Beranda / Romansa / Titik terakhir / Bab 1 - Bab 10

Semua Bab Titik terakhir: Bab 1 - Bab 10

19 Bab

Tentangku yang kumengerti

"Aku janji tidak akan pergi. Aku akan bertanggung jawab." Ujar Angga kala itu sambil menangis tersedu.Bersikap seolah-olah memang akulah tambatan terakhir yang dituju. Seolah Angga memang benar-benar meletakkan hatinya disudut lemari hatiku.Aku tidak berusaha untuk menagih janji. Aku tidak berusaha menghakimi bahwa Anggalah yang mengingkari. Aku tau, dulu Angga hanya mabuk. Mencintaiku seolah aku adalah wanita terakhir dimuka bumi yang menjadi teko Aladin miliknya.Aku cukup paham. Memaksa seseorang untuk tetap tinggal adalah sebuah kesalahan. Atau memaksa seseorang untuk tetap cinta adalah hal yang sia-sia.Mungkin Angga tidak pernah mengerti bagaimana lukanya dibuat berharap. Tidak pernah mengerti dibuat takutnya akan sebuah kehilangan. Walau mungkin dia juga pernah memberiku sebuah kebahagiaan, walau sekedar dimasa lalu.Terkadang ada masa dimana aku memang benar-benar merindukannya. Bahkan terlintas dipikiran ku untuk mengulang kembali kenang
Baca selengkapnya

Prolog

Beberapa orang tidak pernah tau bagaimana rasanya tenggelam dalam jurang masa lalu. Atau bisa jadi mereka telah mengarungi lebih dulu dan mampu berdiri dipuncak masa depan.Tetapi aku masih di sini. Di persimpangan jalan antara masa lalu dan masa depan. Rupanya kepalaku telah belajar menoleh kebelakang teramat dalam sampai aku salah kereta. Kereta masa depan yang seharusnya ku naiki. Aku malah bersandar nyaman dengan kereta masa lalu.Sampai suatu ketika logika itu datang menyadarkan ku. Seharusnya aku tidak pernah ada didalam kereta ini.Dalam kondisi sadar dan tidak aku mencoba untuk lari. Diantara gerbong-gerbong sesekali aku terjatuh. Ku dapati sebuah pintu. Tetapi kereta tidak mau berhenti. Dia terus berjalan cepat. Yang bisa aku lakukan untuk menyadarkan diriku sendiri hanya satu. Melukai diri sendiri agar fokus ke masa depan.Aku memutuskan untuk lompat dari kereta. Mengabaikan suatu kemungkinan bah
Baca selengkapnya

Part 1: Saldaga

Tidak ada yang hidup dalam raga yang bisu. Tidak ada yang berdetak dalam raga yang merobot.Ada banyak sekali alasan untuk aku ingin kembali ke masa lalu dan merubah segalanya. Tapi keadaan dan kenyataan memaksa untuk tak acuh."Rani! Cepetan, jadi makan tidak?"Aku masih asik dengan android yang melekat ditangan ketika mendengar suara merdu dari arah dapur. Merebahkan tubuh santai di ranjang berkelambu usang. Sambil tengkurap, aku cukup terkejut dengan teriakan beliau.Tanpa aba-aba aku segera mematikan setelan video di android yang memang berisi konten hot kissing. Bergegas bangun dari tengkurap, aku mulai berjalan sambil mengikat rambut yang berantakan tak ubahnya jerami kusut. Di sana aku mendapati ibu yang tengah sibuk memasak."Lauknya apa?" Ujarku ringan. Seolah tidak memiliki rasa penyesalan dengan apa yang telah ku tonton sebelum ini.Tayangan tersebut hampir seti
Baca selengkapnya

