-gerakkan tangannya.Salah seorang pria menengok ke arah karavan. Mungkin dia menyadari kalau kini ada seseorang yang menghuni karavan itu. Richie merapatkan tubuhnya ke dinding karavan. Dia belum ingin lagi berinteraksi dengan banyak warga di sana setelah kejadian semalam.Richie mengapit kedua tangan di sela-
Baca selengkapnya

HANYA TINGGAL SENDIRIAN

Richie tiba di rumah Patty setelah perjalanan cukup menegangkan menggunakan sepeda mini yang dikayuh gadis itu dengan kepayahan. Richie menyumpah serapah sepanjang perjalanan sambil menahan darah yang merembes dari celah pakaiannya. Sumpah serapahnya teruntuk pada dirinya sendiri yang bisa-bisanya lengah dari seorang pemuda bau kencur. “Maafkan aku, paman … gara-gara aku paman jadi terluka.” Patty bergegas membukakan pintu bagi Richie. “Silahkan masuk dulu, paman … aku akan mengambil kotak P3K.” “Kau tinggal di sini?” Richie mendongak pada bangunan dua lantai bergaya Mediterania yang klasik. Kelihatannya, dari semua rumah yang ada di Woodstock, rumah itulah yang paling mewah. “Iya, paman. Ayo masuk cepat … sedikit banyak aku tahu cara mengobati luka …” ucap Patty penuh percaya diri. “Sedikit banyak?” Richie meringis. Harusnya tadi lebih baik dia minta diantarkan ke karavannya saja. Mati perlahan karena kehabisan darah rasanya akan lebih elegan ketimba
Baca selengkapnya

BAHAYA YANG MENGINTAI

“Patty! Bahaya! Kau dalam bahaya!” Seorang pemuda berwajah panik melepaskan alas kakinya dengan sembarangan dan menerobos ke dalam rumah Patty. “James? Kenapa berteriak?” Patty balas berseru sambil melanjutkan langkahnya menuju dapur. Pemuda seusia Patty itu mengabaikan Richie yang sedang bersandar di kursi dan berjalan melewatinya begitu saja. James terus membuntuti Patty, berseru-seru menyuruh gadis itu untuk berhenti dan mendengarkannya sebentar saja. Kata bahaya yang dia ulang-ulang membuat telinga Richie berdengung. “Berisik! Katakan saja langsung, ada bahaya apa? Aku sudah terbiasa dengan bahaya,” gerutu Patty sambil mengisi gelas dengan air hangat untuk diberikan kepada Richie. James menyambar gelas yang telah diisi dan meneguknya sampai habis. “Aaahh! Kau tahu? Aku berlari sepanjang jalan agar bisa cepat sampai ke rumahmu.” “Apa aku harus peduli dengan itu? Kembalikan gelasnya! Aku mengisinya bukan untukmu, dasar bodoh!” James
Baca selengkapnya

MASUK DALAM JEBAKAN

“James! Ohh Tuhan! Kau terluka?” Patty kalap. Tangannya meraba-raba tubuh James yang ambruk menimpa sisi kakinya.“Apa itu?! Seseorang mencoba membunuh kita?!” Suara James bergetar. Tangannya menyilang melindungi kepalanya.Richie berjongkok, lalu berjalan mengendap-endap mendekati jendela. Dalam sikap awas, Richie menyadari kekonyolannya yang lain. Dia meninggalkan tiga set senjata apinya di dalam karavan.Richie berdecak, lanjut berjalan dengan hati-hati menghindari pecahan kaca yang berserakan di lantai. Dia merapatkan tubuhnya ke tembok di bawah bingkai jendela yang kosong. Dari sana dia melihat sisi kayu jendela yang mencuat tergores peluru.Richie menyipitkan matanya, menganalisa. Perluru tersebut ditembakkan dari jarak jauh dan penembaknya tentu saja seorang profesional yang dengan sengaja menyerempetkan pelurunya, untuk mengurangi kecepatannya. Richie menyapu tatapannya ke lantai, mencari butiran keemasan yang berkilau.
Baca selengkapnya

GAIRAH GADIS BELIA

Lidah Patty menggelitik telapak tangan Richie. Kemudian menjilati jari-jari kekar pria itu dengan liar. Richie tak pernah menyangka kalau liburannya akan begitu memacu adrenalin. Sapuan lidah Patty berhenti. Gadis itu berdiri dari posisi berlututnya dan melepaskan satu persatu pakaian yang dia kenakan.“Kau sempurna …” desis Richie.Patty membungkukkan badannya, seolah menyerahkan dadanya yang ketat dan indah itu kepada Richie. Bibir mereka bertemu dengan cepat. Mulut Patty basah dan panas. Sambil terus berciuman, Richie memainkan dada Patty yang begitu pas di tangannya.“Hmm …” desahan pertama lolos dari mulut Patty, gairah Richie semakin membara. Patty memejamkan matanya dalam-dalam. Jemarinya perlahan mulai merambati leher Richie yang berkeringat.Lalu, layaknya sebuah keajaiban dari liburan yang tak terduga, mendadak Patty sudah dalam posisi sempurna di atas tubuh Richie. Mereka bukan lagi hanya berciuman, gadis i
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status