Home / Romansa / Pelabuhan Terakhir / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Pelabuhan Terakhir : Chapter 81 - Chapter 90

99 Chapters

19. Aku Rindu

POV Jamal"Ustaz, itu ponselnya dari tadi bunyi loh.""Iya, Uztaz Hilman. Biarkan saja, orang iseng itu."Aku memilih tidak menggubris ponselku. Karena sudah dipastikan yang sedang miscall dan mengirim pesan beruntun adalah si kunti sama si mantan sombong.Ck. Herman aku. Perasaan aku ya gak kasih harapan apa-apa kok ya sekarang malah dikejar-kejar wanita. Dua lagi. Duh Gusti paringono sabar.Delapan bulan telah berlalu semenjak Nada kembali ke Bumiayu. Selama itu pula aku harus menahan rindu sekaligus menjaga hati dan emosi. Gimana gak emosi, Ning Asyifa yang sudah selesai mondok kini terang-terangan menerorku, memintaku untuk melanjutkan rencana pernikahan kami. Tentu dong kutolak tegas. Masa bodoh dia mau nangis kejer toh bukan urusanku. Bahkan pernah dia mengancam bunuh diri, hohoho kutantang dong ya, silakan bunuh diri toh yang ke neraka dia sendiri, malas aku ikut-ikutan. Dasar namamya ancaman cap kulit kacang, cuma nyaring doang
Read more

20. Rahasia Hati

POV NadaAku masih melengkungkan sebuah senyum. Jamal ... Jamal, Pangeran Kudus ini benar-benar selalu membuatku bisa tersenyum. Aku segera menaruh ponselku dan langsung bersiap untuk mengajar. Hari ini jadwalku cukup padat baik di sekolah maupun pondok.Dari pagi hingga jam satu siang aku mengajar di sekolah, jam dua nanti aku harus segera ke pondok. Ada jadwal di sana.Selesai mengajar aku kembali ke rumah dulu sebelum ke pondok. Aku mau ganti baju dulu. Sampai di halaman, aku nyaris berteriak ketika melihat mobil Mas Azzam. Aku segera berlari ke dalam rumah."Salam dulu, Nada.""Hehehe. Maaf Umi. Habis kangen sama Aslan.""Cuci tangan dulu. Baru sana kamu uwel-uwel si Aslan."Aku menuruti kata Umi. Selesai membersihkan diri, aku langsung menuju ruang keluarga untuk menemui Aslan dan kedua orang tuanya.Kami mengobrol dengan diiringi canda tawa karena kehadiran para Aslan terutama tingkah Azada yang selalu membuat kami gemas
Read more

21. Ancaman

Aku menatap gusar pada lelaki paruh baya dan juga istrinya yang ada di depanku. Sungguh ini menyesakkan. Padahal sudah berulangkali aku mengatakan tidak ingin memberinya kesempatan, tetapi lelaki itu rupanya begitu keras kepala. Dia malah mendatangkan kedua orang tuanya."Ning, memangnya apa kurangnya anak kami, si Hilman?""Tidak ada, Umi. Tetapi mohon maaf, saya ....""Nada, sudah menerima pinangan dari lelaki lain, Ustaz.""Benarkah? Kapan?""Sembilan bulan yang lalu, mohon maaf saya memang tidak mengabari panjengan karena memang ini permintaan Nada demi menjaga perasaan sang Kakak di depan semua orang. Mohon maaf sekali lagi." Abah terlihat sekali menyesal karena harus menolak pinangan kedua orang tua Ustaz Hilman untuk kedua kalinya. Tetapi aku bersyukur memiliki seorang ayah yang begitu pengertian."Makasih, ya Bah." Aku bergelayut manja pada Abah setelah kedua orang tua Ustaz Hilman pamit sepuluh menit yang lalu."Sama-sama. Me
Read more

