All Chapters of PURA-PURA BAHAGIA: Chapter 91 - Chapter 100

116 Chapters

Suamiku lebih baik

"Kamu bicara apa, Key?" "Kenapa? Itu benar bukan? Dia Hani yang fotonya masih tersimpan rapi di ponselmu?" "Cukup!" Aiman sudah tak tahan melihat dua orang itu terus berdebat di sana. "Bisa kalian tinggalkan ruangan ini sekarang?" Kedua orang itu menoleh ke arah Aiman yang berdiri di depan Hani seolah ingin melindunginya.  "Istri saya sakit, dan kalian malah ribut di sini?" tanya Aiman lagi dengan kesal. "Silahkan pergi sebelum saya panggil petugas! Dan untuk Anda, Bung! Saya tegaskan tidak perlu bersikap sok pahlawan. Saya mampu menanggung semua biaya perawatan istri saya!" Kedua orang itu masih menatap Aiman dengan pandangan tidak suka. Sebelum akhir
Read more

Panti asuhan

Hari ini Hani sudah boleh pulang. Ia sudah tidak sabar ingin mencari sang anak yang sudah sangat dirindukannya. Total empat hari tidak bertemu dan memeluk bayi gembil itu, membuat hidupnya terasa hampa.  Kini mereka dalam perjalanan pulang menuju rumah Yuli. Sebenarnya Hani meminta pulang ke rumah mereka atau ke rumah orang tuanya. Namun, Aiman tetap membawanya ke rumah sang ibu. Karena di sana lokasi menghilangnya Hanan. Polisi lebih mudah menemui mereka.  "Ada perkembangan apa, Mas?" tanya Hani saat mereka dalam mobil. Ratna yang ikut serta dan duduk di bangku belakang sama herannya.  "Kemarin ibu melihat ada tamu mencurigakan datang." "Lalu?" 
Read more

Mulai terkuak

Aura panas menyelimuti ruang dalam mobil Aiman. Padahal pendingin sudah disetel sampai suhu terendah.  Mereka semua kini menuju kediaman Arum, yang nomornya mendadak tidak aktif setelah dihubungi baik oleh Aiman maupun sang ibu.  Keheranan dan ketidakpercayaan menghiasi wajah semuanya. Termasuk ART yang belum lama ini bekerja di rumah Yuli.  Benak mereka semua dipenuhi tanya. Apa sebenarnya yang dilakukan Arum? Keterangan Ibu panti tidak begitu jelas. Wanita itu hanya bilang kalau Arum tengah bermasalah dengan suaminya. Jadi menitipkan sementara bayinya di sana.  "Bu, aku masih tidak mengerti dengan semua ini? Ada apa sebenarnya dengan Mbak Arum?" Aiman melirik sang ibu yang duduk di kursi belaka
Read more

Pencarian

"Mas, cepat kejar mobil itu!" Hani menunjuk mobil yang langsung melesat di jalan raya. Perasaannya sudah tak dapat digambarkan, entah seperti apa. Yang pasti rasa rindu dan khawatir bercampur baur menjadi satu menghadirkan dada yang terasa sesak, dan air mata yang kembali tumpah.  Empat hari tidak bertemu sang anak, karena ulah seseorang. Bahkan ia tidak tahu apa alasan penculikan anaknya. Ditambah kondisi tubuhnya yang belum benar-benar fit. Membuat emosinya tidak stabil. Hani terus menangis seraya menyuruh Aiman menambah kecepatan mobilnya.  "Mas, buruan! Hanan ada di sana, Mas!" ucapnya lagi di antara tangis dan emosinya. Aiman berkali-kali melirik dan menenangkan sang istri.  "Iya, sayang! Tenanglah, kita sedang berusaha, kan? Lebih baik berdoa saja, ya. M
Read more

Anak tiri?

Siang sudah berganti malam. Matahari sudah bertukar tugas dengan bulan untuk menerangi bumi. Ya. Walau tak seterang cahaya sang surya, bulan purnama tetap menggantung indah di langit kelam.  Cahayanya yang remang menelusup masuk ke dalam kamar yang Hani tempati. Sejak tadi wanita itu duduk termenung di sisi jendela yang terbuka. Menatap kosong ke luar.  Raganya memang di sini. Namun, jiwanya tentu berkelana mencari keberadaan sang anak. Air mata seolah tak pernah kering mengaliri pipinya. Aiman sampai kehabisan akal untuk menghiburnya.  Lelaki itu menarik napas panjang berkali-kali sebelum mendekati sang istri. Sepasang tangannya memeluk tubuh yang sejak tadi duduk kaku menatap keluar. Diciumnya rambut yang tergerai itu dengan penuh perasaan. 
Read more

Madu?

