"Silakan diminum, Mas. Maaf cuma ada kopi sachet-an. Saya baru pindah hari ini. Kopi sachet ini pun, milik pengontrak yang tertinggal. Tapi tidak kadaluarsa kok, Mas. Saya sudah mengecek tanggal expiry date-nya."
Mayang buru-buru menjelaskan pada Sena bahwa kopinya layak dikonsumsi. Karena Sena sontak menghentikan gerakan minum kopinya di udara, saat mendengar kata yang ketinggalan tadi.
"Tidak masalah, May. Lagi pula setahu saya, belum ada orang yang meninggal hanya karena minum kopi sachet yang sudah kadaluarsa."
Sena jijik sendiri mendengar gurauan garingnya. Sungguh ia bukan type laki-laki yang mudah untuk merangkai kalimat manis. Apalagi bercanda. Perudungan demi perudungan yang kerap ia terima dulu, mempengaruhi kepercayaan dirinya. Jujur, hingga ia sesukses ini pun, rasa minder terkadang sesekali muncul.
"Ya, siapa tau juga, kasus Mas Sena ini adalah untuk yang pertama kalinya." Mayang b
"May, kalo gue bikin lingerine anti valakor yang modelnya lebih seksoy dari ini boleh nggak, May?" Sarah membolak-balik bahan satin yang akan dijadikan lingerie. Berbagai macam ide berseliweran di kepalanya. Kain berbahan satin lemas seperti ini, sangat cantik jika dipadukan dengan renda-renda imut manjah ulala. Dengan begitu penjualan mereka pasti akan lebih meningkat lagi."Boleh dong, Sar. Gue akan membebaskan kalian semua berkreasi seinovatif mungkin. Namun satu hal yang harus diingat, kualitas kita harus tetap terjaga. Lo buat aja model yang lo mau untuk PO bulan depan," sahut Mayang sembari terus menjahit."Siap ibu bos, MY The Label." Sarah memberi jempol, yang seketika dipelototi oleh Mayang. Sejak brand MY The Label mulai eksis di pasaran, teman-temannya ini mulai memanggilnya dengan sebutan ibu boss. Mayang malu mendengarnya. Terkesan seperti seorang pebisnis besar saja."Jangan manggil-manggil gue ibu bo
"Sepertinya laki-laki ini pernah beberapa kali ke sini ya, May?" Bu Nania memperhatikan sosok Mahesa yang berjalan mendekat."Eh, dia juga pernah datang dan menanyakan kamu pada saya, sewaktu kamu tidak ada di rumah. Siapa dia, May?" Bu Renny tiba-tiba teringat pada sosok yang dulu bolak-balik mencari Mayang."Dia...""Bisa kita bicara berdua, May?" Belum sempat Mayang menjawab pertanyaan Bu Renny, Mahesa sudah lebih dulu mengajukan permintaan."Maaf, Mas. Saya kira tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan. Lagi pula saya akan segera menjadi istri orang. Saya tidak mau menjadi sumber fitnah jika kita berbicara berduaan."Sebenarnya Mayang sudah muak sekali menghadapi Mahesa. Namun demi kesopanan ia tetap memberi muka pada Mahesa. Bagimanapun perasaannya pada Mahesa, ia harus menjaga adab kesopanan."Wah, kamu mau menikah ya, May? Selamat ya?" Bu Syukri,
Mayang berdiri di ambang pintu rumahnya. Ia melambaikan tangan pada Bu Mitha dan para kerabat yang akan kembali ke ibukota saat ini juga. Kala akan masuk ke dalam mobil, Bu Mitha mengalungkan lengan pada leher Pak Candra. Dan Pak Candra dengan sigap menggendong Bu Mitha dari atas kursi roda. Memindahkan Bu Mitha ke dalam mobil. Pak Indra, sang supir keluarga, dengan sigap segera melipat kursi roda. Sementara Suster Nani duduk di samping Bu Mitha. Ternyata setelah ia resign, suster Nani lah yang merawat Bu Mitha.Mayang tersenyum haru saat melihat betapa percayanya Bu Mitha saat mengalungkan lengan ke leher Pak Candra tadi. Padahal ada supir yang lebih muda dan kuat dan juga suster Nani.Begitu juga dengan Pak Candra. Si bapak memilih untuk menggendong istrinya dengan tenaga seadanya, daripada memberikan tugas itu pada supir atau perawat. Seperti inilah seharusnya cinta. Di mana kepercayaan dan kepedulian menjadi bagian paling uta
