Home / Romansa / HALCYON / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of HALCYON: Chapter 11 - Chapter 20

39 Chapters

BAB 11 : MOGOK

Sepeda motor Namara melaju dengan kecepatan sedang menembus dinginnya malam serta meliuk-liuk melewati kendaraan sekitar yang masih saja ramai walau sudah hampir tengah malam.Pikirannya melayang-layang memikirkan ucapan Citra hinga tiba ia mulai merasa bahwa laju sepeda motornya mulai aneh dan beberapa detik kemudian Namara memutuskan untuk menepi dan tepat saat ia berada disisi jalan, mesin sepeda motornya turut pula mati.Namara masih terhenyak dengan kejadian tersebut, tidak lama kemudia ia menepuk helmnya dengan cukup keras saat ia melihat kearah indikator display motornya pada panah bahan bakar mengarah ke indikator yang berwarna merah, ia baru menyadari bahwa sore tadi ia lupa mengisi tangki bahan bakar motornya.Namara melihat sekeliling namun matanya tidak menemukan tanda-tanda penjual bensin eceran. Dengan sedikit menggerutu menyesali kebodohannya ia lantas menuntun sepeda motornya dengan semangat yang sudah mulai menguap.“Ya Tuhan dosa a
Read more

BAB 12 : Sepi Walau Tidak Sendiri

Kaivan menatap lagit-langit kamarnya dengan hampa. Satu lengannya menopang kepalanya menggantikan fungsi bantal. Pikirannya melayang entah kemana, akhir-akhir ini ia merasa sangat mudah merasa lelah serta stress.Rumah megah itu terasa lengang karena Nenek Kaivan tengah berada di Wellington mengunjungi Omnya yang bekerja disana. Setelah berpisah dengan Kana karena gadis itu harus tidur tepat waktu,  suasana dirumah membuatnya kembali merasakan kesepian yang menyesakkan. Asisten rumahtangganya semuanya pasti sudah terlelap saat ini menyisakan pak Badri sang penjaga rumah di pos Satpamnya yang tengah terjaga sembari menonton pertandingan bola.Seketika ia teringat dengan karyawan barunya di La Casa yang sebelumnya ia temui di jalan saat diperjalanan pulang. Akan tetapi otak Kaivan entah mengapa tidak dapat mengingat nama gadis itu disaat mereka bertemu tadi, ia hanya teringat bahwa  ia menjulukinya Singa. Nampaknya nama Leolina sepertinya cukup melekat dibenak
Read more

Bab 13 : Makan Malam

Kana dan Sheira memasuki rumah nenek mereka dengan bergandengan, sesekali Sheira tertawa mendengar celoteh yang keluar dari  bibir mungil Kana. Sepanjang perjalanan menuju rumah neneknya, Kana bercerita panjang lebar tiada henti mulai dari menebak hadiah apa yang akan dibawa oleh sang nenek, makanan apa yang akan mereka makan malam ini, tentang teman-temannya disekolah bahkan sampai bercerita tentang Lego yang baru ia beli bersama Kaivan beberapa waktu yang lalu. Kaivan melengang masuk setelah mamarkirkan mobilnya di garasi, ia segera menuju kamarnya untuk bersiap-siap dan berganti baju karena sebelum menjemput kedua saudaranya tersebut ia tidak sempat mandi karena khawatir Sheira akan menceramahinya jika ia telat menjemput, terlebih lagi Kana. Dua gadis cucu perempuan keluarga Sari Sumitro tersebut memiliki persamaan yakni tidak suka menunggu.    Tidak lama kemudian tibalah waktu makan malam, terlihat seorang perempuan berusia 70 tahunan denga
Read more