Part 2: Sekali lagi

Sejak lulus SMK di usia sembilan belas tahun. Aku memilih tidak melanjutkan kuliah. Mencoba peruntungan bekerja di dunia luar untuk sekedar meringankan beban orang tua.Merantau ke Jogja bekerja sebagai karyawan rumah makan. Itu tidak masalah. Karena yang paling penting adalah kenyamanan ku. Seengaknya, aku tidak mendengar cek-cok yang setiap hari berkumandang di rumah. Hanya sebulan sekali ketika aku liburan.Dua hari. Setiap sekonnya terasa begitu cepat. Sampai tanpa sadar waktu liburan ku buang percuma tanpa bercanda gurau dengan keluarga, membosankan.Tubuh-tumbuhan hijau berdiri menjulang. Kutatap lembut penuh kilas balik memori, aku mencoba menerawang. Sesuatu hal yang aku andai-andaikan, tidak akan pernah terjadi di dalam keluargaku.Suara deru bus mendadak lenyap termakan udara. Perjalanan ku kembali bekerja ke resto Jogja mendadak hilang berkabut. Pikiranku tidak la
Baca selengkapnya

Part 3: Improvisasi

Ada sesuatu yang aneh didalam bus ini. Melaju dengan kecepatan di atas rata-rata sopir tampak gugup. Aku yang duduk tepat di depan dekat pintu kernek samar melihat gerak bibir pengemudi dengan kernek. Rem blong!Jalanan terus menurun semakin mempercepat laju bus. Para penumpang yang tidak paham hanya diam. Tidak pernah tau jika nyawa terancam.Tiba-tiba dari arah depan terdapat mobil yang hendak menyeberang agresif. Terkejut! Sopir bus yang aku tumpangi membanting setir ke kanan. Tanpa rem menabrak beton pembatas jalan. Selayaknya terbius kilat oleh waktu. Tidak ada yang sempat berteriak. Bus terpelanting sejauh sepuluh meter dari arah tabrakan. Bagian depan ringsek parah. Beruntung jalanan masih sepi. Hingga kecelakaan itu tunggal.Aku yang terhimpit kursi berangsur keluar. Meninggalkan orang-orang dengan kondisinya masing-masing. Tidak ada yang bisa dibilang baik-baik saja. Bahkan bisa kuduga ada beberapa yang meninggal.
Baca selengkapnya

Part 4: Dan perjalanan menyebalkan

Ini gila! Ternyata kekesalanku tidak cukup sampai disitu. Kali ini Miko tidak memiliki inisiatif membawakan diriku helm jika berniat menjemput.Kepalang tai ayam sudah terinjak aku tidak mungkin mencari ojol sedangkan niat pemuda satu ini tulus tanpa terpikir.Selayaknya maling takut digrebek aku merunduk takut-takut begitu melewati polisi yang tengah merapikan tata tertib. Mengecek satu-satu kendaraan yang lewat. Beruntung saat ini jalanan Janti cukup ramai. Dengan gesit Miko mampu menyelinap dari pandangan polisi.Aku cukup bernapas lega sampai ke tenggorokan. Tiba-tiba kembali tercekat dengan pertanyaan Miko, "kamu hafal jalannya kan?""Hah? Ya nggaklah. Biasanya kan aku cuman naik bus terus mesen ojol. Kukira kamu tau.""Enggaklah, kan aku baru pertama ini nganter kamu."Laju motor Miko sedikit melambat. Kali ini aku yakin sepenuhnya bahwa pemuda yang saat ini menyetir motor tersebut telah dilanda dilema. "Katanya kemarin ka
Baca selengkapnya

Part 5: Miko!

