Aku terbangun oleh suara langkah kaki yang menuruni tangga, rupanya aku tertidur tadi, setelah memikirkan segala macam hal di dalam kepala, membuatku letih dan terlelap. Kurasa bukan tubuh ini yang kelelahan, melainkan jiwaku. Aku membalikkan tubuh membelakangi pintu masuk, pura-pura masih terlelap. Jantungku berdegup kencang, malu, senang, dan bingung bercampur jadi satu. Ia membuka pintu perlahan, kurasakan tatapannya terpaku pada punggungku, lalu langkah kakinya berjalan mendekati tempat tidur. Ia mendudukkan diri di sisi lain ranjang. Kami berdua terdiam, Axel tak bergerak lagi. Perlahan kubalikkan tubuhku, menatap punggungnya. Axel menopangkan tangan pada kepalanya dan tertunduk. Ia sedang berpikir, mungkin merencanakan apa yang akan dilakukannya padaku. Aku bergidik ngeri, bagaimanapun juga Axel adalah seorang pembunuh dan aku takkan pernah mampu menyelami jalan pikirannya. Apakah aku yang terlalu berharap, hanya karena perlakuannya yang
Baca selengkapnya