Home / Romansa / The Dark Side (Perawan 1 Miliar) / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of The Dark Side (Perawan 1 Miliar): Chapter 41 - Chapter 50

57 Chapters

Zeeta Menghilang

Sementara di ruang keluarga, percakapan antara keluarga inti pun masih saja bersitegang. "Rezvan ... " Pak Dennis bersuara. "Apa pun keputusamu, papa akan selalu mendukungmu. Lakukan menurutmu yang terbaik dan bisa membuat perasaanmu tenang, Nak." "Pasti, Pa. Papa jangan khawatir akan hal itu. Aku akan menjadikan kesalahan di masa lalumu sebagai pelajaran," timpal Rezvan terdengar halus. Namun menohok.Pertemuan yang mereka lakukan berlanjut hingga lewat tengah malam. ***Athikah_Bauzier*** Mual pada perut Zeeta semakin tak tertahankan. Seluruh makanan yang dikonsumsinya seharian ini berdesakan keluar begitu saja. "Zeeta, ada apa denganmu?" Rezvan menyentuh kedua bahu Zeeta. Namun, Zeeta berlalu begitu saja tanpa menatap sedikit pun pada pria di hadapannya. "Kau baik-baik saja?"&nbs
Read more

Amarah Zeeta

"Menghilang? Maksudmu Zeeta meninggalkan Villa?" Erga ingin memastikan. "Entahlah .... " Erga merogoh saku, lalu menghubungi seseorang. "Pak Omen, apa ada seorang wanita yang keluar melalui portal utama pagi ini ...? " Tampak Erga menghububgi satpam penjaga portal utama villa pribadi. "Hemh, ya, baiklah! Tolong pantau selalu keluar masuknya pergerakan, Pak. Terima kasih." Ia segera memutuskan sambungan. "Kata satpam penjaga portal, memang ada wanita berdiri di depan gerbang, meminta izin keluar, tapi ia paham kalau itu istrimu, jadi dia tidak mau mengambil risiko dengan membuka portal utama. Aku sudah tahu hal ini pasti akan terjadi, jadi semua satpam sudah aku warning sesaat setelah sidang keluarga dilakukan semalam. Hanya ingin memastikan tidak terjadi hal seperti ini."   "Lalu?" "Mungkin aku tahu dia di mana." Erga bangkit, d
Read more

Kedatangan Seorang Wanita Mengaku Hamil

"Oh, dari sana kau rupanya?!" Cindy menghadang langkah Zeeta yang baru saja tiba dari backyard.. "Iya, Bu?" Zeeta mengatur sikap sesopan mungkin. "Entah sihir apa yang kau lakukan, sehingga membuat anak dan keponakanku segawat itu saat menyadari kehilanganmu!" cibir Cindy kemudian. "Maaf, Bu! Apa maksud Anda?" "Hah! Tampak polos, tapi kau binal juga, ya, rupanya!" cerca Cindy seraya menyilangkan tangan di depan dada. "Binal? Maaf, Nyonya! Saya bukan wanita seperti itu! Jadi Anda tidak bisa menyebut saya seperti itu!" tegas Zeeta kemudian. "Lancang! Beraninya kau!" Cindy hendak melayangkan tamparan pada Zeeta. Namun, sebuah tangan menahannya secara tiba-tiba. "Jangan ganggu keluarga kami, Cindy!" tukas seorang wanita berparas cantik yang berusaha menengahi perseteruan. "Apa pun masa
Read more

Menjauhlah Dari Saya, Tuan!

