Beranda / Horor / Tiga Wanita Jagoan / Bab 11 - Bab 20

Semua Bab Tiga Wanita Jagoan: Bab 11 - Bab 20

40 Bab

Ibu Kota Provinsi

“Pekanbaru, I am coming!” seru Ria berteriak gembira. Meghadapkan badan ke kiri kanan jalan. Jalanan aspal yang di penuhi kuda besi yang lalu lalang. Bi Laila yang duduk di depan kemudi, terlihat tersenyum melihat tingkahnya dari cermin di atas kepalanya. Bi Tinah memalingkan wajah ke belakang dengan raut wajah datar. Ibukota provinsi memang jarang sepi. Seakan aktivitas tiada henti. Langit senja akan mengawali langkah Ria yang akan menapaki kehidupan di kota yang dulunya disebut kota bertuah, tetapi kini telah berganti menjadi julukan kota madani ini. Perjalanan yang hampir mereka tempuh selama tiga jam lebih dari Pelalawan ke Pekanbaru.Tak henti Ria bercerita dengan Bi Laila, Bi Tinah sesekali menimpali. Pembicaraan yang paling berat adalah banyaknya pesan dari kedua Bibinya. Agar Ria harus pandai-pandai menumpang di rumah orang. Harus rajin, apa yang bisa dibantu dikerjakan, jangan pelit tenaga, harus sadar diri. Ria pun mencoba memahami  apa yang mereka
Baca selengkapnya

Mencoba Ilmu

Ria mencoba untuk bersikap santai. Karena Ria tak ingin bereaksi berlebihan, takut nantinya akan heboh. Gadis berjilbab petak itu juga tidak mau jika orang lain tahu akan kemampuannya. Mengekori Nisa yang berjalan di depannya, Nisa berhenti di meja paling ujung yang tersandar di dinding kantin. Artinya posisi duduk mereka akan membelakangi pohon ara tersebut. Ria pikir itu lebih baik. Abid mengambil duduk di sebelah Ria. Wajah Ria mendadak berubah ketika mendapati menu pesanan mereka yang telah diantar oleh pegawai kantin tersebut. Dalam pandangan Ria mie goreng yang terhidang di meja. Berupa tumpukkan cacing yang bergerak-gerak. Sungguh menjijikan, Ria refleks menaikkan bahunya.“Jangan dimakan, ayo kita pergi dari sini,” ajak Ria pada Nisa dan Abid dengan suara pelan.Nisa bengong dengan matanya yang membulat serta wajah heran. Dia sudah mengaduk mie, siap untuk menyuapkan ke mulutnya.Abid baru saja membuka kerupuk dan menaburkan pada mie goreng i
Baca selengkapnya

Clara

Sesampai di rumah dengan cepat Ria menelepon Bi Tinah serta menceritakan kejadian yang terjadi di kantin kampusnya. Bi Tinah menjelaskan, Ria terlalu  terburu-buru dan melakukan sesuatu tanpa pertimbangan. Tapi Bi Tinah juga maklum karena hal ini baru pertama Ria hadapi. Jiwa muda masih bergejolak sehingga Ria begitu bersemangat untuk mengaplikasikan ilmunya.“Seharusnya jika kau ingin mengusir jin tersebut. Kau juga harus mempertimbangkan si tuannya yaitu si pemilik kantin yang telah membuat perjanjian. Air najis yang disiramkan padamu itu ada maksud tujuannya itu, Ria. Itu akan memberi kekuatan pada jinnya. Untung saja itu siang hari dan tepat pada hari Jumat. Jika malam bisa habis kau Ria,” jelas Bi Tinah dari seberang telepon.Dilanjutkan dengan berbincang-bincang tentang hal lain, Ria menceritakan kesehariannya. Bi Tinah menanggapi dengan sedikit bicara dan diiringi nasihat.“Ria! Tolong Mbok!” teriak Mbok Nami terdengar  d
Baca selengkapnya

