/ Romansa / Terjerat Cinta Masa Lalu / 챕터 31 - 챕터 38

Terjerat Cinta Masa Lalu의 모든 챕터: 챕터 31 - 챕터 38

38 챕터

Dia datang lagi

Sudah satu bulan Karina menumpang di rumah mertuanya, Satria masih menganggur karena belum mendapatkan pekerjaan, Pak Agung menawarkan Satria untuk bekerja di perusahaannya, namun Satria menolak, dengan alasan dia ingin mandiri dan tidak bergantung kepada orang tua. Pagi ini Satria sedang duduk di dekat kolam renang, menikmati udara pagi yang cerah, sedangkan Cahya dia selalu ikut kemanapun Bu Ayu pergi, pagi ini Cahya ikut berjalan-jalan dengan Bu Ayu ke taman yang tak jauh dari rumahnya. "Mas, Mau sampai kapan kita kayak gini terus?" tanya Karina sambil membawakan secangkir teh hangat untuk Satria. "Bawel amat sih, Aku juga lagi berusaha," sentak Satria, entah kenapa akhir-akhir ini dia menjadi kasar, padahal Karina bicara secara baik-baik, namun Satria selalu membentaknya
더 보기

Awal keretakan

"Apa-apaan sih kamu Mas," sentak Karina dengan mata melotot dan napas yang berburu. Karina yang penurut kini berani melawan suaminya sendiri, semenjak Satria bangkrut keharmonisan rumah tangga mereka mulai terkikis, Karina dan Satria menjadi sering berdebat. "Urusin nih anak kamu, nggak tau orang lagi pusing apa!" hardik Satria tak kalah garang. "Cahya sayang, kamu masuk dulu ya ke dalam, Bunda mau bicara dulu sama Ayah," bujuk Karina, dia tidak mau Cahya mendengar perdebatan mereka, dia takut karena sering mendengar orang tuanya bertengkar, akan berpengaruh kepada mental Cahya yang masih polos dan tidak tau apa-apa. Setelah Cahya sudah tidak terlihat, Karina mulai berbicara dengan Satria. 
더 보기

Pov.Karina

Hari ini suasana hatiku sedang tidak baik-baik saja, makin kesini sikap Satria makin menyebalkan. Iseng-iseng kubuka aplikasi berwarna biru, saat sedang asyik berselancar di dunia maya, mataku tertuju pada salah satu akun yang meminta pertemanan, kupikir itu hanya akun palsu jadi aku melewatinya begitu saja. Saat aku membuka messenger, kulihat banyak pesan spam yang masuk, salah satunya dari akun yang bernama Sep Dehan Lintang Tsuryo, akun yang tadi sempat kulihat di barisan permintaan pertemanan. Karena penasaran aku iseng membalas pesannya, sebenarnya siapa pemilik akun ini, foto profilnya sepertinya aku pernah melihatnya, seorang pria yang sedang berdiri membelakangi kamera dan menghadap ke pantai, dengan baju kemeja bermotif daun yang sedang tren pada masanya. [ Hay cantik, boleh kenalan ] begitulah isi pesannya. [ Iya ] jawabku singkat, tentu karena aku tidak ingin terlihat
더 보기

Ketemu lagi

"Kamu mau kemana? Tumben pagi-pagi begini sudah rapi, pake make up, emm wangi lagi, jadi curiga aku," tegur Satria, yang baru saja bangun dari tidurnya. Satria mengucek matanya sambil menguap, ciri khas orang yang baru saja bangun tidur, dia bangun dan memeluk Karina dari belakang. "Mandi dulu Mas, nanti nular baunya," ledek Karina dia berbalik dan memegang dagu Satria. "Aku berangkat dulu ya, sarapan juga udah aku siapin di meja makan," ujar Karina, sambil melepaskan pelukan Satria. "Kamu mau kemana?" tanya Satria, dia menahan tangan Karina, dan menariknya kembali ke dalam pelukannya. "Mas minta maaf soal kemarin, Mas khilaf, dan Mas janji akan berubah, hari ini Mas akan mulai bekerja di perusahaan Papa, jangan marah lagi ya," bujuk Satria. "Aku nggak marah kok Mas, tapi tolong kali ini jangan larang aku, hari ini aku akan melamar pekerjaan." 
더 보기