"Hamil?! Mas?!" Lantas tubuh Zeeta sedikit terhuyung usai mendengar penuturan wanita berwajah kuyu tersebut. Ucapan Mas seolah menegaskan jika mereka berdua memang terikat sebuah hubungan. "Mas!?" Rezvan menelengkan kepala. "Heh, apa yang baru saja kau bilang? Mas ... Mas ... Mas ... Mas!! Emas 27 karat?!" sentaknya. Ia juga tampak terkejut mendengar ucapan wanita itu. "Malam itu, saat kau memberiku 100 juta, aku tidak menyangka bahwa aku akan hamil setelahnya, Mas. Aku bingung harus apa kali ini. Aku panik! Seolah masa depanku hancur saat ini." Wanita itu kini menangis histeris. "Apa-apaan lagi ini?!" hardik Rezvan. Lalu, menatap pada Zeeta yang tampak membelalakkan kedua mata bulat cantik miliknya. "Zeeta ... ini semua. Aku tidak .... " Zeeta menatap nanar pada Rezvan. "100 juta?!" tubuhnya semakin bergetar. "Aku tidak bohong! Rez
Read more

Kehamilan Zeeta 1

"Kau di sinilah dulu. Bi Netty dan adikku Maya akan menemani," ucap Erga usai menyelimuti tubuh Zeeta dengan selimut. "Te–terima kasih, Tuan." Zeeta bersandar pada sandaran ranjang. "Ma–maaf karena saya sudah merepotkan Anda. Sa–saya hanya tidak tahu harus percaya pada siapa. Terlalu banyak politik, Tuan. Saya tidak sanggup!" "Hemh! Bukan masalah. Istirahatlah dulu. Kalau kau ingin bertemu Rezvan, nanti akan aku suruh dia datang ke mari." "Tidak, Tuan! Saya tidak mau! Jangan biarkan Tuan Rezvan menemui saya." Tiba-tiba Zeeta memekik. "Baiklah! Terserah padamu." "Huekkk!"  "Kau kenapa?" "Sa–saya tidak tahu, Tuan. Mulai semalam perut saya tidak enak. Rasanya mual sekali. Huekkk! Permisi, Tuan. Saya butuh kamar mandi." ***Athik
Read more

Kehamilan Zeeta 2

"Maaf, kalau pertanyaanku bodoh. Mungkin ... bukan hakku bertanya karena ini privasi. Tapi aku tidak bisa menahannya lagi untuk bertanya padamu." Zeeta menatap bingung pada Erga. "Apa Rezvan memaksamu untuk melakukannya?" tanya Erga tiba-tiba tanpa basa-basi. "Ti–tidak, Tuan! Ke–kenapa Anda bertanya begitu?" Zeeta terbata, lalu kembali meringkuk memeluk kedua lutut. Tak dapat dielaknya lagi, rasa sesak semakin mendera saat mengingat peristiwa malam itu.  "Tidak memaksa? Lalu mengapa kau ingin menyembunyikan darinya, Zeeta. Itu adalah anaknya." "Ja–jangan, Tuan. Wanita itu ... wanita itu ... juga hamil, Tuan. A–apa yang harus saya lakukan? Sa–saya tidak mau berada di situasi seperti ini. Sa–saya .... " Zeeta tampak terlihat bingung. "Zeeta, dengarkan aku! Bagaimana
Read more

Aku Merindukanmu 1

"Tuan Rezvan?!" Bi Netty terperangah mendapati Rezvan kini berada di ruang utama keluarga. "Apa yang terjadi pada Anda, Tuan?" "Zeeta di mana, Bi?" Rezvan memutar badan mencari sebuah kamar. "Non Zeeta ... Non Zeeta .... " Bi Netty terbata. "Aku suaminya, Bi. Apa pantas aku diperlakukan seolah pria asing kriminal yang hendak mencelakakannya?" "Bu–bukan itu, Tuan. Ma–maaf! Tapi ... Non Zeeta ... yang menyuruh saya  untuk mencegah jika Tuan Rezvan datang menemuinya." Namun, tanpa mendengar ucapan Bi Netty, Rezvan menelusuri ruangan kamar demi kamar di lantai bawah untuk mencari keberadaan Zeeta. Tak menemukan di lantai bawah, ia pun menyusuri tangga untuk menuju lantai atas. "Tuan ... Tuan!" Bi Netty mengekor pada Rezvan. "Jangan seperti ini, Tuan! Maaf kalau bibi lancang. Kondisi Non Zeeta masi
Read more