BAB 14 : Nenek Tua

Sepeda motor Namara melaju dengan kecepatan rendah saat memasuki halaman depan sebuah pabrik manufaktur di dekat rumahnya. Hari ini ia diminta oleh sang Ibu untuk mengantarkan bekal milik Bu Sumirah, tetangga sebelah rumah mereka yang bekerja di pabrik ini. Tak lama setelah memarkirkan kendaraannya dibawah pohon dan melepas helmnya ia merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan smartphonenya untuk menghubungi bu Sumirah.“Halo bu Sum, ini Nara. Tadi ibu minta tolong antarkan bekal bu Sum karena mas Hari motornya mogok. Nara sudah di depan pabrik ya bu” jelas Namara saat bu Sum mengangkat telepon darinya.Bu Sumirah meminta Namara untuk menunggunya sebentar lagi karena ia harus meminta izin dari pengawasnya untuk keluar menemui Namara.Setelah hampir lima  menit berlalu belum ada tanda-tanda bu Sum berhasil keluar dari area pabrik, ia maklum karena area pabrik itu sangat luas sehingga butuh waktu apabila keluar dari area dengan berjalan kaki, belum la
Read more

BAB 15 : Zona (tidak) Nyaman

Dua minggu setelah acara makan malam bersama cucu-cucunya, nenek Sari masih belum bisa membujuk Kaivan untuk membantunya mengurus perusahaan. Jangankan membujuk, berbicara saja sulit dilakukan karena Kaivan seolah merajuk kepada sang nenek karena merasa dipaksa keluar dari zona nyamannya selama ini.Seminggu terakhir ini bahkan Nyonya Sari tidak melihat Kaivan dirumah, cucu tampannya tersebut sengaja pulang larut malam dan mulai beranjak dari kamarnya saat Nyonya Sari sudah meninggalkan rumah atau bahkan pagi-pagi buta sebelum neneknya tersebut terbangun.Namun hari ini Nyonya Sari sengaja mengosongkan jadwalnya agar dapat berbincang dengan cucunya tersebut. Kaivan tampak kaget saat menuruni tangga hendak sarapan ia melihat sang nenek tengah asyik mengelus kucing kesayangannya sembari menonton televisi padahal waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi, biasanya neneknya sudah meninggalkan rumah untuk ke kantor atau sekedar meninjau pabrik.“Nenek belum ke kant
Read more

BAB 16 : Bertemu Kembali

Setelah perdebatan dengan cucunya, Nyonya Sari sengaja mengunjungi La Casa untuk bertemu dengan Azrico. Ia berharap agar Azrico mau membantunya membujuk sahabatnya tersebut untuk mengelola perusahaannya sementara Azrico menjalankan bisnis mereka. Sebuah win-win solution untuk mereka berdua. Toh selama ini memang sebagian besar kegiatan di Kafe diambil alih oleh Azrico karena Kaivan sibuk kesana-kemari dengan kekasihnya.Akan tetapi sesampainya di La Casa ternyata Azrico belum tiba, saat Nyonya Sari menanyakan kepada salah satu pegawai disana mereka mnegatakan bahwa hari ini Azrico tengah mengantar ibunya ke bandara sehingga ia akan sangat terlambat ke Kafe. Mendengar hal tersebut Nyonya Sari memutuskan untuk menunggu sembari menikmati suasana Kafe, sesekali menggantikan Kaivan untuk mengawasi usahanya batin Nyonya Sari.Saat tengam melihat-lihat suasana sekeliling mata Nyonya Sari mengakap sosok gadis yang tidak asing. Gadis itu baru saja tiba dari arah ruang
Read more

BAB 17 : Kabar Buruk

Ditengah-tengah asyiknya perbincangan antara Nyonya Sari dan Namara, tiba-tiba terdengar dering telepon dari smartphone milik Nyonya Sari.“Halo Banu” Nyonya Sari menjawab telepon dari salah seorang sekertarisnya.“Mohon maaf sebelumnya bu, saya ingin menyampaikan kabar buruk” suara diujung telepon terdengar sangat gusar serta sedikit bergetar.“Tenang Banu, katakan perlahan. Kenapa kau panik seperti itu”“Bu, area gudang dan pabrik di sektor A1 terbakar. Saat ini seluruh buruh tengah dievakuasi dan pemadam masih berusaha memadamkan api. Mereka kesulitan karena barang-barang yang ada di gudang kita sebagian besar mudah terbakar dan beberapa lainnya merupakan bahan baku yang mudah meledak sehingga api belum bisa.....” Nyonya Sari meletakkan smartphonenya tanpa sadar. Ia tidak memperdulikan seruan diseberang telepon yang memanggil-manggil namanya.Wajah Nyonya Sari tiba-tiba memucat, tatapannya berubah
Read more

