Home / Lain / PESUGIHAN GUNUNG SEMERU / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of PESUGIHAN GUNUNG SEMERU: Chapter 41 - Chapter 50

143 Chapters

Ikhtiar

Sepanjang perjalanan Lastri dan Prapto tenggelam  dalam pikiran mereka masing-masing. Ucapan Ustaz Ilham masih mendengung dalam indra pendengaran Lastri. "Mohon maaf sebelumnya, saya tahu apa yang sedang terjadi dengan anda. Jika anda berkenan, saya bisa membantu anda." 'Apakah jangan-jangan ustaz itu tau jika aku mengambil pesugihan.' "Bu!"  Panggilan Prapto membuat Lastri tersadar dari lamunannya. Wanita itu menatap Prapto yang duduk di bangku kemudi. "Apakah benar Indah terkana kutukan? Kutukan apa ya, Bu, yang membuat Indah seperti ini," ucap Prapto dengan wajah berpikir. Lastri menghela nafas panjang, menyandarkan tubuhnya pada bangku mobil. Sesaat ia melirik pada Indah yang terlelap memeluk boneka bayi yang setia mendampinginya. 'Tidak mungkin aku menceritakan kepada Prapto. Bahwa semua yang terjadi pada Indah adalah karena kesalahanku. Aku yakin, hal itu justru akan berakibat buruk sekali.' "Entahlah, P
Read more

Perjanjian Yang Tidak Bisa Di Batalkan

Bibik meremas ujung baju yang ia kenakan. Wajahnya terlihat begitu panik setelah kejadian buruk yang menimpa Indah. Sementara Prapto berjalan mondar mandir di lorong depan ruang ICU, dengan wajah panik. Lampu merah yang berada di atas pintu ruang ICU masih menyala sejak satu jam yang lalu. Menandakan jika di dalam ruangan itu masih dilakukan tindakan."Semoga saja Non Indah baik-baik saja!" lirih Bibik. Tatapan menerawang jauh dengan wajah yang masih sangat syok sekali."Bik, tadi Bibik sudah menghubungi ibu, kan?" tanya Prapto menoleh pada wanita paruh baya yang duduk pada bangku di depan ruang ICU."Sudah Den, ibu bilang dia akan segera pulang," balas Bibik, gugup.Prapto menghempaskan tubuhnya duduk pada bangku yang berada di samping Bibik. Wajahnya terlihat sangat gusar, memikirkan keadaan Indah. Masih terlihat bagaimana mobil itu hampir meremukkan tulang kaki Indah. Beruntungnya hal itu belum sampai terjadi, karena Prapto segera menarik tubuh Indah,
Read more

Protes Kedua Orang Tua Prapto

Pundi-pundi Lastri semakin bertambah banyak dan banyak lagi. Wanita itu sudah tidak berani lagi untuk mencari pertolongan  untuk membebaskan dirinya dari pesugihan yang selama ini ia ikuti. Karena Suro mengancam, jika Lastri mencari bantuan maka ia akan membunuh Indah, putri satu-satunya dan sebagian gantinya ia harus siap memberikan tumbal kepada Suro setiap 3 tahun sekali dan diapun harus siap melayani Suro setiap malam Selasa Kliwon seperti suaminya sendiri.Lastri mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ia tidak menemukan keberadaan   Prapto ataupun Indah di lantai bawah. Yang ada hanyalah Bibik yang sedang menyiapkan makanan untuk para karyawan Lastri di dapur."Bik!" Panggil Lastri pada wanita yang sedang sibuk berkutat dengan spatula dana wajan yang ada di atas kompor."Iya, Bu?" sahut Bibik sekilas melihat pada Lastri yang berdiri di depan kulkas mengambil sebotol minuman lalu meneguknya."Indah sama Prapto di mana, Bik?" tanya Lastri.
Read more