Pendekatan yang Gagal

Minggu pagi cerah, langit dihiasi mentari yang mentereng. Ria membawa sarapan ke kamar Clara. Clara masih terlihat terbaring pulas. Ria membuka gorden tipis, membuat kamar menjadi terang. Panas memancar ke tubuh Clara membuat tubuh gadis itu mengeliat. Clara mengubah posisi menjadi menelungkup. Ria mendekati tepian ranjang.“Clara, bangun Cla, udah pukul 09.00,” Ria mengelus pelan bahu gadis bergaun merah tersebut.“Hm.” Clara membalikkan tubuh. Matanya masih setengah terpejam akhirnya terbuka lebar. Mendapati Ria di hadapannya.“Ngapain, kau dikamarku?” tanyanya ketus. Jari lentik itu memijit pelipis merasakan pening yang masih mengelayut di kepalanya.Ria tersenyum menangapi reaksi sepupunya.“Aku bawakan sarapan sop panas, agar badanmu enakkan Cla,” jawab Ria. Mengambil nampan berisi makanan yang tadi ditaruhnya di nakas.“Mbok Nami mana?”“Oh, itu. Tadi Mbok Nami be
Baca selengkapnya

Indekos Nisa

Pulang kuliah Ria menemani Nisa pindah ke tempat indekos baru. Rumah kecil berleret enam hanya berukuran 3x3 per kamar berada di samping rumah induk pemiliknya. Nisa pindah, karena menginginkan jarak yang lebih dekat dengan tempat kuliah. Barang milik Nisa tidak begitu banyak sehingga hanya memakan waktu sebentar.Mereka menata ruangan tersebut bersama-sama. Tilam kecil berada di sudut kamar. Kompor gas setungku bersanding dengan magig com ukuran satu liter beras.“Alhamdulillah beres, makasih ya, Say, dah nolongin,” ucap Nisa sembari menggelap keringat di keningnya.“Tinggal kenalan ama tetangga kamar lagi nih,” sambungnya lagi.Ria yang sedang meneguk air minum, mengoyangkan gelas yang berisi air setengah.“Memangnya berisi semua kamarnya, Sa?” tanya Ria.“Hm, kata Ibu kosnya sih penghuni baru semua. Lama juga kosong ke enam-enamnya, kenapa?”“Ada yang aneh?”
Baca selengkapnya

Awal Pertemuan

Jalanan kota selalu ramai tak terkecuali pada malam hari. Aktivitas warga seperti tiada batas waktu. Kerlap – kerlip lampu menghiasi ibu kota salah satu propinsi di Pulau Sumatera itu. Di salah satu tempat terdengar hingar bingar musik. Aroma alkohol menyeruak. Di lantai terlihat banyak umat manusia yang berjoged ria mengikuti irama yang menghentak.  Liukan tubuh manusia semakin seiring dengan music yang berdentum. Musik di mainkan dengan piawai oleh Disk Jockey yang memakai topi hitam memakai jaket hoody.Seorang lelaki duduk di sudut ruangan. Menikmati minuman sendiri. Matanya memandang lurus pada barisan insan-insan yang menari. Pencahayaan yang remang-remang memperlihatkan garis wajahnya yang dingin. Hidung mancung bertenger pada wajah berbentuk lonjong itu. Rahang ditumbuhi dengan bulu halus yang sudah minta dicukur. Mata berbinar dengan iris berwarna hazel. Menambah kesempurnaan pahatan sempurna pada sosok tersebut. Tampan dan menawan itulah kata yang tepat t
Baca selengkapnya

G****e Map

Ria menghampiri Afran, meletak telunjuknya di bawah hidung Afran. “Syukurlah, bukan mayat. Hei, bangun!” Ria menepuk pipi Afran berulang kali.Afran belum juga membuka matanya. Ria menyapu pandangan sekeliling.  Berharap ada mobil yang melintas. Sepi, hanya ada angin malam yang berembus menembus tulang. Kembali Ria mencoba menyadarkan Afran. Kali ini Ria merogoh tas ransel kecil miliknya. Menemukan minyak angin yang selalu di bawanya. Menempelkan pada lubang hidung Afran. Aroma mint yang tajam membuat Afran akhirnya mengerakkan matanya. Tubuhnya terasa remuk membuatnya meringis.Afran memegang dadanya yang terasa nyeri. Tatapannya heran terlihat dari wajahnya. Melihat Ria dihadapannya. Lelaki yang baru saja dipukuli hingga babak belur itu mencoba mengumpulkan kesadaran.“Siapa kau?” tanyanya. Tubuhnya tersentak mengambil posisi duduk yang lebih tegap.“Aku Ria, tadi kulihat tiga preman mau membuang anda ke sungai?”
Baca selengkapnya

