Home / Pernikahan / WANITA RAHASIA SUAMIKU / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of WANITA RAHASIA SUAMIKU: Chapter 11 - Chapter 20

33 Chapters

Nyaris tertabrak

Segera kugeser logo telepon hijau ke atas. “Halo, Vik. Apa sudah dapat informasi?” tanyaku tak sabar.Terdengar suara berisik di seberang sana, tidak jelas apa yang sedang Vika katakan. Hanya suara grasa-grusu dan terdengar suara Vika seperti menjerit meminta pertolongan. Perasaanku tak enak, tiba-tiba sebuah pesan masuk dari nomor Vika yang isinya [SOS! Saya memerlukan bantuan darurat. (Dikirim dari jam saya)], disusul dengan pesan lain yang menunjukkan lokasi keberadaannya. Tak berpikir lama, kunyalakan starter motor vespa bututnya. Tangan kanan di handle gas sambil menjalankan motor, sementara tangan kiri memegang HP membuka alamat di mana dia berada dengan memakai aplikasi google map.Berkali-kali aku mencoba menghubunginya. Namun tidak terhubung. Pikiranku makin kacau, belum selesai masalah yang satu malah masalah lain muncul lagi. Kulajukan vespa butut milik Vika dengan kecepatan tinggi. Ketika hendak membelok di pertigaan jalan, motor ya
Read more

Kena prank smartwatch-nya Vika

Untung saja vespanya tidak rusak. Segera ku naiki motor tersebut dan tancap gas, tanpa menghiraukan suamiku yang berteriak memanggilku. Ku biarkan rasa perih di kakiku, yang ada di pikiranku sekarang adalah menemukan keberadaan Desi. Kembali ku periksa pesan masuk di gawaiku tersebut. Mengecek kembali pesan S.O.S dari Desi, dengan mencari titik lokasi keberadaannya lewat maps. Ku coba menelepon nomornya, tetapi tak juga diangkat. Pikiranku makin galau dibuatnya. Setelah 30 menit mengendarai motor menuju lokasi terakhir tempat Vika berada yang dikirim lewat pesan S.O.S tadi, akhirnya aplikasi peta digital yang sedang ku gunakan juga menunjukkan titik posisi keberadaan Vika yang hanya berjarak 300m lagi. Namun, aku bingung, perasaan sekitar lokasi ini padat rumah dan ramai orangnya. Tak mungkin jika tak ada satu orang pun yang tak bisa menolong atau menyelamatkan Vika jika benar ia dalam bahaya. Mencoba bertanya pada beberapa orang yang lalu lalang di sekitarku, dengan
Read more

POV Rafael

POV Rafael Pertama sekali aku bertemu Alena ketika mobilnya tiba-tiba berhenti mendadak di depan mobilku. Nyaris saja mobilku menabrak mobilnya dari belakang, beruntung aku mendadak merem mobilku. Aku turun dari mobil dan mengetuk pintu mobilnya, ternyata pengemudinya seorang wanita. Yah, pantas saja tak ada aksinya saat tahu bannya bocor. Dengan tulus, ku tawarkan jasaku dan membantunya mengganti ban yang bocor tersebut dengan ban cadangannya. Beberapa kali aku menangkapnya mencuri pandang padaku. Saat aku meliriknya atau sekedar mengajaknya berbicara, hal itu membuatnya gugup dan salah tingkah padaku. Aku hanya tersenyum lucu melihat reaksinya padaku. Setelah pertemuan pertama dengannya, jujur aku tak ada lagi memikirkan tentang dia. Bagiku, menolong orang saat butuh bantuan adalah hal yang wajar. Sama halnya ketika aku membantu Alena mengganti ban mobilnya, tak ada harapan atau perasaan lebih untuk mengenalnya lebih jauh. Meski ku akui Alena adalah gadis y
Read more