"Serius?""Iya, nanti belok ke kiri pas ada tikungan di depan. Pasti ada plakat 'Rasa nikmat'."Miko mengangguk paham. "Masak apa aja di sana?""Semua masakan Nusantara. Banyak sih, seperti opor, lodeh," kujelaskan secara singkat sampai akhirnya Miko menyeletuk ringan, "Belok sini?""Iya, tuhkan langsung ada plakatnya."Tepat setengah enam mereka tiba di warung. Langsung saja aku berujar setelah turun dari motor, "nanti, kamu hapal jalan pulang?""Taulah. Tuh kalau lewat jalan lurus itu kita bakal sampai di jalan besar. Tepat yang kita lewati dua kali tadi," Miko menjawab dengan enteng."Hah? Lah itu tau jalannya." Apasih Miko?"Tau. Tapi aku nggak paham nama-nama gangnya tadi."Kali ini aku lebih memilih cuek. Ku ajak Miko masuk. Pemuda tersebut menolak. Lebih memilih duduk disalah satu kursi rumah makan tersebut.
Baca selengkapnya

Part 6: Sebuah Rasa

Aku tidak menyangka dengan segala pertanyaan yang keluar dari mulut pemuda tersebut."Ku tolak," mungkin. Aku belum sepenuhnya yakin. Tidak pernah paham dengan diriku sendiri."Cowok yang ngedeketin kamu sekarang siapa aja?""Nggak ada, semua cuman teman. Buka aja hpku kalau nggak percaya," jawabku enteng. Seolah tidak ada perang batin yang saat ini sedang bergemuruh di tubuh Miko. Pemuda tersebut sedang tidak baik-baik saja menahan kecemburuan. Karena ia tau betul. Aku adalah tipikal orang yang cuek dengan semua orang yang selama ini berusaha mencari perhatianku.Tanpa ragu aku menodongkan android pada Miko. Namun pemuda tersebut menolak. "Nggak usah, itu privasi.""Nggak papa, aku nggak punya rahasia apapun." Aku bukan tipikal orang yang peduli akan tindakan orang lain. Belum cukup paham sesuatu yang mana seharusnya menjadi privasi dan mana bukan. Kendati demikian aku masih mamp
Baca selengkapnya

Part 7: Talking to the moon

Dalam sebuah jamuan makan dua pasang suami istri masih asuk bercengkrama ria. Tanpa sadar perempuan bergaun putih gading tersebut melirik lagu pada pria diserang mejanya. Hal itu dibalas dengan tatapan tegas.Kejadian tersebut tidak pernah disadari oleh pasangan masing-masing, meski dua pasang suami istri duduk dalam satu meja.Mereka tidak pernah sadar jika sebelum itu keduanya telah bercumbu mesra. Dalam sebuah kamar mandi hotel, berendam bersama. Meraup seluruh pangutan bibir dengan rakus. Sampai akhirnya cukup lelah karena tidak leluasa.Pemuda tersebut membawa perempuan ke ranjang dengan kondisi remang-remang. Mendudukkan diri diujung ranjang dan memberi isyarat agar perempuan tersebut melakukan aksi ganas.Adegan selanjutnya membakar seluruh tubuhku. Meski tidak sampai seks atau terekspose secara jelas tubuh yang telanjang tersebut aku tetap merasa puas.Satu kebiasaan buruk menonton
Baca selengkapnya

Part 8: Always

Sebongkah tawa menggema dari android ku. Miko tampak lebih riang karena telah terpuaskan oleh rasa dongkol Farhan."Plis, Ran. Jangan deket-deket Mikolah. Dia itu nggak baik buat kamu."Aku hanya cukup tersenyum. Aku tau betul bagian mana yang dimaksud Farhan tidak baik. Karena dulu Miko merupakan pecandu alkohol. Sering mabuk meski dalam kadar ringan. Bahkan pemuda tersebut masih sempat merokok di depan Rani dan Farhan saat ini.Untuk hal seperti itu. Aku tidak terlalu ambil beban. Miko belum tentu akan menjadi jodohku. Lagipula aku bisa merubah Miko menjadi lebih baik seiring waktu."Udahlah, Far," ujaran Miko terjeda oleh kekehannya sendiri. Sembari menyisir rambutnya yang pangang menggunakan jari Miko kembali melanjutkan, "kalau cemburu ya bilang cemburu aja." Dari nada suaranya yang tampak angkuh terdengar jelas. Miko merasa seolah telah menang mendapatkanku.Tetapi satu hal yang past
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
DMCA.com Protection Status