Sepeda motor Namara melaju dengan kecepatan sedang menembus dinginnya malam serta meliuk-liuk melewati kendaraan sekitar yang masih saja ramai walau sudah hampir tengah malam.
Pikirannya melayang-layang memikirkan ucapan Citra hinga tiba ia mulai merasa bahwa laju sepeda motornya mulai aneh dan beberapa detik kemudian Namara memutuskan untuk menepi dan tepat saat ia berada disisi jalan, mesin sepeda motornya turut pula mati.
Namara masih terhenyak dengan kejadian tersebut, tidak lama kemudia ia menepuk helmnya dengan cukup keras saat ia melihat kearah indikator display motornya pada panah bahan bakar mengarah ke indikator yang berwarna merah, ia baru menyadari bahwa sore tadi ia lupa mengisi tangki bahan bakar motornya.
Namara melihat sekeliling namun matanya tidak menemukan tanda-tanda penjual bensin eceran. Dengan sedikit menggerutu menyesali kebodohannya ia lantas menuntun sepeda motornya dengan semangat yang sudah mulai menguap.
“Ya Tuhan dosa a
Kaivan menatap lagit-langit kamarnya dengan hampa. Satu lengannya menopang kepalanya menggantikan fungsi bantal. Pikirannya melayang entah kemana, akhir-akhir ini ia merasa sangat mudah merasa lelah serta stress.Rumah megah itu terasa lengang karena Nenek Kaivan tengah berada di Wellington mengunjungi Omnya yang bekerja disana. Setelah berpisah dengan Kana karena gadis itu harus tidur tepat waktu, suasana dirumah membuatnya kembali merasakan kesepian yang menyesakkan. Asisten rumahtangganya semuanya pasti sudah terlelap saat ini menyisakan pak Badri sang penjaga rumah di pos Satpamnya yang tengah terjaga sembari menonton pertandingan bola.Seketika ia teringat dengan karyawan barunya di La Casa yang sebelumnya ia temui di jalan saat diperjalanan pulang. Akan tetapi otak Kaivan entah mengapa tidak dapat mengingat nama gadis itu disaat mereka bertemu tadi, ia hanya teringat bahwa ia menjulukinya Singa. Nampaknya nama Leolina sepertinya cukup melekat dibenak
Kana dan Sheira memasuki rumah nenek mereka dengan bergandengan, sesekali Sheira tertawa mendengar celoteh yang keluar dari bibir mungil Kana. Sepanjang perjalanan menuju rumah neneknya, Kana bercerita panjang lebar tiada henti mulai dari menebak hadiah apa yang akan dibawa oleh sang nenek, makanan apa yang akan mereka makan malam ini, tentang teman-temannya disekolah bahkan sampai bercerita tentang Lego yang baru ia beli bersama Kaivan beberapa waktu yang lalu. Kaivan melengang masuk setelah mamarkirkan mobilnya di garasi, ia segera menuju kamarnya untuk bersiap-siap dan berganti baju karena sebelum menjemput kedua saudaranya tersebut ia tidak sempat mandi karena khawatir Sheira akan menceramahinya jika ia telat menjemput, terlebih lagi Kana. Dua gadis cucu perempuan keluarga Sari Sumitro tersebut memiliki persamaan yakni tidak suka menunggu. Tidak lama kemudian tibalah waktu makan malam, terlihat seorang perempuan berusia 70 tahunan denga
Sepeda motor Namara melaju dengan kecepatan rendah saat memasuki halaman depan sebuah pabrik manufaktur di dekat rumahnya. Hari ini ia diminta oleh sang Ibu untuk mengantarkan bekal milik Bu Sumirah, tetangga sebelah rumah mereka yang bekerja di pabrik ini. Tak lama setelah memarkirkan kendaraannya dibawah pohon dan melepas helmnya ia merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan smartphonenya untuk menghubungi bu Sumirah.“Halo bu Sum, ini Nara. Tadi ibu minta tolong antarkan bekal bu Sum karena mas Hari motornya mogok. Nara sudah di depan pabrik ya bu” jelas Namara saat bu Sum mengangkat telepon darinya.Bu Sumirah meminta Namara untuk menunggunya sebentar lagi karena ia harus meminta izin dari pengawasnya untuk keluar menemui Namara.Setelah hampir lima menit berlalu belum ada tanda-tanda bu Sum berhasil keluar dari area pabrik, ia maklum karena area pabrik itu sangat luas sehingga butuh waktu apabila keluar dari area dengan berjalan kaki, belum la