Mi ayam bakso

“Len ... tuh,” ujar Vika sambil melempar lirikan ke pojokan warung.Aku menoleh ke arah lirikannya. Lalu, memutar bola mata malas.“Cabut, yuk!” ajakku sambil beranjak dari kursi.“Mi ayamnya, gimana?” tanya Vika menggerutu sambil mengerucutkan bibirnya padaku.“Cari warung yang lain aja, buruan!” bentakku padanya.“Iya, iya, bentar tak bayarin dulu. Kasihan Kang baksonya,” ujar Vika sambil mengeluarkan selembar uang lima puluh ribuan.Segera kutarik tangan Vika untuk pergi dari warung tersebut“Alena ... Len! Tunggu!” ujar lelaki yang duduk di pojokan warung tadi sambil mengejar kami.Segera kulajukan vespa milik Vika. “Lena, bukankah itu suami kamu?” tanya Vika saat motor kami sudah agak menjauh dari warung mi ayam tadi. “Iya.”“Kenapa kita langsung pergi buru-buru? Gak kangen apa?” &ldq
Read more

Negative thinking

Hari ini, aku terpaksa harus kembali ke rumah Mas Rafael. Meski sangat berat untukku kembali ke rumah itu, tapi apa boleh buat? Misiku masih belum selesai. Tak mungkin untuk berterus terang pada Mama mengenai masalah yang kuhadapi. Yang ada nanti masalah makin runyam jika harus melibatkan kedua orang tuaku.Segera kumasukkan kembali barang-barangku ke dalam koper kecil itu. Setelah semuanya beres, aku berpamitan pada sahabatku ini. “Vik, aku pulang, ya. Aku takut nyokap beneran ke sini, jika aku gak pulang-pulang ke rumah Mas Rafael,” ujarku sambil memeluk Vika.“Jaga dirimu baik-baik. Kalau ada apa-apa, telepon aku, ya. Aku siap 24 jam untuk menolong kamu,” ujar Vika sambil mengangkat tangan kanannya membentuk segitiga di sisi kepala kanannya, seolah-olah memberi salam hormat, seperti seorang prajurit yang memberi hormat atau sebagai tanda salam perpisahan kepada komandannya.“Okay,” balasku sambil mencubit pipinya, dan berla
Read more

Ciuman kedua

Tak lama setelah deru motor pria gondrong itu menjauh, terdengar suara pintu rumah dibanting. Siapa lagi kalau bukan Desi yang membantingnya.Aku kembali menutup tirai jendela yang kusibakkan tadi dan berjalan menuju ranjang. Tanpa sengaja, mataku tertuju pada gadget milik Mas Rafael yang berada di atas nakas. Aku berpikir, lebih baik untuk memeriksa ponsel tersebut saja, mumpung lelaki yang berstatus suamiku itu sedang mandi. Segera kuraih HP tersebut, mencoba membukanya dengan memasukkan tanggal kelahirannya pada password yang diminta, tetapi salah. Kucoba lagi dengan memasukkan tanggal jadian kami dan tanggal pernikahan, akan tetapi tetap juga salah. Tak berputus asa sampai di situ, kucoba memasukkan beberapa tanggal penting, termasuk tanggal lahir Desi dan Jay, tetap juga passwordnya salah. Saat gadget tersebut memberi satu lagi kesempatan terakhir untuk memasukkan sandi, aku iseng memilih mengetik tanggal lahirku pada angka yang diminta smartphone tersebut,
Read more

Rekaman video me*um

Segera kupungut gadget yang terjatuh di lantai itu dan secepatnya men-share ke WA-ku rekaman video tersebut. Tak lama berselang, suamiku kembali dengan sekotak Pizza di tangannya.“Suara apa itu tadi, Dek?” tanyanya padaku. Tiba-tiba rona wajahnya berubah saat melihat gadgetnya dalam genggamanku. Lantas, ia meraih HP-nya dan terlihat raut mukanya memerah menahan amarah padaku. “Kamu apakan HP-ku?!” bentaknya.“Jelaskan padaku tentang video itu!!” balasku meminta penjelasannya dengan suara lantang.“Vi–video apa maksudmu?" tanyanya berpura-pura.Kuraih balik HP di tangannya dan memperlihatkan rekaman video tak senonoh antara dia dan Desi yang tersimpan di ponselnya itu.Ia tampak terkejut dan terlihat pucat melihat rekaman video yang kutunjukkan padanya dan tak menyangka bahwa aku bisa membobol password gadgetnya itu.Mas Rafael terdiam sesaat, lalu memejamkan matanya sambil memijit-mijit pelipi
Read more