22. Drama Dua Wanita

POV JamalAku tersenyum semringah ketika melihat calon bidadari dunia akhiratku sedang duduk santai bersama ketiga Aslan."Aslaaan. Om ganteng dataaang."Aku langsung menguyel-nguyel ketiga Aslan dengan sangat bersemangat. Tak lupa menciumi pipi gembul ketiganya penuh antusias. Ketiga Aslan terpekik bahkan aku harus merasakan pukulan keras dari Aidan dan gigitan dari Azada. Abrisam sendiri hanya menatapku dingin persis tatapan bapaknya. "Ya elah, Om ganteng mau nyium aja udah pada heboh bener." Kulirik ke arah Nada yang sudah terkikik dari tadi."Lagian, udah tahu sama singa, ya jangan nantangin.""Yah mau gimana lagi. Mereka lucu. Gemesin, mau nyium tantenya belum halal ya udah aku nyium mereka aja."Nada memasang wajah galak ke arahku. Bukannya takut, aku malah senyum-senyum melihat rona merah di pipi Nada."Aciee ... yang lagi shy-shy cat. Pipinya gemesin banget deh.""Ish! Jamal, diem gak!"Aku terus men
Read more

23. Ujian Iman dan Cinta

"Kamu yakin gak perlu ngajak salah satu kang ndalem buat menemani kamu?""Gak usah Umi. Kan Jamal udah biasa ke Purwokerto sendiri.""Tapi ...."Aku menarik tangan Umi dan menggenggamnya. Lalu sesekali mengecupnya mesra."Umi. Umi tenang ya? Jamal gak bakalan ngebut kok. Doakan Jamal biar selamat sampai tujuan. Umi jangan banyak pikiran dong? Kasihan Abah."Aku melirik ke arah Abah yang masih berbicara dengan seseorang di telepon."Umi kok cemas ya? Perasaan umi gak enak.""Istighfar Umi. Itu bujuk rayu setan."Aku masih berusaha menenangkan Umi. Hingga akhirnya dia bisa tenang dan melepasku kembali ke Al-Hikam."Jadi berangkat sekarang, Mal?" Abah mendekat ke arahku dan Umi yang masih mengobrol."Jadi, Bah.""Ya sudah. Ati-ati ya? Kalau sudah sampai jangan lupa kasih kabar.""Pasti, Bah. Jamal berangkat ya, Abah, Umi."Aku pun menyalami kedua orang tuaku. Lalu segera menuju ke mobil. Melambai
Read more

24. Firasat yang Buruk

"Siapa?" tanyaku pada Caca. "Gus Fadil.""Kok nelepon kamu?""Bukan, ini ponselnya Mas Azzam ketinggalan. Kebiasaan Mas Azzam kalau lagi buru-buru, ponsel suka ketinggalan padahal udah sering aku ingetin.""Ooo. Gus Fadil kenapa telepon?""Ngabarin kalau Ning Zulaikha semakin membaik.""Dih! Aku tuh sebel banget kalau ingat kelakuan Ning Zulaikha. Suka boleh tapi kan gak dengan cara jahat kayak gitu. Pakai obat perangsang segala. Itu Ning pasti terlalu banyak nonton drama atau novel dimana tokoh jahatnya selalu pakai cara kejam dan licik buat dapetin gebetan."Aku masih sedikit tidak terima dengan kelakuan Ning Zulaikha yang mencoba mendapatkan Mas Azzam dengan cara licik. Aku terus mengeluarkan unek-unekku kepada Caca dengan suara menggebu-gebu. Kami berdua sedang berada di halaman belakang dengan para Aslan yang sedang bermain bersama Azmi. Sementara Aku dan Caca duduk di kursi yang berada di teras belakang."Kamu sama
Read more

25. Kronologis Kejadian

Mbak Nida menggenggam erat tanganku. Sementara aku masih fokus pada penjelasan dari salah satu polisi mengenai apa yang terjadi. Darahku mendidih begitu mengetahui apa yang hendak dilakukan oleh Hana pada Jamal. "Wanita itu mau menjebak Jamal? Putraku?" Abah Shohib nampak terpukul mendengar keterangan yang diberikan oleh salah satu polisi."Benar, Bah. Jamal sempat menghubungi Alfin. Sayang, terputus. Bersyukur Alfin sempat cek lokasi terakhir Jamal. Nah, waktu Alfin sampai di sana, Jamal gak ada. Alfin terus nyari sampai Alfin mendapat kabar kalau Jamal kecelakaan dengan seorang wanita. Setelah memastikan Jamal ditangani, Alfin sengaja menyusuri lokasi terakhir Jamal. Alfin penasaran kenapa Jamal berada di situ. Akhirnya Alfin menemukan ada bangunan tua di tengah hutan. Alfin dan kawan-kawan mencoba masuk dan mencari tahu. Ternyata ada enam preman di sana. Kita ringkus dan kita cari tahu kenapa mereka di sana. Rupanya, wanita bernama Hana yang memerintahkan enam
Read more