BAB 18 : Harapan

Kaivan mengikuti dokter Hasbi menuju ke ruangannya. Pikirannya bercabang antara lega sekaligus resah memikirkan masa depannya dan kesehatan neneknya. Sembari mengikuti langkah dokter Hasbi, Kaivan merogoh sakunya dan mengirim sebuah pesan di grup keluarga mereka. Ia mengabarkan bahwa semua baik-baik saja, saat ini neneknya tengah dirawat di ruang ICCU setelah melewati masa kritis serta meminta kepada om dan tantenya agar jangan terlalu khawatir.Sebuah panggilan masuk dari Alanna masuk ke smartphone milih Kaivan untuk kesekian kalinya. Ia menekan tombol merah menolak panggilan dari kekasihnya tersebut. Saat ini ia benar-benar sedang tidak ingin berbicara dengan Alanna walau ia jelas tahu bahwa gadus cantik itu tengah mengkhawatirkannya.Tak lama berselang sebuah panggilan kembali masuk ke layar smartphonenya, nama Bunda tertulis di layar tersebut.“Ya bun”“Kaivan kamu dimana? Bunda baru  landing dan masih di bandara. Nenek baik-bai
Read more

BAB 19 : Mengambil Alih

“Kaivan....” Adiba menyentuh pundak Kaivan perlahan.“Bunda.” Kaivan menoleh kearah sumber suara, ia melihat sang ibu dengan mata berkaca-kaca. Seketika Adiba merasakan hatinya sangat hancur, dan memeluk Kaivan sengan erat.“Ini semua salahku, seandainya aku mengiyakan permintaan nenek untuk mengurus perusahaan pasti nenek tidak akan seperti ini Bun. Ini semua karena aku, aku ini cucu durhaka. Aku yang membuat semuanya menjadi seperti ini” lanjut Kaivan menumpahkan segala emosi yang ia pendam sedari tadi, tangisnya pecah dipelukan Adiba.“Tidak apa-apan nak, tidak ada yang salah. Semua akan baik-baik saja. Jangan khawatir” setetes airmata membasahi  pipi Adiba.Bahkan disaat kedua orangtuanya berpisah Kaivan tidak sedikitpun mengeluarkan airmata, kejadian ini pasti menjadi pukulan yang sangat berat baginya apalagi Nyonya Sari adalah orang yang peling dekat dengan Kaivan selama ini.“Enggak
Read more

BAB 20 : Mengecek TKP

Keesokan harinya setelah memastikan pagi ini neneknya dalam kondisi baik di rumah sakit, Kaivan bergegas menuju pabrik area A1 yang kemarin terbakar. Sejak kemarin neneknya masih belum siuman namun kabar baiknya kondisi Nyonya Sari sudah lebh baik dari sebelumnya meskipun masih harus dirawat di ruang ICU.Mobil yang ia tumpangi melaju ke arah pabrik, hari ini ia diantar oleh supir pribadi Nyonya Sari serta didampingi oleh Pak Banu.Pak Banu adalah orang kepercayaan Nyonya Sari yang sudah lama bekerja sejak Kaivan masih anak-anak. Ia paham betul bagaimana Nyonya Sari menjalankan bisnisnya dengan baik selama ini, oleh karena itu ia akan membantu Kaivan untuk meneruskan menajlankan bisnis keluarga mereka. Pak Banu memberikan beberapa dokumen penting yang harus segera dipelajari oleh Kaivan. Lelaki itu tampak mengangkat sebelah alisnya saat melihat tumpukan map yang berisi dokumen dari pak Banu.“Bapak tidak berharap saya akan menyelesaikan semua dokumen ini h
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status