Mencari Jalan Keluar

"Tolong Izinkan kami untuk berbicara dengan putra kami," ucap wanita berkerudung cokelat itu saat melihat kedatangan Prapto dan menantunya, Wanita dengan kerudung navi seraya mengedong boneka bayi di tangannya.Lastri mengangguk, tanda mengizinkan. Senyuman yang tersungging dari bibir Prapto seketika memudar saat melihat semburat kekesalan dari wajah ibunya."Ibu ingin kamu meninggalkan Indah!" cetus wanita berkerudung cokelat pada Prapto yang kini sudah berada di depan teras rumah.Seketika wajah Prapto berubah mengeras dengan kedua alis yang saling mengadu. "Bu, ada apa dengan Ibu?" pekik Prapto terkejut."Kamu harus menurut dengan perintah ibumu ini, Nak, atau nyawamu dalam bahaya!" sahut lelaki yang berdiri di samping Prapto."Bapak, sebenarnya kalian ada apa? Kenapa kalian tiba-tiba seperti ini," seloroh Prapto penasaran dengan sikap bapak dan ibunya yang tiba-tiba meminta dirinya untuk meninggalkan Indah."Bapak dan Ibu tenang saja, de
Read more

Tersesat

Sudah setengah perjalanan. Ustaz Ilham dan Lastri belum juga sampai di tempat pemujaan yang Lastri gunakan untuk mengambil pesugihan Genderuwo. "Apakah masih jauh, Bu?" tanya Ustaz Ilham dengan nafas tersengal. Lelaki dengan peci hitam itu menghentikan langkah kakinya pada tanjakan yang cukup curam di punggung semeru. Nafas Lastri yang memburu pun menghentikan langkah kakinya. Sekilas ia menoleh ke belakang punggungnya. "Sebentar lagi, Ustaz!" ucap Lastri dengan wajah lelah. Butiran keringat membahasi kening wanita itu. Sesaat kemudian, setelah rasa lelah sedikit menghilang, ustaz Ilham dan Lastri kembali melanjutkan perjalanan mereka menaiki gunung, menembus hutan belantara. Suara burung berkicau saling bersahutan. Udara dingin hampir membekukan persendian. Cahaya matahari hampir tidak nampak karena tertutup oleh kabut yang cukup tebal. Ustaz Ilham dan Lastri hampir sampai di puncak Semeru.&
Read more

Ustaz Ilham Hilang

Lastri berusaha menguatkan pegangan tangannya pada sebuah batang pohon yang tertancap di tebing jurang. Mungkin saja jika Lastri tidak berpegang pada batang pohon itu, ia sudah mati jatuh ke dasar jurang."Tolong!" teriak Lastri. Cengkraman tangannya sudah mulai terasa lemas. Tubuhnya terombang-ambing di bibir jurang, sementara malam semakin merangkak naik. "Tolong!" lirih Lastri terisak. Bayangan kematian seperti sudah berada di depan matanya.Butiran bening jatuh membasahi pipi bersama gerimis yang mulai turun. "Bagaimana ini!" lirih Lastri mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Gelap! Tidak ada sedikitpun cahaya yang dapat membantu penglihatannya. Semuanya gelap gulita. Batang kayu tempat Lastri berpegang semakin lama terasa semakin licin. Karena hujan yang turun semakin deras. Satu persatu cengkram tangan Lastri terlepas dan tubuh wanita itupun terpelanting jatuh masuk ke dalam jurang."Tidak .....!" suara teriakan Lastri menggema
Read more

Hutan Di Lereng Semeru

Lelaki dengan baju koko berwarna biru laut itu sedang mondar mandir di depan rumah Lastri. Wajahnya terlihat gusar dan gelisah. Ustaz Zul segera menoleh ke arah Lastri yang terduduk di atas kursi roda saat wanita itu membukakan pintu rumah untuknya. "Bu Lastri." Ustaz Zul segera menghampiri Lastri yang terlihat terkejut mendapati kedatangannya. Lastri tidak bergeming, ia menatap datar pada Ustaz Zul. Meskipun kehidupan tidak bisa ia sembunyikan. "Bu Lastri, saya dengar ibu jatuh dari jurang?" Ustaz Zul menatap curiga pada Lastri yang duduk di kursi roda. Ustaz Zul merasa hilangnya Ustaz Ilham ada hubungannya dengan Ustaz Zul. "Iya!" balas Lastri. "Apakah, Bu Lastri sedang bersama Ustaz Ilham?" ucap Ustaz Zul dengan tatapan menuduh pada Lastri. Lastri tidak bergeming, bibirnya bergetar hebat dengan wajah ketakutan. "Apakah sampai saat ini
Read more

