Beranda / Horor / Mati Kembar / Bab 11 - Bab 20

Semua Bab Mati Kembar: Bab 11 - Bab 20

30 Bab

11. Pohon Angker

Mata ini seperti memaksa untuk tidak berkedip dan menahan untuk tidak melihatnya. Semakin lama semakin jelas tampak bayangan hitam meliuk-liuk di sekitar pohon besar itu. Kali ini aku seperti terkuras energi yang begitu besar sehingga gumpalan seperti asap hitam itu seperti menarik aku ke sana. Sungguh, energiku sudah habis semua dan tubuhku juga ikut melemah hingga semuanya menjadi gelap. "Sayang, kamu udah bangun?" "Ma, Mama buka matanya, Ma!" "Ma, kenapa tiba-tiba pingsan, Pa?" "Kok, Mama nggak jawab, Pa?" Aku ternyata pindang dan tidak sadarkan diri beberapa menit. Terdengar olehku di serentetan pertanyaan dari Beni, Andin, dan Andita. "Aku, nggak apa-apa, kok, Sayang." Aku menatap wajah Beni dan kembali tersenyum padanya. "Andin, Andita. Makasih karena kalian udah  menunggu Mama dari tadi di sini. Mama nggak kenapa-kenapa
Baca selengkapnya

12. Keanehan yang Nyata

“Sayang, Mama peringatin ya?! Jangan keluar rumah tanpa izin dulu karena nggak aman, Sayang,” kataku dengan nada rendah tapi agak tegas.“Iya, Ma. Tapi Andin masih boleh main sama Tante Maya kan, Ma?” tanya Andin serius menatap padaku dengan tatapannya yang begitu polos.“Mama tadi nggak liat siapa-siapa, Sayang.” Aku mencoba bersikap seolah tidak mengetahui apa-apa di hadapan mereka.“Ada, Ma! Andita juga liat, ya, kan?” Andita melirik ke arah adiknya.“Iya, Mama. Tadi Andita yang nanyain nama Tante Maya,” jawab Andita tersenyum kecil menatap tepat padaku.“Ya, udah. Yuk masuk ke dalam, Sayang!” Akhirnya aku meraih ke dua tangan mereka dan mengajaknya melangkah menuju ruang makan.Saat aku menutup pintu belakang, hawa aneh mulai kembali menyergap jiwa ini. Lagi, untuk kesekian kalinya aku mencium arom
Baca selengkapnya

13. Teror

Waktu berjalan dengan cepat, aku dan keluarga kecil ku sudah menempati rumah ini seminggu. Rasanya, baru kemarin aku menghirup udara segar dan juga merasakan mencekam di waktu malam menjelang yang begitu kental di tempat ini. Berjalan bersama dua putri kembar ku di awal pagi sungguh menyenangkan apa lagi bisa bercengkerama dengan mereka berdua semua ini luar biasa bagiku.   Tiba-tiba gerak langkah ini seolah menarikku kembali ke halaman belakang. Entah kenapa ketika pandangan lurusku menatap tajam ke arah dahan pohon di sana, seketika pikiranku melayang pada tulisan nama sosok perempuan cantik bermata sendu itu. Aku sempat berpikir mungkin dengan menuliskan namanya aku bisa berbagi cerita dengannya. Atau mungkin aku saja yang tidak bisa memahami maksud hantu itu apa.   Aku maju  tiga langkah, memastikah apa yang tertangkap oleh pandanganku tadi pada dahan pohon angker itu. Ternyata sosok mata sendu--Maya muncul juga pada pagi hari. Masi
Baca selengkapnya

14. Cakaran Mengerikan

Gerimis yang datang tiba-tiba terkadang memberi pertanda tidak biasa. Tetesan kristal bening itu mengalir dari atap hingga menyentuh kaca jendela kamarku. Hawa dingin tanpa permisi menyelinap mengisi ruangan hingga efeknya bagai menusuk ke dalam tulang. Biasanya ini waktu aku dan suami menghabiskan malam berdua, iya, hanya aku dan Beni.  Magrib tadi, kalau boleh jujur, aku masih sedikit merasakan ketakutan. Perempuan itu hampir setiap waktu mencoba mengganggu ketenangan di rumah ini. Aku tahu, penglihatan ini bukan penglihatan normal tapi dengan aku memilikinya, membuat hati dan jiwa seperti melanglang buana ke alam yang mungkin berbeda dengan dunia ini.  Oke! Mungkin aku harus menyesuaikan diri dengan lingkungan di sini tapi bukan berarti aku bisa mengatasi semua hal yang terjadi. Terlebih saat sosok dari mereka hadir tanpa diundang masuk d
Baca selengkapnya

15. Menghibur Buah Hati

"Andin, Andita, Sayang? Sebagai permintaan maaf, papa mau ajak kalian jalan-jalan ke kebun binatang," ucap Beni lembut pada mereka. Aku lega, karena Beni mau memahami dua putrinya.  "Beneran, Pa? Asik ...," tanya Andin masih ragu dengan ajakan papanya barusan. "Andita nanti mau main kejar-kejaran sama binatang-binatang yang lucu banget di sana. Boleh kan, Pa?" rengek Andita terlihat jelas di mata polosnya. Aku bahagia melihat mereka bisa dekat dengan papanya sekarang. Tangan kokoh Beni perlahan memeluk kedua putri kami dengan hangat. Sedang aku mendekat sesaat setelah momen itu berlangsung. "Mama ikut juga kan, Pa?" celetuk Andita berikutnya dengan memperlihatkan sederatan gigi yang berwarna putih sebagian karena sebagian lagi cokelat. "Iya, dong, S
Baca selengkapnya