Aku Merindukanmu 2

Rezvan bagai disentak atas sikap tanpa basa-basi Zeeta. Buah khuldi yang bertengger pada batang lehernya seketika naik turun dengan cepat. Seolah  sebutir empedu baru saja ditelannya. Begitu pahit. "Zeeta, wanita itu .... " "Tuan ...!" Seketika Zeeta memekik. "Tolong! Sekali ini saja ... sekali ini saja! Tolong jaga perasaan saya!" Kedua benik matanya mulai memanas. "Saya wanita biasa yang punya perasaan, Tuan! Saya punya mimpi, saya punya cinta. Apa wanita seperti saya tidak layak punya mimpi? Apa wanita seperti saya tidak layak mendapatkan cinta? Seolah keadaan tak memberi kesempatan untuk merasakannya barang sedetik pun. Saya ... saya ... sudah tidak tahan lagi! Saya ... sudah tidak sanggup lagi dipermainkan!" Meluncur sudah buliran bening yang sempat berusaha ditahannya. "Bukankah itu adalah kebiasaan Anda tidur dengan banyak wanita, Tuan? Ada ataupun tanpa adanya saya. Apalah saya ini,
Read more

Hilangnya Jejak Rekam Perselingkuhan

**Athikah_Bauzier*** "Hilang?! Bagaimana bisa, Pak? Apa ada orang lain yang masuk ke mari?" Rezvan menatap layar CCTV. Ia berniat untuk mengambil rekaman sejak sebulan lalu tepat di malam percumbuannya dengan wanita yang menyebut dirinya sebagai Wilma. Namun, ternyata rekaman sejak sebulan lalu itu raib. "Saya juga tidak mengerti, Tuan. Saya hanya bisa menemukan rekaman seminggu terakhir." "Apa-apaan ini?! Mengapa sistim keamanan bisa buruk seperti ini, hah!?" hardik Rezvan seraya berkacak pinggang. Amarah dalam dirinya membuncah dan meletup bagai lahar. "Percuma kalian semu kugaji!" "Maafkan saya, Tuan. Saya siap menerima sanksi." Pak Dody menundukkan kepala, "Ta–tapi, jangan pecat saya, Tuan! Anak istri saya makan apa?" Amarah masih menggelegak dalam hati Rezvan. Namun, ia mencoba mengatur napas untuk menetralisir emosi yang tak tertahan. "Arrghhh! Sudahlah!" Ia pun mengibaskan tangan. Rezvan menyadari sesuatu. Ia menatap ruangan, be
Read more

Andai Bukan Dia, Maukah Kau Hidup Bersamaku? (Uangkapan Hati Erga)

Zeeta mengamati beberapa lukisan indah yang terpampang pada dinding sebuah padepokan yang berada tepat di belakang Villa. Padepokan itu memiliki ciri khas arsitektur klasik ala pedesaan yang didesign dengan kayu dan bambu. Ditambah berlokasi tepat di tengah bukit hijau, begitu sangat menenangkan pikiran. "Di sini kau rupanya?" Sebuah suara mengejutkan Zeeta yang tengah berkonsentrai menyimak tanda tangan di sudut kanan bawah lukisan. Lantas ia pun menoleh menatap sang pemilik suara. "Tuan Erga! Anda sudah pulang?" "Hemh!" Erga mengangguk seraya mengulas senyum tipis. "Kau suka lukisan?" "Ah, iya, Tuan. Lukisan ini sangat cantik sekali. Begitu realistis. Apakah pelukisnya beraliran Naturalisme dan Realisme, Tuan?" "Hei, rupanya kau banyak tahu tentang aliran lukisan rupanya, ya?" "Sedikit saja, Tuan." Kembali Zeeta mengamati lukisan di hadapannya. "Lukisan di sini bukan karya satu orang saja. Aliran mereka pun berbeda-beda." Erg
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status