Semua Bab Kupu-Kupu Kertas: Bab 21 - Bab 30

46 Bab

Chapter 21

Mayang mondar mandir di taman belakang. Tidak jauh dari tempatnya mondar mandir, Bu Mitha tengah menikmati paparan sinar matahari pagi. Mayang gelisah. Sesungguhnya ia mempunyai janji dengan Pak Adam hari ini. Janjinya tentu saja berhubungan dengan prospekannya kemarin. Pak Adam setuju untuk membeli asuransinya. Dan hari ini jadwalnya closing dengan Pak Adam. Itu artinya ia harus menemui Pak Adam untuk menandatangani perjanjian asuransi, sebagai bentuk persetujuan  perjanjian pertanggungan. Masalahnya, kemarin ia baru saja libur. Dan ia segan untuk meminta izin keluar. Ia takut kalau Bu Mitha tidak mengizinkannya. Namun ia harus bukan? Sayang sekali komisinya kalau ia melewatkan kesempatan baik ini.  "Kamu kenapa, Mayang? Dari tadi saya perhatikan kamu gelisah sekali. Mondar-mandir terus. Ada hal yang ingin kamu bicarakan pada saya atau bagaimana? Bilang saja. Saya pusing melihatmu berputar-putar saja seperti gasing di sini." 
Baca selengkapnya

Chapter 22

 "Untuk apa Mas mau tau saja semua urusan saya?" "Saya 'kan cuma bertanya. Kalau kamu tidak mau menjawab, ya sudah."  "Baik. Sebelum saya menjawab pertanyaan Mas, bolehkan saya mengajukan satu pertanyaan dulu?" "Silakan," "Untuk apa Mas ingin tau  segala hal tentang saya? Padahal Mas bilang, Mas sangat membenci saya bukan? "Saya penasaran saja." "Penasaran soal apa?" "Soal jati diri laki-laki dari masa lalumu. Saya ingin tahu seperti apa dirinya. Dan kalau memungkinkan saya juga ingin menemuinya." "Menemuinya untuk apa, Mas?" "Untuk bertanya apakah ia sudah bahagia karena melepasmu dengan keji dulu." Sembari menyusun pakaian-pakaian Bu Mitha  yang sudah disetrika rapi ke dalam lemari, pikiran Mayang terus mengembara. Sungguh, ia sulit untuk memahami
Baca selengkapnya

Chapter 23

"Kenapa lo diem, Sa? Jawab dong pertanyaan gue? Ngapain lo mau ngurusin hidup Mayang?" Nada suara Sena mulai naik beberapa oktaf. Mayang mengernyit putus asa. Suara Sena semenggelegar ini. Mustahil rasanya kalau penghuni rumah tidak mendengarnya.  Mayang gugup. Ia takut kalau keadaan jadi tidak terkendali. Sepertinya Sena marah sekali. Posisi tubuhnya menegang. Kedua kakinya sedikit terbuka dan lengan bersedekap. Mayang curiga, kalau Sena telah mendengar sebagian besar pertengkarannya dengan Mahesa. Karena sorot mata Sena tampak lain. Sena terlihat seperti ingin mencabik-cabik sesuatu.  Mahesa tidak menjawab. Tetapi gestur tubuhnya tidak kalah tegang dengan Sena. Kedua telapak tangannya terkepal erat di sisi tubuh. Aura permusuhan juga terang-terangan diperlihatkan Mahesa. Ia sengaja menghadirkan smirk tipis penuh penghinaan pada Sena. Kedua laki-laki di depannya ini seakan lupa kalau sesungguhnya mereka berdua adalah ipar.
Baca selengkapnya