"Kamu kenapa sih, May? Dari tadi Ibu lihat, kamu itu gelisahhh terus. Ada apa? Jangan bilang kalau kamu berniat membatalkan pernikahan? Ibu akan betul-betul marah kali ini!"Bu Sunarsih was was melihat tingkah putri sulungnya ini. Setelah beberapa hari lalu terlihat bahagia karena akan menikah, tetapi pada hari H-nya seperti ini malah terlihat seperti orang linglung. Bu Sunarsih takut kalau Mayang akan berubah pikiran. Mayang ini orangnya tidak bisa diprediksi. Alamat malu besarlah kalau Mayang kembali berulah seperti dulu.Saat ini putrinya tengah dirias oleh seorang perias pengantin kenamaan kota ini. Wajah putrinya yang biasanya polos, saat ini terlihat sangat cantik. Dengan kebaya putih gading model kutubaru berenda emas yang anggun, putrinya terlihat ayu dan bersahaja. Hanya saja, Bu Sunarsih tidak melihat aura bahagia di wajah putrinya. Alih-alih bahagia, air muka putrinya malah terlihat penuh beban. Bagaimana
Ijab kabul yang dikuti acara makan-makan ala kadarnya telah usai tiga jam yang lalu. Tamu-tamu yang sebagian besar adalah tetangga dan kerabat dekat juga telah kembali ke kediaman masing-masing. Rencana awal untuk mengadakan resepsi hingga malam hari, telah dibatalkan. Mengingat bahwa terlalu banyak masalah yang harus diselesaikan.Seperti membuat pengaduan pada pihak yang berwajib, atas pasal perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan oleh Mahesa, Tince dan juga Susi. Sebelum ke kantor polisi untuk membuat pengaduan tadi, Sena memberitahunya akan satu hal. Bahwa kasus Mahesa dan Tince cs ini tergolong ringan. Namun Sena tetap ingin memprosesnya. Setidaknya hal ini akan memberi efek jera. Mereka pasti akan berpikir berkali-kali, sebelum kembali mengulangi perbuatan jahat seperti ini lagi.Saat ini suasana dalam rumah begitu muram. Sedari tadi Mayang memperhatikan kedua orang tuanya duduk tercenung di kursi kayu ruang tamu. Ayah dan ib
Ijab kabul yang dikuti acara makan-makan ala kadarnya telah usai tiga jam yang lalu. Tamu-tamu yang sebagian besar adalah tetangga dan kerabat dekat juga telah kembali ke kediaman masing-masing. Rencana awal untuk mengadakan resepsi hingga malam hari, telah dibatalkan. Mengingat bahwa terlalu banyak masalah yang harus diselesaikan. Seperti membuat pengaduan pada pihak yang berwajib, atas pasal perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan oleh Mahesa, Tince dan juga Susi. Sebelum ke kantor polisi untuk membuat pengaduan tadi, Sena memberitahunya akan satu hal. Bahwa kasus Mahesa dan Tince cs ini tergolong ringan. Namun Sena tetap ingin memprosesnya. Setidaknya hal ini akan memberi efek jera. Mereka pasti akan berpikir berkali-kali, sebelum kembali mengulangi perbuatan jahat seperti ini lagi.Saat ini suasana dalam rumah begitu muram. Sedari tadi Mayang memperh