Dua minggu setelah acara makan malam bersama cucu-cucunya, nenek Sari masih belum bisa membujuk Kaivan untuk membantunya mengurus perusahaan. Jangankan membujuk, berbicara saja sulit dilakukan karena Kaivan seolah merajuk kepada sang nenek karena merasa dipaksa keluar dari zona nyamannya selama ini.Seminggu terakhir ini bahkan Nyonya Sari tidak melihat Kaivan dirumah, cucu tampannya tersebut sengaja pulang larut malam dan mulai beranjak dari kamarnya saat Nyonya Sari sudah meninggalkan rumah atau bahkan pagi-pagi buta sebelum neneknya tersebut terbangun.Namun hari ini Nyonya Sari sengaja mengosongkan jadwalnya agar dapat berbincang dengan cucunya tersebut. Kaivan tampak kaget saat menuruni tangga hendak sarapan ia melihat sang nenek tengah asyik mengelus kucing kesayangannya sembari menonton televisi padahal waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi, biasanya neneknya sudah meninggalkan rumah untuk ke kantor atau sekedar meninjau pabrik.“Nenek belum ke kant
Setelah perdebatan dengan cucunya, Nyonya Sari sengaja mengunjungi La Casa untuk bertemu dengan Azrico. Ia berharap agar Azrico mau membantunya membujuk sahabatnya tersebut untuk mengelola perusahaannya sementara Azrico menjalankan bisnis mereka. Sebuah win-win solution untuk mereka berdua. Toh selama ini memang sebagian besar kegiatan di Kafe diambil alih oleh Azrico karena Kaivan sibuk kesana-kemari dengan kekasihnya.Akan tetapi sesampainya di La Casa ternyata Azrico belum tiba, saat Nyonya Sari menanyakan kepada salah satu pegawai disana mereka mnegatakan bahwa hari ini Azrico tengah mengantar ibunya ke bandara sehingga ia akan sangat terlambat ke Kafe. Mendengar hal tersebut Nyonya Sari memutuskan untuk menunggu sembari menikmati suasana Kafe, sesekali menggantikan Kaivan untuk mengawasi usahanya batin Nyonya Sari.Saat tengam melihat-lihat suasana sekeliling mata Nyonya Sari mengakap sosok gadis yang tidak asing. Gadis itu baru saja tiba dari arah ruang
Ditengah-tengah asyiknya perbincangan antara Nyonya Sari dan Namara, tiba-tiba terdengar dering telepon dari smartphone milik Nyonya Sari.“Halo Banu” Nyonya Sari menjawab telepon dari salah seorang sekertarisnya.“Mohon maaf sebelumnya bu, saya ingin menyampaikan kabar buruk” suara diujung telepon terdengar sangat gusar serta sedikit bergetar.“Tenang Banu, katakan perlahan. Kenapa kau panik seperti itu”“Bu, area gudang dan pabrik di sektor A1 terbakar. Saat ini seluruh buruh tengah dievakuasi dan pemadam masih berusaha memadamkan api. Mereka kesulitan karena barang-barang yang ada di gudang kita sebagian besar mudah terbakar dan beberapa lainnya merupakan bahan baku yang mudah meledak sehingga api belum bisa.....” Nyonya Sari meletakkan smartphonenya tanpa sadar. Ia tidak memperdulikan seruan diseberang telepon yang memanggil-manggil namanya.Wajah Nyonya Sari tiba-tiba memucat, tatapannya berubah