26. Malu

Merenung sendirian. Ini yang sedang kulakukan. Aku baru saja selesai sholat duha. Sementara Mbak Nida sedang pergi. Keluarga Jamal sendiri bergantian ikut menaga. Sebenarnya Abah Shohib memintaku beristirahat tapi akunya yang tidak mau. Aku ngotot menunggu Jamal sampai dia sadar. Di tengah lamunanku, ada seseorang yang tiba-tiba memanggilku. "Ning."Aku kaget dengan panggilan seseorang. Segera saja kucari siapa yang memanggilku. Ternyata Ustaz Hilman. "Ustaz, njenengan kok di sini?"Ustaz Hilman tersenyum lalu dia duduk di salah satu kursi dan berjarak cukup jauh dari tempatku duduk."Saya sengaja ke sini memang. Saya ingin melihat kondisi Gus Jamal.""Oh."Hening. Kami sama-sama diam. Jujur aku merasa tak nyaman dengan keberadaannya di dekatku. Sesekali kuedarkan pandangan. Mencari sosok yang kukenal tapi tak ada. Mas Azzam sedang menemani Mas Gino ke kantor polisi sementara Mbak Nida sedang membeli makanan."Ning
Read more

27. Sadar

POV JamalBrak! Hantaman keras yang kurasakan membuatku oleng, namun entah karena refleks atau bagaimana aku berusaha melindungi kepalaku dengan kedua lengan yang sengaja kulingkarkan untuk menghindari benturan keras dengan aspal. Meski begitu, tetap saja pelipisku mengenai aspal. Aku berusaha untuk tetap sadar meski rasa sakit menyergap diri, namun akhirnya aku kalah dan menutup mata.Ketika bangun, aku sudah berada di padang bunga yang sangat cantik. Bukan itu saja, aku bahkan bisa melihat dua wanita cantik sedang bercengkrama di sana. Mereka menatapku lalu melambaikan tangan. Sebagai lelaki normal tentu dong, aku berusaha mendekat. Namun baru juga lima langkah, telingaku menangkap suara tangis seseorang.Sempat bingung dengan suara tangis itu? Siapa? Siapa yang sedang menangis? Aku mengedarkan mata dan menajamkan telinga. Kucari-cari sekelilingku. Nihil. "Suara siapa itu ya? Kayak kenal?" gumamku."Mas sini? Mari
Read more

28. Akhirnya Pulang

Akhirnya, setelah dua minggu dirawat intensif di rumah sakit. Aku bisa kembali ke rumah. Bahagianya hatiku. Jujur kalau terlalu lama di rumah sakit aku pasti bakalan stress. Seminggu ini aja aku udah sering uring-uringan. Untung ada Nada yang bikin mood burukku jadi teralihkan."Nad, nanti aku bikinin sop jamur ya?" pintaku pada Nada yang sedang membantu Umi membereskan baju-bajuku."Iya.""Asik." Aku bersorak riang gembira seperti bocah cilik."Dasar kayak bocah," sinis Kamal. "Syirik aja. Biarin weee. Orang sama calon istri sendiri."Aku memeletkan lidahku pada sepupu jombloku. Hahaha, emang enak sekarang gantian aku bales. Dulu waktu dia lagi tahap ta'aruf sama salah satu Ning asal Jepara, dia sok jumawa. Lah, ternyata gagal gara-gara si Ning-nya kepincut teman kuliahnya dan menolak perjodohan dengan Kamal. Kamal sampai nangis-nangis waktu itu. Bilang kadung mulai tresno, tapi seminggu kemudian kudengar dia ta'aruf lagi
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status