Mayang mengamati Sena yang tengah mengenakan jas hitamnya di atas kemeja yang berwarna hitam juga. Malam ini mereka akan menghadiri acara gathering yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia. Menurut Sena acara-acara seperti ini memang selalu mereka lakukan, demi menjaga relasi antar satu pengusaha dengan pengusaha lainnya.Dengan terjadwalnya pertemuan-pertemuan gathering seperti ini, akan semakin mengakrabkan satu dengan lainnya. Mereka akan berkumpul dan membahas masalah-masalah bisnis dalam suasana santai. Biasanya dalam pertemuan-pertemuan seperti ini, mereka akan mendapatkan project-project baru yang potensial.Mayang sangat mengerti akan hal ini. Karena ia dulu kerap mengikuti acara-acara seperti ini, dalam status yang berbeda tentu saja. Ia biasa dijadikan Lady Escort oleh para pengusaha yang menyewa jasanya. Mememani mereka minum-minum, atau sekedar berbasa basi busuk dengan pengusaha-pengusaha lainnya. Naman
"Kita sudah sampai, Bu." Teguran supir taksi online memutus lamunan Mayang. Mayang memandang sekeliling. Ternyata ia berada di pintu gerbangsebuah Rumah Sakit Jiwa. Mayang tertegun. Dalam kekalutannya, ternyata ia menekan alamat Rumah Sakit Jiwa baru, tempat Bu Zainab dirawat pada aplikasi taksi onlinenya.Sepeninggal taksi online Mayang berjalan ke pintu gerbang. Sudah kadung berada di sini, sekalian saja ia menjenguk ibu mertuanya. Walau ia tidak yakin apakah akan diizinkan menjenguk. Mengingat jam besuk telah lewat.Syukurnya ia diperbolehkan menjenguk karena dianggap sebagai penanggung jawab keluarga. Bukan tamu biasa. Hanya saja ia diperingatkan untuk menjenguk pada jam-jam yang sudah ditentukan, apabila tidak ada hal-hal yang bersifat urgensi. Rumah Sakit Jiwa ini ternyata jauh lebih flexible dari Rumah Sakit Jiwa Bu Zainab yang lama.Mayang segera mengganti pakaiannya dengan seragam perawat, dan
"Para hadirin yang berbahagia. Pembangunan suatu negara hakikatnya adalah bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar stabil. Dan goalsnya adalah menunjukkan grafik yang terus naik. Oleh karena itu, target utama yang menjadi landasan munculnya program-program nasional adalah pengentasan kemiskinan dan pengurangan pengangguran."Mayang membuka pidato seminar kewirausahawan mandiri yang diselenggarakan oleh Dewan Pengurus Cabang Himpunan Penyelenggara Pelatihan dan Kursus Indonesia. DPCHPPKI ini secara khusus mengundangnya untuk memberikan pidato singkat tentang pengembangan Sumber Daya Manusia.Walaupun tengah hamil besar, Mayang tetap menerima undangan ini. Ia paling semangat jika diminta untuk memotivasi orang-orang. Ia ingin memberikan sedikit ilmu, namun banyak semangat kepada para generasi muda. Sudah saatnya kaum milenial ini berwiraswasta dan membuka lapangan pekerjaan. Daripada mereka ha
Enam bulan kemudian.Mayang memandangi rumahnya, yang kini telah menjadi rumah produksi usaha kecilnya. Kesibukan para teman-teman lamanya, yang dulu merupakan mantan PSK, membuatnya tersenyum haru.Sarah, Tikah, Yayuk, sibuk mengemas pakaian-pakaian yang telah selesai dijahit oleh Bu Nania dan Bu Syukri. Sementara Rita, Bu Renny dan Maria tengah asyik mencetak kue-kue. Bu Renny dan Bu Warsih sibuk memanggang. Beberapa mantan PSK yang dibawa oleh Sarah dan Tikah, terlihat dengan teliti menyusun kue-kue ke dalam toples. Mereka yang terakhir bergabung ini, memang belum mempunyai keahlian apa-apa. Yang mereka bawa hanyalah niat dan semangat untuk mengubah jalan hidup. Mayang sangat bangga dengan tekad kuat mereka semua.Mayang masih ingat, enam bulan lalu, ia memulai usaha kecil-kecilannya ini dengan Firdha. Ajang coba-coba kalau menurut istilah Firdha. Ia memulai bisnis dengan bakal kain tidak terpakai Fi