Kamar Rahasia

"Benarkah?" Wajah Tejo terlihat senang bukan kepalang. Mendengar cerita hidup yang sedang Lastri lalui semakin hancur."Benar Tuan, bahkan anak dari ibu Lastri sekarang sudah menjadi wanita gila.""Ah, yang benar?" Tejo mengeryitkan dahi, seperti tidak percaya dengan yang lelaki itu katakan."Kasian, Tuan, masih muda sudah menjadi gila." Lelaki yang duduk di hadapan Tejo berucap dengan nada lesu. Wajahnya nampak kasian saat menceritakan kisah hidup Indah."Memang bagaimana ceritanya Indah bisa menjadi gila?" tanya Tejo penasaran."Tidak ada yang tau, Tuan, wanita yang sedang hamil besar itu tiba-tiba menghilang selama dua minggu dari rumahnya dan ia di temukan di tengah hutan sudah menjadi gila. Dia mencuri di pasar dan jadi bulan-bulanan warga.""Lalu bayinya kemana?" tanya Tejo.Lelaki yang tidak lain adalah tetangga Lastri itu menggeleng lembut. "Tidak ada yang tahu di mana perginya bayi itu, apakah dia masih hidup atau sudah mati.
Read more

Susuk

Asih berjalan menghampiri Wini. "Jadi sejak tadi kamu sengaja mengawasiku?" cetus Asih menjatuhkan tatapan kesal pada Wini.Wanita dengan bibir penceng itu hanya terdiam dengan membalas tatapan takut pada Asih. Asih mendengus barat, ia terlihat lega. "Untung saja kamu struk dan tidak bisa bicara. Karena kalau saja kamu mengadu sama Mas Tejo, aku tidak akan tinggal diam. Camkan itu!" ancam Asih dengan nada penuh penekanan."Asih, ada apa?" Tejo tiba-tiba muncul dari ruang tamu. "Loh, kenapa pas bunganya pecah?" seloroh Tejo melihat pecahan pas bunga di bawah kursi roda Wini."Aku nggak tahu, Mas, tadi aku dengar ada suara benda pecah jadi aku ke sini untuk melihatnya. Eh, ternyata pas bunga Mas Tejo yang pecah," adu Asih."Kamu yang mecahin pas bungaku ya, Win?" seloroh Tejo memberikan penekanan pada ucapannya. Sorot matanya nampak kesal melihat pada Wini.Wini membalas tatapan Tejo. Lagi, Ia hanya memasang wajah datar kepa
Read more

Ranjang Panas

"Bukalah bajumu!" titah Mbah Datuk pada Asih yang terduduk pada bibir ranjang yang  terbuat dari bambu yang dilapisi oleh tikar yang terbuat dari daun pandan."Semua, Mbah?" tanya Asih dengan wajah takut."Iya, semuanya, Neng!" sahut lelaki tua itu terlihat sudah tidak sabar.Perlahan Asih membuka satu persatu kancing baju yang ia kenakan. Kini terlihat dua gunung yang sangat menantang khas anak gadis yang belum pernah sekali disusui.Gairah Mbah Datuk semakin menggelegak. Melihat gunungan putih mulus Asih yang semakin menantang untuk di rem*snya."Neng, celananya dibuka semua, ya!" titah Mbah Datuk, lelaki itu berpura-pura untuk setenang mungkin. Ia pun ikut melucuti baju yang ia kenakan hingga menyisakan celana pendek yang masih tertinggal.Kini Asih sudah menganggalkan semua benang yang menutupi tubuhnya. Kemudian ia membaringkan tubuhnya di atas ranjang dengan kak
Read more
PREV
1
...
34567
...
15
DMCA.com Protection Status