Sarapan dan Pesta

Pagi yang cerah. Ria bersiap akan pergi kuliah. Mengenakan baju kemeja dengan warna lembut dipadukan rok blisket berwarna hitam. Tak lupa jilbab segi empat berwarna senada dengan rok ia kenakan. Lipstik berwarna nude dipoleskan pada bibir tebal tapi beukuran mungil. Terakhir, ia meraih tas mengecek bawaan. Beranjak keluar kamar menuju dapur.Mbok Nami masih sibuk berkutat dengan sendok dan kuali. Aroma nasi goreng menguar menggoda selera. Senyum Ria mengembang.“Wah, enak nih, Mboh!” sapanya dengan bersemangat.“Sarapan kita lagi, yuk Non,”“Aku yang ini aja deh, Mbok.” Ria menyendok singkong rebus ke piringnya.“Mbok, lama kali sarapanku diantar?” Suara Clara melengking. Ia pun mengambil duduk di hadapan Ria. Melirik dengan apa yang disantap oleh Ria. Ria santai melanjutkan mencolek singkong ke sambal dan mengunyahnya pelan.‘Maaf. Non. Ini udah masak. Tunggu Mbok masukkan piring dulu ya
Baca selengkapnya

Mimpi

Suasana café berkonsep minimalis begitu romantis. Iringan alunan musik melankolis mengalun indah. Lampu kecil dengan jumlah banyak menjadi hiasan. Beberapa pasang muda-mudi terlihat mengisi deretan meja. Di slah satu sudut terlihat Ria dan Afran saling beradu tatap.Iris mata hazel milik Afran tak lepas memandangi dengan lekat pada wajah gadis di hadapannya. Ria terlihat gugup serta menundukkan kepalanya. Jemarinya memainkan ujung jilbab. Semilir angin dingin justru membuatnya berkeringat. Rasa gugup begitu menguasai gadis yang tak pernah jatuh cinta tersebut. Sosok lelaki di depan Ria tersebut mengulas senyum. Ria menjadi kikuk dan mati kutu. Ada gelenyar aneh menjalari setiap urat tubuhnya. Degup jantung berdetak lebih cepat dari kerja kondisi normalnya. Benak Ria bertanya-tanya, apakah gerangan yang akan disampaikan oleh Afran.Suara azan salat Subuh terdengar nyaring dari ponsel Ria. Gadis berkulit putih itu mengerjapkan mata serta mengeliat. La
Baca selengkapnya

Tawaran

“Saya butuh bantuanmu.” Afran menatap serius pada gadis berambut panjang itu. Setelah mereka memutuskan untuk singgah di sebuah café yang sepi, karena masih sore.Ria yang sedang mengaduk sedotan pada minuman teh esnya menghentikan tindakannya. Masih dengan memperhatikan es batu berbentuk dadu yang masih berputar-putar. Alis Ria bertaut---menciptakan kerutan di keningnya.“Maksud, Bapak?” Pertanyaan itu akhirnya tercelos dari bibir berwarna nude itu.“Hm, begini. Saya butuh pengawal, tapi tidak terlihat kentara, artinya saya harus terlihat seperti tidak sedang  membawa bodyguard,” terang pria berpostur tinggi itu pada Ria. Kedua manik matanya pun masih menatap lekat pada Ria.“Aduh mata itu, kenapa juga setajam itu ngeliatin akunya,” Ria membatin dalam hatinya.”Eh, tapi mata itu kok bagus kali ya, kayak mata orang Barat aja lah,” lanjut Ria masih membantin. Bayangan mimpi romantis itu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status