"Hallo, Pa. Kabar Nia baik. Papa tidak usah khawatir," getaran dalam suara Nia membuat hati Sena ikut bergetar. Ia sadar kalau ia sudah berlaku tidak adil pada Nia. Karena kisruhnya hubungan para orang-orang dewasa, hak-hak Nia hampir saja ia rampas."Iya, Pa. Nia juga kangen. Nia ngerti kok, Pa. Papa harus mencari uang yang banyak demi masa depan Nia. Nia sudah sudah besar sekarang. Jadi Nia sudah tahu kesulitan orang-orang dewasa. Hehehe." Sena membuang muka saat melihat Nia berusaha tertawa di tengah derai air matanya."Nggak apa-apa, Pa. Rindunya akan Nia tabung dulu biar banyak. Nanti kalau kita sudah boleh bertemu, akan Nia keluarkan semua rindu yang Nia kumpulkan. Papa tidak usah sedih. Perasaan Nia pada Papa tidak akan berubah di mana pun Papa berada. Di dunia ini, Nia cuma punya Papa. Mama kan sudah meninggalkan Nia lebih dulu. Jadi, Papa jangan lupa kalau ada Nia di sini ya, Pa?" pinta Nia dengan suara memelas.&
"Harus bisa, Mbak. Kita sudah terlalu lama memupuk dendam untuk hal yang sebenarnya bisa kita bicarakan. Mulai saat ini kita membahas hal yang ringan-ringan saja ya, Mbak? Coba Mbak yang mulai dulu. Cari topik pembicaraan yang menarik."Bu Mitha memutuskan untuk mengubah topik pembicaraan. Dirinya kan baru saja baikan dengan Zainab sekarang. Masa ia mereka berdua sudah ribut lagi saja?"Oke. Mari kita membahas hal yang ringan-ringan saja. Sekarang Mbak tanya, kenapa kamu tidak menyemir rambutmu, Mitha? Lihat itu, ubanmu sudah piknik ke mana-mana. Membuat penglihatan Mbak tercemar saja, sebagai sesama perempuan. Ke salon dong, Mitha. Jangan seperti orang susah," cibir Zainab.Bu Mitha memutar bola mata. Waktu berlalu, masa berganti. Namun Zainab ini tetap saja menempatkan penampilan di atas segala-galanya."Aku sedang malas ke salon, Mbak. Karena salon adalah tempat kumpulan kelompok ghiba
"Coba buka pintu gudang ini, Nani. Kalau agak susah membukanya karena lama tidak diminyaki, panggil saja Mang Ujang."Bu Mitha meminta suster Nani membuka gudang yang sudah lama sekali tidak pernah ia kunjungi. Ia ingat ada beberapa barang yang dulu sengaja ia sembunyikan di sana. Dan sore ini tiba-tiba saja ia ingin membongkarnya."Akan saya coba membukanya sendiri dulu ya, Bu? Kalau nanti tidak bisa, baru saya akan memanggil Mang Ujang," tukas suster Nani. Ia tidak mau menyusahkan Mang Ujang."Terserah kamu saja. Yang penting saya bisa masuk ke sana," ujar Bu Mitha datar. Benaknya saat ini dipenuhi dengan kenangan-kenangan masa lalu. Setelah Sena dan Mayang berpamitan, semua kejadian di waktu lalu seperti saling berdesakan ingin keluar. Daripada ia pusing sendiri, ia bermaksud membaginya dengan Zainab. Siapa tahu dengan begitu bebannya akan berkurang. Bonus rasa penasarannya akan terjawab. Karena menurut Sena, keadaan