16. Lelaki Emosional

"Adinda! aku tunggu di kamar lima menit lagi."  Sesampai rumah, aku menuntun Andin dan Andita masuk ke kamar. Heran. Kenapa tiba-tiba Beni menatapku begitu tajam, apa salahku? Iya, aku harus segera menyusulnya dari pada suamiku marah nantinya.  Usai menutup pintu kamar si kembar, Lantas aku segera bergegas ke arah kamar kami. Benar saja, terlihat olehku Beni tengah meanarik napas dalam seperti sedang menahan amarahnya yang tak ingin keluar tanpa diinginkan. "Sayang, kamu kenapa terlihat gelisah begitu?" tanyaku mencoba mencari tahu mungkin ia akan cerita padaku--istrinya. "Apa? kamu masih nanya kenapa aku gelisah? Jelas-jelas kamu penyebabnya, Dinda." Aku kaget ketika mendengar ini dari mulut suamiku sendiri.  "Emangnya aku buat salah apa sama kamu, Sayang? Tolong kasih tahu, sungguh aku benar-benar nggak mengerti apa maksud kamu," tanyaku sembari maju selangkah me
Baca selengkapnya

17. Menyesal

Setiap kali melihat senyum polos putri-putriku, seketika diri ini hancur bahkan berkeping-keping jadinya. Suara isak tangis mereka masih dapat kurasa, dalam dekapanku mereka menumpahkan air matanya. Oleh karena sikap Papanya terkadang buat mereka tidak mengerti bahkan aku sendiri tidak mampu memahaminya. Baru saja Beni menepis tangan-tangan mungil gadis kecil kami dengan sangat kasar seperti ia memperlakukan orang lain.  Aku mencoba mamahami kondisi yang terjadi akan tetapi lagi-lagi aku tidak bisa melihat putriku berdiri dalam keadaan ketakutan seperti ini. Dan aku sangat tahu kalau Beni--suamiku menginginkan aku melayaninya malam ini tanpa gangguan si kembar. Semua ini bukan salah mereka karena wajar untuk usia sekecil mereka ada ketakutan mimpi buruk di waktu malam. Sungguh suara ketakutan sekaligus napas mereka yang terengah-engah berlari ke kamarku. "Mama! Ma ...
Baca selengkapnya

18. Nenek Idah

Kenyamanan dalam balutan selimut membuatku tak ingin beranjak dari dari tidurku. Kedua bola mata terasa berat untuk kubuka tersebab oleh cahaya mentari pagi yang menyilaukan menerobos melalui celah jerjak jendela kamar. Aku nyaris terkejut saat kudapati seorang lelaki yang berdiri di depan ranjang sedang memegang roti panggang di tangan kanannya dan segelas susu hangat di tangan kirinya."Pagi, Sayang. Hmm ... pasti kamu nyenyak banget tidur gara-gara semalam kan? Nih, sarapan dulu," Beni begitu perhatian pagi ini. Ia sampai membawa sarapan ke kamar hanya untukku."Iya, Sayang. Sebentar, ya, aku mau ke kamar mandi dulu," jawabku dengan tersenyum kecil lalu melangkah masuk ke kamar mandi.Beberapa detik kemudian aku keluar dengan tubuh yang segar sehabis mandi tadi. Terlihat Beni masih duduk di sisi ranjang sembari tersenyum padaku."Sayang, kamu hari ini libur ngantor kan?""Iya, Say
Baca selengkapnya

19. Siapa Lagi yang Main Petak Umpet?

“Sayang, udah, dong! Ah, paling juga ada orang yang lewat, mungkin tetangga sebelah kali,” ucapku mencoba membuat keadaan menjadi tenang kembali. “Iya, Sayang. Makasih, ya, karena kamu aku jadi lebih tenang sekarang. “Oh, iya. Yuk kita makan malam, Sayang. Aku tadi ada masak nasi goreng kesukaan kamu lho. Tandi Andin jaga Andita bantuin aku masak. Mereka seneng banget, Sayang. “Wah, pasti enak banget kayaknya ya, Sayang. Yuk!” Aku meraih tangan Beni lalu mengajaknya keluar dari kamar. Belum jauh melangkah, tiba-tiba aku berhenti, “Sayang, kamu jalan aja dulu ke ruang makan, Ya? Aku mau ke kamar si kembar dulu.” “Oke, Sayang. Kamu hati-hati, ya, kalau ada apa-apa panggil aku saja,” ucap Beni dan berjalan hingga ke ruang makan. Saat kakiku melangkah berbalik, aku merasa seperti ada yang mengikuti dari belakang. Karena tak ingin menoleh, akhirn
Baca selengkapnya

20. Sosok Maya

Satu bulan tanpa terasa, aku dan keluarga kecil ku telah menempati rumah ini dengan berbagai macam pengalaman dan kenangan tentunya. Seperti saat Andin selalu mencariku hanya karena ingin dirapikan rambut panjangnya. Bahkan hampir setiap jam iya memintaku untuk memasang bando yang bergeser karena aktif selalu gerakannya. Aku juga mengingat saat Andita berlarian sendiri di tengah siang bolong. Begitu juga kala Beni memelukku erat di depan teras saat wajahku sedang cemberut. Ah, semua kenangan indah itu telah tercipta semenjak kami tinggal di rumah ini. Di balik kenangan indah tentu saja menyertakan kenangan buruk selayaknya sebuah mimpi yang pemiliknya tak pernah bisa bangun bahkan saat ia mencoba untuk kesekian kali. Isak tangis sosok perempuan bermata sendu masih jelas menggema dalam rongga telinga ini seolah selalu terdengar saat dalam sunyi senyap malam yang dingin. Wajah cantik dan seringai menakutkan masih membayangi dalam benakku
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status