Kaivan mengikuti dokter Hasbi menuju ke ruangannya. Pikirannya bercabang antara lega sekaligus resah memikirkan masa depannya dan kesehatan neneknya. Sembari mengikuti langkah dokter Hasbi, Kaivan merogoh sakunya dan mengirim sebuah pesan di grup keluarga mereka. Ia mengabarkan bahwa semua baik-baik saja, saat ini neneknya tengah dirawat di ruang ICCU setelah melewati masa kritis serta meminta kepada om dan tantenya agar jangan terlalu khawatir.Sebuah panggilan masuk dari Alanna masuk ke smartphone milih Kaivan untuk kesekian kalinya. Ia menekan tombol merah menolak panggilan dari kekasihnya tersebut. Saat ini ia benar-benar sedang tidak ingin berbicara dengan Alanna walau ia jelas tahu bahwa gadus cantik itu tengah mengkhawatirkannya.Tak lama berselang sebuah panggilan kembali masuk ke layar smartphonenya, nama Bunda tertulis di layar tersebut.“Ya bun”“Kaivan kamu dimana? Bunda baru landing dan masih di bandara. Nenek baik-bai
“Kaivan....” Adiba menyentuh pundak Kaivan perlahan.“Bunda.” Kaivan menoleh kearah sumber suara, ia melihat sang ibu dengan mata berkaca-kaca. Seketika Adiba merasakan hatinya sangat hancur, dan memeluk Kaivan sengan erat.“Ini semua salahku, seandainya aku mengiyakan permintaan nenek untuk mengurus perusahaan pasti nenek tidak akan seperti ini Bun. Ini semua karena aku, aku ini cucu durhaka. Aku yang membuat semuanya menjadi seperti ini” lanjut Kaivan menumpahkan segala emosi yang ia pendam sedari tadi, tangisnya pecah dipelukan Adiba.“Tidak apa-apan nak, tidak ada yang salah. Semua akan baik-baik saja. Jangan khawatir” setetes airmata membasahi pipi Adiba.Bahkan disaat kedua orangtuanya berpisah Kaivan tidak sedikitpun mengeluarkan airmata, kejadian ini pasti menjadi pukulan yang sangat berat baginya apalagi Nyonya Sari adalah orang yang peling dekat dengan Kaivan selama ini.“Enggak
Setelah menyelesaikan makan siangnya yang dibumbui dengan beberapa adegan tersedak akibat ulah Kaivan, Namara lantas mengeluarkan laptop dari tasnya dan segera membuka file yang seminggu terakhir ini membuatnya lebih banyak begadang.Setelah memberikan beberapa penjelasan kepada Kaivan serta setelah melalui diskusi yang panjang akhirnya Kaivan menerima hasil kerja keras Namara dengan beberapa perbaikan menyesuaikan selera Kaivan sebagai pemilik dari project yang tengah ia kerjakan.Tidak terasa satu jam berlalu sejak kedatangan mereka dirumah makan tersebut, waktu juga tengah menunjukkan pukul 2 siang dimana satu jam lagi Namara harus pergi ke La Casa untuk bekerja.“Gue anter aja sekalian biar lo nggak telat, kantor gue searah” tawar Kaivan yang disambut senyuman yang sumringah dari Namara.Tentu saja gadis itu merasa seanang karena ia tidak perlu mengeluarkan uang untuk menyewa jasa ojek online. Terlebih di siang hari yang terik seperti ini,
Hari ke delapan setelah terakhir kali Kaivan betemu dengan Namara akhirnya hari ini ia memiliki kesempatan untuk bertemu dengan Gadis itu. Pagi ini Namara menghubunginya dan mengatakan bahwa tugas yang ia berikan padanya beberapa hari yang lalu telah rampung.Namara mengajak mereka bertemu di La Casa namun Kaivan menolaknya dan malah mengajaknya untuk menemaninya makan siang. Walau Namara mengajaknya bertemu di tempat janjian mereka namun hal tersebut juga ditolak oleh Kaivan karena ia enggan menunggu ataupun ditunggu sehingga Kaivan dengan sepihak memutuskan untuk menjeput Namara di Kampusnya.Namara yang malas berdebat dengan bossnya tersebut lantas mengiyakan tawaran Kaivan, alhasil hari ini ia kekampus menggunakan ojek online karena Ayahnya tengah sibuk berbelanja beberapa sparepart mobil pelanggan yang sudah beberapa hari diperbaiki oleh beliau.Setelah menyelesaikan konsultasi terakhir dengan para dosen pembimbing serta mendaftarkan jadwal s