Kesucian yang terenggut paksa

Mas Rafael menindihku, aku berusaha berontak sekuat tenaga. Namun, tetap saja kekuatannya jauh melebihiku. Dia mengungkung badanku dengan tangannya, sementara kedua kakinya menjepit kedua lututku. Tiba-tiba perasaan takut menguasai pikiranku, saat tangannya mulai meraba membuka kancing atas piyamaku. Desah nafasnya yang memburu tak beraturan, membuat tanganku gemetaran menepis tangannya. Dia mulai menciumi leherku, beralih melumat bibirku, sementara tangannya yang lain, mulai nakal melucuti satu persatu kain yang menutupi tubuhku. “Tolong ... Jangan lakukan ini padaku,” mohonku padanya. “Kamu yang memulainya, aku akan meminta hakku sebagai suami malam ini,” tegasnya. “Aku mohon lepaskan aku! Aku berjanji takkan meninggalkanmu Rafael dan takkan mencari tahu masa lalumu lagi,” pintaku padanya. Dia menyeringai nakal menatapku. “Kamu tahu? Aku cukup sabar untuk tidak meminta hakku padamu selama ini, karena aku sadar tak mungkin memaksamu jika belu
Read more

Difitnah oleh Desi dan Steven

Keringat dingin mengucur di sekujur tubuhku. Perasaan takut ketahuan menguasai diriku. Pintu di dobrak dua kali, tetapi pada dobrakkan ketiga terdengar suamiku keluar dari kamar dan bertanya ada apa pada Desi dan Steven si pria gondrong.Seketika perasaanku mulai tenang mendengar Mas Rafael keluar dari kamar. Tak berselang lama, terdengar suara ketukan di pintu kamar. “Siapapun di dalam tolong buka pintunya.” Suara khas bariton suamiku terdengar tegas dari luar. Membuatku gugup dan tak tahu harus berbuat apa.Lima menit kemudian, kembali terdengar ketukan yang lebih kuat disertai dengan ancaman dari suamiku. “ Buka pintunya sekarang atau saya dobrak. Dan jika tidak, saya akan menelepon polisi sekarang,” ujarnya dengan nada mengancam.Aku yang gemetaran ketakutan, berusaha menguasai diri dan mencoba menepis kegugupanku. Segera kubuka pintu kamar dengan kepala menunduk aku tak berani menatap pria di depanku yang beberapa menit yang lalu tel
Read more

Pingsan

Aku menggeliat, mencoba membuka mataku, saat merasakan tanganku hangat dan seperti berada dalam sebuah genggaman. “Aku dimana?” tanyaku memegangi kepala mencoba mengingat-ngingat. Ku edarkan pandanganku ke sekitar, hanya sebuah ranjang pasien tempatku berbaring saat ini, sebuah sofa letter L, sebuah meja kecil serta sebuah nakas.“Kamu sedang di Klinik Pelangi,” ujar lelaki yang masih menggenggam tanganku itu.“Kenapa aku di sini, Mas?” tanyaku bingung dan menarik tanganku dari genggamannya.“Hati-hati, nanti tangan kamu berdarah,” ujarnya mengingatkanku.Kulihat di tanganku terpasang selang infus. Batinku bertanya-tanya ada apa gerangan kenapa tanganku sampai terpasangi infus, apakah aku pingsan semalam? Seingatku, kemarin aku difitnah Desi kepada suamiku jika aku ada hubungan dengan Steven.Mas Rafael yang mengerti kebingunganku, menarik nafas sejenak sebelum menjelaskan padaku apa yang telah terjad
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status