Mayang termangu. Ia sama sekali tidak menduga kalau Bu Zainab adalah kakak seayah dengan Bu Mitha. Karena Sumitro Iskandar itu adalah ayah kandung Bu Mitha. Pantas saya Bu Zainab kerap menceracau kalau ia adalah anak buangan. Ibu kandung tidak menginginkan keberadaannya. Sementara ayah kandungnya tidak mengetahui kalau ia ada. Kasihan sekali Bu Zainab."Saya lanjutkan ya?!" Suara keras Nek Tinah membuat lamunan Mayang buyar seketika."Silakan, Nek!" sahut Mayang tak kalah keras."Aini sudah lama menyukai Pak Sumitro, anak majikannya. Namun sayangnya Pak Sumitro sudah menikah dengan Widya. Hanya saja mereka belum dikaruniai momongan. Makanya Pak Broto, ayah Sumitro kerap bertengkar dengan Sumitro, karena Widya tidak kunjung hamil. Maklum saja, Sumitro itu anak tunggal. Tentu saja Pak Broto mengharapkan ada yang meneruskan silsilah keluarga.Suatu hari Sumitro yang dipaksa menikah lagi oleh
Mayang baru saja ingin memejamkan mata, saat terdengar suara-suara bernada tinggi dari luar kamar. Mayang seketika menegakkan tubuh. Sepertinya suara-suara itu berasal dari ruang tamu. Malam ini ia dan Sena memang menginap di rumah mertuanya. Bu Mitha dan Pak Candra beralasan sudah terlalu malam bagi mereka untuk pulang. Menurut mereka sebaiknya ia dan Sena menginap saja. Tidak baik kalau wanita yang tengah hamil muda pulang malam-malam.Demi menghormati kedua mertuanya, ia dan Sena memutuskan untuk menuruti keinginan Bu Mitha dan Pak Candra. Makanya malam ini ia pun tidur di kamar Sena dulu.Ketika suara-suara itu makin lama makin meninggi, Mayang bermaksud memeriksa keadaan. Siapa yang bertengkar saat tengah malam begini? Di rumah ini hanya ada Pak Candra, Bu Mitha, Manda, Nia dan Suster Nani. Sementara Ceu Esih, dan Mang Ujang, tidur di paviliun belakang. Berarti yang saat ini ribut-ribut adalah antara mereka semua. Mayang men
"Kamu kenapa tegang sekali, Mayang? Kita akan menghadiri acara makan malam keluarga. Bukannya menghadiri sidang. Jangan tegang begitu. Ayo tarik napas dulu."Di antara langkah-langkah kecil dirinya dan Sena, yang tengah memasuki rumah keluarga Dananjaya, Sena menghentikan langkahnya. Mayang yang berjalan di sisi Sena, refleks ikut berhenti juga. Sena benar. Malam ini Mayang memang sangat tegang hingga ia merasa mual.Ini adalah kali pertamanya memasuki rumah keluarga Dananjaya dengan status yang berbeda. Yaitu sebagai menantu. Bukan lagi sebagai perawat Bu Mitha, yang kini sudah berstatus sebagai ibu mertuanya. Walau bagaimanapun Sena dibuahi, ia adalah anak dari dari Pak Candra. Otomatis secara hukum, Sena adalah anak Bu Mitha juga. Bagaimana ia tidak tegang karenanya?"Ayo, tarik napas panjang dulu," Sena mengulangi kalimatnya. Mayang segera menarik napas panjang, dan menghembuskannya perlahan sebanyak tiga
"Kita sudah sampai, Bu." Teguran supir taksi online memutus lamunan Mayang. Mayang memandang sekeliling. Ternyata ia berada di pintu gerbangsebuah Rumah Sakit Jiwa. Mayang tertegun. Dalam kekalutannya, ternyata ia menekan alamat Rumah Sakit Jiwa baru, tempat Bu Zainab dirawat pada aplikasi taksi onlinenya.Sepeninggal taksi online Mayang berjalan ke pintu gerbang. Sudah kadung berada di sini, sekalian saja ia menjenguk ibu mertuanya. Walau ia tidak yakin apakah akan diizinkan menjenguk. Mengingat jam besuk telah lewat.Syukurnya ia diperbolehkan menjenguk karena dianggap sebagai penanggung jawab keluarga. Bukan tamu biasa. Hanya saja ia diperingatkan untuk menjenguk pada jam-jam yang sudah ditentukan, apabila tidak ada hal-hal yang bersifat urgensi. Rumah Sakit Jiwa ini ternyata jauh lebih flexible dari Rumah Sakit Jiwa Bu Zainab yang lama.Mayang segera mengganti pakaiannya dengan seragam perawat, dan