Namara tengah asyik memainkan jarinya diatas layar smartphone saat sebuah tangan tiba-tiba merangkul lehernya dari samping. Gadis dengan rambut sepunggung tersebut tampak kaget hampir saja gawai yang dipegangnya tersebut lepas dari tangannya.“Astaga kak Cit kebiasaan banget deh! Kalau sampe jatoh kan gue terpaksa minta ganti pake smartphone yang harganya 20juta” Namara berdecak seolah merasa kesal.“Yeee itu sih elo-nya aja yang cari kesempatan dalam kesempitan, mau meras gue ya lo?”“Ya siapa tau kan lo berbaik hati beliin buat gue kak. Kan duit lo banyak hehe”“Aamiin ya Allah! Ntar kalo beneran duit gue banyak gue jajanin lo sepuasnya di gerobak es kelapa Bang Jali”“Nggak jadi deh, nungguin kak Citra jajanin mah keburu tuh kelapa Bang Jali jadi pohon lagi” sungut Namara.“Emang gitu kalau pengen yang gratisan Ra, lo kudu sabar. Biksu Tong nyari kitab suci ke barat aja mod
Dua minggu setelah pertemuan terakhir Kaivan dan teman lamanya di sebuah resto ternama, hari-hari setelahnya diisi kesibukan yang sangat menguras pikiran karena Kaivan harus mempersiapkan kontrak untuk calon investor barunya yang tidak lain adalah teman lamanya tersebut.Selain itu Kaivan juga tengah disibukkan dengan proses penjualan aset-asetnya yang juga menguras waktu dan pikirannya.Meskipun demikian, Kaivan tampak menikmati kesibukannya tersebut.Setidaknya ia patut berbangga hati bahwa kerja kerasnya selama beberapa bulan terakhir akhirnya memiliki secercah harapan. Bukankah tidak mudah bahkan bagi orang yang sudah berpengalaman sekalipun untuk dapat keluar dari bayang-bayang kegagalan bisnis mereka yang sudah berada di ujung tanduk?.Kaivan juga merasa beruntung sekali karena disaat perusahaannya terpuruk seperti ini ternyata masih banyak orang-orang baik serta hebat yang dimiliki neneknya di dalam perushaan yang juga dengan senang hati membantuny
Pagi ini Kaivan bangun dengan penuh semangat, bahkan ia selepas shalat shubuh ia masih sempat menghabiskan waktunya di ruang gym pribadinya, hal yang sudah hampir 2 bulan tidak pernah ia lakukan. Setelah mandi dan mencukur kumis serta janggut tipis di wajahnya Kaivan segera beranjak ke ruang makan untuk sarapan.Selain bajunya yang rapi seperti biasanya, penampilan Kaivan cukup berbeda hari ini, rambutnya tertata rapi, wajahnya bersih serta cerah sekali sepertinya semalam ia beristirahat dengan baik.Setelah menyelesaikan sarapan paginya Kaivan segera beranjak meninggalkan rumah menuju kantor. Ditengah perjalanan ia menghubungi Pak Banu dan meminta untuk membuatkan janji dengan salah satu konsultan keuangan karena ada yang harus ia diskusikan.Satu jam kemudian Kaivan bertemu dengan seorang konsultan keuangan yang dipilihkan oleh Pak Banu beberapa waktu yang lalu dikantor Kaivan.Sang konsultan keuangan meminta Kaivan memberikan gambaran detail mengenai k
Kaivan menyesap teh hangat yang disajikan oleh Namara beberapa waktu yang lalu, air di gelasnya tersebut nyaris tandas. Semenjak tadi ia asyik berbincang dengan lelaki paruh baya di hadapannya tersebut, ia sangat terkesan dengan pengalaman hidup Pak Dimas.“Dulu waktu diusia bapak yang masih muda, banyak sekali hal-hal baru yang bapak coba. Masa-masa pertengahan usia 20-an sepertimu ini adalah usia coba-coba dan masih berapi-api serta penuh ambisi. Salah sedikit kamu bisa terjerumus pada hal-hal yang berbahaya apalagi dengan latar belakangmu sebaiknya kamu berhati-hati menapaki jalan hidupmu kedepannya nak Ipan” Dimas menatap serius ke arah Kaivan.“Wah berarti masa muda bapak dulu seru sekali dong”“Seru? Kalau diingat memang seru. Namun bapak tidak ingin mengulanginya lagi. Yang lalu biarlah menjadi pelajaran supaya kedepannya kita bisa menjadi lebih baik lagi.” Raut wajah Dimas sedikit berubah menjadi mendung.
