"Hah?! Gila kali, ya. Uang segitu banyak dari mana?" Tidak bisakah orang ini berpikir panjang? Kenapa dia malah mau memelorotiku. "Ini siapa, sih? Kenapa ngancam-ngancam?" tanyaku kesal. "Selain tidak pintar, kamu juga lambat berpikir, ya."Mendengar itu, wajahku memerah. Orang ini, membuatku marah saja. Dasar menyebalkan. "Anak kamu ada di tangan saya. Saya tunggu satu kali dua puluh empat jam. Atau anak ini, tidak akan pernah selamat."Aku mengembuskan napas pelan. Diam beberapa saat. Baiklah, aku akan menghubungi Kak Anton. Bertanya bagaimana baiknya. Baru saja menyalakan ponsel, Kak Anton sudah menghubungi duluan. Aku menggeser tombol berwarna hijau. "Halo, Ndre. Kamu dimana? Udah ketemu belum sama Rea?""Belum, Kak, tapi—""Astaga, kemana anak itu. Kenapa gak ketemu juga?""Ada yang nelepon Andre, Kak. Ada suara Rea juga, tapi dia minta tembusan lima ratus juta."Kak Anton diam sejenak di sana. "Posisi dimana, Ndre? Mbak sama Kakak kesana sekarang.""Masih di depan rumah,
Read more