"Madu?" Aiman menatap tak percaya. Semua perkataan Yuli tak dimengertinya sama sekali. Selama ini ia hanya tahu kalau Arum dan dirinya saudara kandung satu ayah satu ibu. Tidak ada yang aneh. Wajah Arum sangat mirip dengan sang ayah.  "Apa ayah punya istri lain selain ibu?" tanya Aiman lagi. Tatapannya tak lepas dari wajah sang ibu yang muram. Yuli mengangguk lemah.  "Dia menikah lebih dulu dengan ayahmu." "Apa?" Suara Aiman meninggi.  "Dia menikah lebih dulu dengan ayahmu. Hanya saja, karena orang tua ayahmu tak merestui, mereka hanya nikah siri. Wanita itu tak pernah diterima di keluarga kakekmu." 
Read more

Hibur aku, Mas!

Akhirnya, malam itu Aiman tidak jadi ke rumah Arum. Suasana hati yang buruk, juga melihat dua wanita dalam hidupnya terpuruk, ia tidak tega meninggalkan mereka.  Setelah berhasil membujuk sang istri untuk makan dan juga menghibur sang ibu, lelaki itu memutuskan untuk istirahat saja. Lelah jiwa raga menuntutnya ingin beristirahat dulu. Dua malam di rumah sakit menunggui Hani. Tidak membuatnya bisa tidur pulas.  Sambil memeluk sang istri dari belakang seperti biasa, ia bergumam.  "Malam ini kita tidur dulu sayang, semoga esok Hanan ketemu," bisiknya sebelum mencium pipi mulus itu. Setelah itu, ia berusaha tertidur.  Mata Aiman yang ingin terpejam, terbuka lagi saat merasakan gerakan sang istri. Wan
Read more

Masih mencari

Hari ini, pagi-pagi sekali Aiman sudah berangkat menuju kediaman keluarga Arum. Sengaja agar Danu, suami Arum, belum berangkat ke kantor.  Aiman sendiri masih menikmati masa cuti, yang seharusnya digunakan untuk berbulan madu. Namun, karena musibah datang tak terduga, masa-masa cuti itu harus dihabiskan dengan mencari sang anak yang kini entah di mana.  Tadi, Hani memaksa ikut. Tetapi Aiman melarang keras. Sebenarnya, ia sendiri malas keluar pagi ini. Pertarungan panas semalam menyisakan tubuh lemah pagi ini, tetapi keberadaan Hanan harus segera ditelusuri.  Mobil Aiman sampai tepat saat Danu hendak memasuki mobilnya yang terparkir di halaman. Lelaki itu berlari keluar dari mobil sebelum kakak iparnya pergi.  
Read more

Enakan di mana?

Ponsel Hani terus saja berdering nyaring di atas meja dekat jendela. Sementara pemiliknya entah di mana. Aiman yang baru keluar dari kamar mandi menghampiri benda pipih itu, kemudian meraihnya.  Keningnya berkerut heran. Nomor tanpa nama. Berarti tidak ada dalam daftar kontak Hani. Apa mungkin itu Arum? Aiman segera menggeser tombol hijau di layar, tetapi, panggilan sudah keburu terputus sebelum ia menjawabnya.  Penasaran, ia buka ponsel yang sejak dulu tidak pernah dikunci itu. Ada banyak pesan chat di sana dari nomor yang sama dengan yang tadi menelepon.  Jarinya langsung mengetuk nomor tersebut hingga semua pesannya di sana terpampang. Mata Aiman melebar membaca semua pesan di sana.  [Han, kam
Read more

Mau jadi pebinor?

"HP kamu nyala, Mas." Hani menunjuk kantong celana Aiman di mana bunyi dering terdengar dari sana. Aiman tersenyum, walau dipaksakan.  "Ya, udah. Mas, keluar dulu, ya. Angkat telepon dulu, mungkin dari polisi yang menangani kasus Hanan." Baru Hani akan melayangkan protes, kenapa tidak diangkat di sana saja, tetapi Aiman sudah berlalu. Meninggalkannya setelah menepuk pelan pundaknya.  Hani hanya bisa menatap punggung sang suami yang akhirnya menghilang di balik pintu, kemudian mencari ponselnya sendiri. Ingin berkabar dengan orang tuanya.  "Ada-ada aja Mas Ai, ini. Nada dering saja, disamain," gumam Hani sambil tersenyum kemudian menggeleng, dan kembali mencari ponselnya.  
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status