Cahya tenggelam

"Assalamualaikum," ucap Karina saat memasuki rumah yang terlihat sepi. Saat Karina hendak masuk ke dalam kamar, samar-samar terdengar suara gaduh dari arah belakang, dia seperti mendengar suara Bu Ayu memeriaki nama Cahya. Karina melempar paper bag ke atas kasur, dengan tergesa-gesa Karina berjalan dengan cepat ke belakang rumah, disana terlihat Satria dan Bu Ayu yang sedang menangis histeris. Karina tidak mengerti mengapa mereka menangis, dia melepas sandal heels nya kemudian berjalan ke arah Bu Ayu, persendian Karina terasa lemas saat melihat putrinya tengah tergeletak lemah tak berdaya diatas rumput, Bu Ayu terus mengguncang tubuh Cahya, namun gadis kecil itu tetap diam dengan bibir yang sudah pucat. Karina panik sambil ngomel dia mengangkat tubuh Cahya, dan membawanya ke dalam rumah. "Cahya kenapa Ma? jawab Mas? Kalian kenapa diam saja? Kenapa putriku bisa sampai seperti ini?
더 보기

Cahya Kritis

"Ada yang ingin saya sampaikan, ini menyangkut penyakit yang di derita oleh anak Bapak dan Ibu," ujar dokter Irfan, dia menggeser kursi dan memperbaiki posisi duduknya. Tatapan mata dokter Irfan terlihat sangat serius, membuat jantung Karina berpacu dengan cepat. "Dari hasil pemeriksaan yang kami lakukan, anak Ibu harus menjalani pengobatan rutin." "Emangnya anak saya kenapa, Dok?" tanya Karina. "Anak Ibu mengidap penyakit gagal ginjal," ucap dokter Irfan. Degh…Jantung Karina seperti berhenti berdetak, nafasnya mendadak sesak, dunia Karina runtuh, saat mendengar anak semata wayangnya mengidap penyakit kr
더 보기

Cahya meninggal

Semua keluarga tidak ada yang menyangka Cahya akan pergi secepat ini, gadis kecil yang sangat periang, ternyata memendam suatu penyakit yang mematikan, Karina sangat terpukul atas kepergian anak semata wayangnya, dia terus menangis meratapi tubuh Cahya yang sudah terbujur kaku. "Ibu-ibu ayo kita angkat jenazahnya ke belakang, pemandiannya sudah siap," ucap Bu Rini, dia orang yang sudah biasa memandikan jenazah orang yang meninggal. "Apakah ada anggota keluarga yang mau ikut memandikan jenazah?" tanya Bu Rini. "Saya akan ikut memandikan jenazah anak saya," ujar Karina, dia bangkit dari duduknya, dengan badan yang masih lemas, Karina dibantu oleh Bu Ayu berjalan ke arah pemandian. Proses pemandian telah selesai, jenazah Cahya sudah siap untuk di kafani, saat semua orang sedang larut dalam kesedihannya masing-masing, tiba-tiba seorang pria bertubuh kekar berlari menghampiri jenazah Cahya dan meraung-rau
더 보기

Rahasia yang terungkap

"Sudah diam, jangan bertengkar lagi!" bentak Karina. Satria dan Dehan yang semula adu mulut kini mendadak diam, tidak ada yang berani berbicara. Tubuh gadis kecil itu terbujur di liang lahat. "Siapa yang akan mengadzani almarhum?" tanya seorang Ustad. "Saya Ustadz," jawab Dehan. "Bohong, saya Ustadz, dia anak saya, jadi saya yang berhak mengadzani almarhum," sanggah Satria. "Status kamu hanya Ayah sambung, akulah yang berhak karena aku adalah Ayah biologisnya," balas Dehan. "Biar saya saja Ustadz." Semua mata tertuju ke arah sumber suara tersebut, Pak Agung turun ke liang lahat dan mengadzani Cucunya untuk terakhir kalinya. Bu Ayu dan Karina berpelukan saling menguatkan, tubuh mungil Cahya telah hilang di timbun tanah, kini tinggalah sesal yang tersisa. "Sudah ayo pulang, biar
더 보기
이전
1234
DMCA.com Protection Status