Setelah seharian berkutat dengan perkerjaan baru sebagai asisten dadakan Kaivan serta bersabar dengan kemacetan jalanan ibukota akhirnya sebentar lagi mobil yang ditumpangi oleh Namara itu akan segera sampai dirumahnya.Hari ini ia tidak perlu ke La Casa, Kaivan bilang ia sudah meminta Citra untuk memberikannya cuti karena sudah bersedia menemaninya seharian.“Makasih banyak udah ngasih gue pengalaman baru hari ini bos. Sejujurnya gue seneng banget waktu kita di studio ForQ tadi. Dulu gue pikir masuk di studio itu salah satu wishlist gue. Eh siapa sangka hari ini gue bisa kesana sebagai asisten klien hehe” ucap Namara tulus.“Santai aja, lagian itu bukan hal yang spesial. Perusahaan gue udah lama kerja bareng ForQ untuk mengahandle beberapa produk kami”“Iya sih, itu kan salah satu privilege lo makanya kesannya biasa aja. Tapi bagi orang kayak gue itu sesuatu yang spesial banget buat bisa masuk ke perusahaan besar seperti itu
Namara terperajat dari tempat tidurnya saat ia menyadari bahwa hari sudah terang benderang dan saat ia mengecek jam di smartphonenya menunjukkan pukul 10 pagi. Ia hampir tidak pernah bangun datas jam 8 pagi, walaupun dia adalah mahasiswi tingkat akhir yang tinggal menyiapkan sidang akhir untuk skripsinya dan sudah tidak perlu mengikuti kelas pagi, namun tetap saja bangun pagi adalah sebuah kewajiban untuk Namara.Ia segera beranjak dari tempat tidur dan buru-buru pergi menuju kamar mandi dengan terlebih dahulu menarik handuk yang tergantung di belakang pintu kamarnya. Sepuluh menit kemudian ia telah selesai membersihkan dirinya, kepalanya terasa pusing karena bangun kesiangan. Ditatapnya seisi rumah, tidak ada tanda-tanda kehidupan didalam rumah tersebut sepertinya semua anggota keluarganya telah melakukan aktivitasnya masing-masing.Namara lantas beranjak keaarah meja makan, ia langsung membuka tudung saji memeriksa apakah ada yang bisa ia makan untuk sarapannya yang
“Orang tua lo ngakpapa anaknya baru pulang jam segini?” tanya Kaivan setelah mereka cukup lama sibuk teggelam dengan pikiran masing-masing. “Nggak kok, kenapa? Lo khawatir banget ya sama gue boss?” “Dih pede amat. Jangan-jangan lo anak pungut ya?” “Jaga ucapan anda kisanak! Enak aja, gini-gini gue anak kesayangan tau!” protes Namara tidak terima. “Tuh buktinya lo nggak dicariin orangtua lo. Anak gadis tengah malam belom pulang ck ck ck.” Kaivan menggeleng-gelengkan kepalanya. “Wah jangan-jangan nyawa lo belom kekumpul semua nih makanya ngomongnya ngaco. Menurut ngana siapa yang bikin gue pulang selarut ini? Lagian selama lo tidur kayak sleeping beauty tadi gue udah ijin sama orangtua gue kok.” “Hahaha iya iya gue bercanda” “Candaan lo nggak bikin gue ketawa tuh, yang ada malah bikin gue laper!” “yaudah cari makan dulu yuk! Lo pengen makan apa?” tawar Kaivan. “Hmm.... apa ya? Sate aja kali” “Lo Suza