Chapter 24

Mayang mengumpulkan barang-barang pribadinya ke atas ranjang. Menumpuknya hingga menjadi gundukan kecil. Sebenarnya barang-barang pribadinya hanya sedikit. Tetapi karena Bu Mitha selalu memberikannya ini dan itu, kini barang-barangnya tiga kali lipat dari yang seharusnya. Koper kecilnya sudah pasti tidak muat menampungnya.  Tidak kehilangan akal, Mayang teringat pada kantongan serba guna yang pernah diberikan Bu Mitha padanya. Kantongan seperti itu dulu kerap Bu Mitha bawa ke luar negeri untuk berbelanja. Dari Indonesia kantongan itu kosong dan dilipat di dalam koper. Dan saat tiba di luar negeri, kantongan itu diisi dengan berbagai barang belanjaan.  Mayang membuka sisi lemari. Mengeluarkan satu kantongan besar dan mulai mengisinya dengan barang-barang pribadinya. Mayang memindai jam dinding. Sudah pukul empat pagi. Ia memang tidak bisa memejamkan mata lagi setelah kejadian di ruang kerja Pak Candra selesai. Sesuai dengan perminta
Baca selengkapnya

Chapter 25

"Om polisi dedemit? Maksud kamu kamu apa, Dek? Mbak nggak ngerti?" Mayang bingung melihat Kiran yang panik luar biasa, saat melihat satu mobil pribadi terbuka. Ada seorang polisi gagah yang baru saja turun dari mobil, dan langsung meneriakkan perintah-perintah. "Ck! Bukan dedemit, Mbak. Tapi AKBP Demitrio Atmanegara. Itu... tuh... perwira polisi yang sedang marah-marah itu." Kiran menunjuk seorang  perwira polisi gagah dengan dagunya. Setelahnya Kiran menyembunyikan wajahnya lagi. "Oh, nama pak polisinya Demitrio. Kok kamu manggilnya om polisi Demit? Rio rasanya lebih bagus, Dek." Walau terjaring razia, Mayang kasihan juga mendengar nama sang perwira yang sebenarnya bagus, dipanggil Demit oleh Kiran. Sepertinya Kiran dan Demitrio ini cukup akrab. Makanya Kiran berani menjulukinya seperti itu. "Kalau temennya memang manggil si om polisi itu Rio, Mbak. Tapi kalau musuh,  manggilnya Demit." Kiran tiba-tiba menghen
Baca selengkapnya

Chapter 26

"Ngapain Mas Sena kemari?" Mayang yang masih dalam posisi duduk di sudut ruangan, menengadah. Sena berdiri menjulang di hadapannya. "Kok ngapain? Ya buat ngebuktiin kalo lo bukan PSK lah. Kapan lo yang nyuruh gue nelpon si Citra. Si Citra ngasih nomor telepon Pak Sena ini."  Alih-alih mendapat jawaban dari Sena, Firdha lah yang menjawab pertanyaannya. Firdha muncul dari balik punggung Sena. Sosoknya yang mungil tertutupi oleh tubuh tinggi besar Sena. "Kamu membawa KTP 'kan?" Sena tidak menjawab pertanyaannya. Mungkin ia merasa kalau jawabannya sudah lebih dulu diwakilkan oleh Firdha. Mayang mengangguk. Ia sedang tidak dalam suasana hati yang baik untuk bermanis-manis dengan Sena.  "Kalau begitu, ikut saya. Kita akan menyelesaikan masalah ini secepatnya." Tertular pada sikapnya yang irit berbicara, Sena juga berbicara seperlunya.  Mayang menepuk lembut bahu Kiran ya
Baca selengkapnya

Chapter 27

Mayang tengah menjahit renda-renda pada lingerinenya, saat Firdha muncul dari ruang tamu. Akhir-akhir ini ia tengah senang menjahit. Dimulai dari saat ia menemukan bakal kain tidak terpakai Firdha, dan menjahitnya menjadi lingerine seksi. Iseng, Firdha menguploadnya ke media sosialnya dengan caption ; lingerie anti pelakor made in dewe. Keseksian Anda dijamin membuat suami betah di rumah. Silakan pesan sesuai ukuran. Tersedia mulai dari ukuran imut-imut ngemut, hingga semok-semok nonjok.  Firdha tidak menyangka kalau postingan iseng-isengnya itu mendapat apresiasi dari istri-istri para nasabahnya. Dan mereka pun meminta untuk dibuatkan lingerie anti pelakor dengan motif yang berbeda-beda. Saat Firdha memberitahunya tentang pesanan istri para nasabahnya, Mayang menyambut gembira. Ia menganggap mungkin ini adalah jalan dari Yang Maha Kuasa dalam memberinya rezeki halal.  Hari-hari berikutnya ia mulai sibuk menyelesaikan pesanan. Fird
Baca selengkapnya

