"Om polisi dedemit? Maksud kamu kamu apa, Dek? Mbak nggak ngerti?" Mayang bingung melihat Kiran yang panik luar biasa, saat melihat satu mobil pribadi terbuka. Ada seorang polisi gagah yang baru saja turun dari mobil, dan langsung meneriakkan perintah-perintah.
"Ck! Bukan dedemit, Mbak. Tapi AKBP Demitrio Atmanegara. Itu... tuh... perwira polisi yang sedang marah-marah itu." Kiran menunjuk seorang perwira polisi gagah dengan dagunya. Setelahnya Kiran menyembunyikan wajahnya lagi.
"Oh, nama pak polisinya Demitrio. Kok kamu manggilnya om polisi Demit? Rio rasanya lebih bagus, Dek." Walau terjaring razia, Mayang kasihan juga mendengar nama sang perwira yang sebenarnya bagus, dipanggil Demit oleh Kiran. Sepertinya Kiran dan Demitrio ini cukup akrab. Makanya Kiran berani menjulukinya seperti itu.
"Kalau temennya memang manggil si om polisi itu Rio, Mbak. Tapi kalau musuh, manggilnya Demit." Kiran tiba-tiba menghen
"Ngapain Mas Sena kemari?" Mayang yang masih dalam posisi duduk di sudut ruangan, menengadah. Sena berdiri menjulang di hadapannya."Kok ngapain? Ya buat ngebuktiin kalo lo bukan PSK lah. Kapan lo yang nyuruh gue nelpon si Citra. Si Citra ngasih nomor telepon Pak Sena ini."Alih-alih mendapat jawaban dari Sena, Firdha lah yang menjawab pertanyaannya. Firdha muncul dari balik punggung Sena. Sosoknya yang mungil tertutupi oleh tubuh tinggi besar Sena."Kamu membawa KTP 'kan?" Sena tidak menjawab pertanyaannya. Mungkin ia merasa kalau jawabannya sudah lebih dulu diwakilkan oleh Firdha. Mayang mengangguk. Ia sedang tidak dalam suasana hati yang baik untuk bermanis-manis dengan Sena."Kalau begitu, ikut saya. Kita akan menyelesaikan masalah ini secepatnya." Tertular pada sikapnya yang irit berbicara, Sena juga berbicara seperlunya.Mayang menepuk lembut bahu Kiran ya
Mayang tengah menjahit renda-renda pada lingerinenya, saat Firdha muncul dari ruang tamu. Akhir-akhir ini ia tengah senang menjahit. Dimulai dari saat ia menemukan bakal kain tidak terpakai Firdha, dan menjahitnya menjadi lingerine seksi. Iseng, Firdha menguploadnya ke media sosialnya dengan caption ; lingerie anti pelakor made in dewe. Keseksian Anda dijamin membuat suami betah di rumah. Silakan pesan sesuai ukuran. Tersedia mulai dari ukuran imut-imut ngemut, hingga semok-semok nonjok.Firdha tidak menyangka kalau postingan iseng-isengnya itu mendapat apresiasi dari istri-istri para nasabahnya. Dan mereka pun meminta untuk dibuatkan lingerie anti pelakor dengan motif yang berbeda-beda. Saat Firdha memberitahunya tentang pesanan istri para nasabahnya, Mayang menyambut gembira. Ia menganggap mungkin ini adalah jalan dari Yang Maha Kuasa dalam memberinya rezeki halal.Hari-hari berikutnya ia mulai sibuk menyelesaikan pesanan. Fird
Ini adalah kali kedua Mayang mendatangi Rumah Sakit Jiwa ini. Kali pertama ia datang bersama dengan Sena. Dan kali ini ia menyambanginya sendirian. Kedatangannya kali ini bukan tanpa alasan. Justru ia sedang membawa misi khusus. Misi di mana hasil pembicaraannya dengan Bu Zainab nantilah, yang akan menjadi tolak ukur masa depannya. Ia akan menceritakan kehamilannya pada Sena, atau ia akan menanggung semuanya sendiri.Mayang melewati pintu gerbang. Berjalan lurus ke bagian pintu masuk utama rumah sakit. Ia harus menemui petugas rumah sakit terlebih dahulu untuk meminta izin menemui Bu Zainab.Pada saat melewati tempat parkir, Mayang menghentikan langkahnya. Ia seperti melihat mobil Bu Mitha. Mobil ini kerap dikendarai oleh Pak Indra apabila Bu Mitha beraktivitas. Misalnya ke dokter atau sekedar nge-mall saja. Pak Indra adalah supir yang paling disukai Bu Mitha.Penasaran Mayang berjalan menghampiri mobil
Sena membelokkan arah stir mobil ke rumah sakit jiwa dengan cepat. Ia tidak sabar ingin bertemu dengan ibunya. Makanya saat berbelok pun ia tidak mengurangi kecepatan. Sesaat sebelum mobil memasuki pelataran parkir, Sena seperti melihat bayangan Mayang masuk ke dalam mobil. Namun Sena segera mementahkan dugaannya. Mana mungkin Mayang berani kembali ke sini, setelah diserang oleh ibunya. Sendirian lagi. Pasti itu hanya orang yang kebetulan mirip dengan Mayang saja.Setelah mobil di parkir lagi-lagi ia seperti melihat mobil Bu Mitha yang sering disopiri oleh Pak Indra. Tetapi apa mungkin? Untuk apa Bu Mitha ke Rumah Sakit Jiwa ini?Ponselnya bergetar. Dokter Farah kembali meneleponnya. Dokter Farah memintanya lebih bergegas. Penampakan soal mobil Bu Mitha pun ia abaikan. Lebih baik ia segera menemui ibunya. Sena segera berlari melintasi ruangan demi ruangan di rumah sakit. Telepon dari dokter Farah yang kembali menyuruhnya bergegas, mendatangk
"Silakan diminum, Mas. Maaf cuma ada kopi sachet-an. Saya baru pindah hari ini. Kopi sachet ini pun, milik pengontrak yang tertinggal. Tapi tidak kadaluarsa kok, Mas. Saya sudah mengecek tanggal expiry date-nya."Mayang buru-buru menjelaskan pada Sena bahwa kopinya layak dikonsumsi. Karena Sena sontak menghentikan gerakan minum kopinya di udara, saat mendengar kata yang ketinggalan tadi."Tidak masalah, May. Lagi pula setahu saya, belum ada orang yang meninggal hanya karena minum kopi sachet yang sudah kadaluarsa."Sena jijik sendiri mendengar gurauan garingnya. Sungguh ia bukan type laki-laki yang mudah untuk merangkai kalimat manis. Apalagi bercanda. Perudungan demi perudungan yang kerap ia terima dulu, mempengaruhi kepercayaan dirinya. Jujur, hingga ia sesukses ini pun, rasa minder terkadang sesekali muncul."Ya, siapa tau juga, kasus Mas Sena ini adalah untuk yang pertama kalinya." Mayang b
"May, kalo gue bikin lingerine anti valakor yang modelnya lebih seksoy dari ini boleh nggak, May?" Sarah membolak-balik bahan satin yang akan dijadikan lingerie. Berbagai macam ide berseliweran di kepalanya. Kain berbahan satin lemas seperti ini, sangat cantik jika dipadukan dengan renda-renda imut manjah ulala. Dengan begitu penjualan mereka pasti akan lebih meningkat lagi."Boleh dong, Sar. Gue akan membebaskan kalian semua berkreasi seinovatif mungkin. Namun satu hal yang harus diingat, kualitas kita harus tetap terjaga. Lo buat aja model yang lo mau untuk PO bulan depan," sahut Mayang sembari terus menjahit."Siap ibu bos, MY The Label." Sarah memberi jempol, yang seketika dipelototi oleh Mayang. Sejak brand MY The Label mulai eksis di pasaran, teman-temannya ini mulai memanggilnya dengan sebutan ibu boss. Mayang malu mendengarnya. Terkesan seperti seorang pebisnis besar saja."Jangan manggil-manggil gue ibu bo
"Sepertinya laki-laki ini pernah beberapa kali ke sini ya, May?" Bu Nania memperhatikan sosok Mahesa yang berjalan mendekat."Eh, dia juga pernah datang dan menanyakan kamu pada saya, sewaktu kamu tidak ada di rumah. Siapa dia, May?" Bu Renny tiba-tiba teringat pada sosok yang dulu bolak-balik mencari Mayang."Dia...""Bisa kita bicara berdua, May?" Belum sempat Mayang menjawab pertanyaan Bu Renny, Mahesa sudah lebih dulu mengajukan permintaan."Maaf, Mas. Saya kira tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan. Lagi pula saya akan segera menjadi istri orang. Saya tidak mau menjadi sumber fitnah jika kita berbicara berduaan."Sebenarnya Mayang sudah muak sekali menghadapi Mahesa. Namun demi kesopanan ia tetap memberi muka pada Mahesa. Bagimanapun perasaannya pada Mahesa, ia harus menjaga adab kesopanan."Wah, kamu mau menikah ya, May? Selamat ya?" Bu Syukri,
Mayang berdiri di ambang pintu rumahnya. Ia melambaikan tangan pada Bu Mitha dan para kerabat yang akan kembali ke ibukota saat ini juga. Kala akan masuk ke dalam mobil, Bu Mitha mengalungkan lengan pada leher Pak Candra. Dan Pak Candra dengan sigap menggendong Bu Mitha dari atas kursi roda. Memindahkan Bu Mitha ke dalam mobil. Pak Indra, sang supir keluarga, dengan sigap segera melipat kursi roda. Sementara Suster Nani duduk di samping Bu Mitha. Ternyata setelah ia resign, suster Nani lah yang merawat Bu Mitha.Mayang tersenyum haru saat melihat betapa percayanya Bu Mitha saat mengalungkan lengan ke leher Pak Candra tadi. Padahal ada supir yang lebih muda dan kuat dan juga suster Nani.Begitu juga dengan Pak Candra. Si bapak memilih untuk menggendong istrinya dengan tenaga seadanya, daripada memberikan tugas itu pada supir atau perawat. Seperti inilah seharusnya cinta. Di mana kepercayaan dan kepedulian menjadi bagian paling uta