Chapter 28

Ini adalah kali kedua Mayang mendatangi Rumah Sakit Jiwa ini. Kali pertama ia datang bersama dengan Sena. Dan kali ini ia menyambanginya sendirian. Kedatangannya kali ini bukan tanpa alasan. Justru ia sedang membawa misi khusus. Misi di mana hasil pembicaraannya dengan Bu Zainab nantilah, yang akan menjadi tolak ukur masa depannya. Ia akan menceritakan kehamilannya pada Sena, atau ia akan menanggung semuanya sendiri.  Mayang melewati pintu gerbang. Berjalan lurus ke bagian pintu masuk utama rumah sakit. Ia harus menemui petugas rumah sakit terlebih dahulu untuk meminta izin menemui Bu Zainab.  Pada saat melewati tempat parkir, Mayang menghentikan langkahnya. Ia seperti melihat mobil Bu Mitha. Mobil ini kerap dikendarai oleh Pak Indra apabila Bu Mitha beraktivitas. Misalnya ke dokter atau sekedar nge-mall saja. Pak Indra adalah supir yang paling disukai Bu Mitha.  Penasaran Mayang berjalan menghampiri mobil
Baca selengkapnya

Chapter 29

Sena membelokkan arah stir mobil ke rumah sakit jiwa dengan cepat. Ia tidak sabar ingin bertemu dengan ibunya. Makanya saat berbelok pun ia tidak mengurangi kecepatan. Sesaat sebelum mobil memasuki pelataran parkir, Sena seperti melihat bayangan Mayang masuk ke dalam mobil. Namun Sena segera mementahkan dugaannya. Mana mungkin Mayang berani kembali ke sini, setelah diserang oleh ibunya. Sendirian lagi. Pasti itu hanya orang yang kebetulan mirip dengan Mayang saja. Setelah mobil di parkir lagi-lagi ia seperti melihat mobil Bu Mitha yang sering disopiri oleh Pak Indra. Tetapi apa mungkin? Untuk apa Bu Mitha ke Rumah Sakit Jiwa ini? Ponselnya bergetar. Dokter Farah kembali meneleponnya. Dokter Farah memintanya lebih bergegas. Penampakan soal mobil Bu Mitha pun ia abaikan. Lebih baik ia segera menemui ibunya. Sena segera berlari melintasi ruangan demi ruangan di rumah sakit. Telepon dari dokter Farah yang kembali menyuruhnya bergegas, mendatangk
Baca selengkapnya

Chapter 30

"Silakan diminum, Mas. Maaf cuma ada kopi sachet-an. Saya baru pindah hari ini. Kopi sachet ini pun, milik pengontrak yang tertinggal. Tapi tidak kadaluarsa kok, Mas. Saya sudah mengecek tanggal expiry date-nya."  Mayang buru-buru menjelaskan pada Sena bahwa kopinya layak dikonsumsi. Karena Sena sontak menghentikan gerakan minum kopinya di udara, saat mendengar kata yang ketinggalan tadi. "Tidak masalah, May. Lagi pula setahu saya, belum ada orang yang meninggal hanya karena minum kopi sachet yang sudah kadaluarsa." Sena jijik sendiri mendengar gurauan garingnya. Sungguh ia bukan type laki-laki yang mudah untuk merangkai kalimat manis. Apalagi bercanda. Perudungan demi perudungan yang kerap ia terima dulu, mempengaruhi kepercayaan dirinya. Jujur, hingga ia sesukses ini pun, rasa minder terkadang sesekali muncul. "Ya, siapa tau juga, kasus Mas Sena ini adalah untuk yang pertama kalinya." Mayang b
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status