Ria menghampiri Afran, meletak telunjuknya di bawah hidung Afran. “Syukurlah, bukan mayat. Hei, bangun!” Ria menepuk pipi Afran berulang kali.
Afran belum juga membuka matanya. Ria menyapu pandangan sekeliling. Berharap ada mobil yang melintas. Sepi, hanya ada angin malam yang berembus menembus tulang. Kembali Ria mencoba menyadarkan Afran. Kali ini Ria merogoh tas ransel kecil miliknya. Menemukan minyak angin yang selalu di bawanya. Menempelkan pada lubang hidung Afran. Aroma mint yang tajam membuat Afran akhirnya mengerakkan matanya. Tubuhnya terasa remuk membuatnya meringis.
Afran memegang dadanya yang terasa nyeri. Tatapannya heran terlihat dari wajahnya. Melihat Ria dihadapannya. Lelaki yang baru saja dipukuli hingga babak belur itu mencoba mengumpulkan kesadaran.
“Siapa kau?” tanyanya. Tubuhnya tersentak mengambil posisi duduk yang lebih tegap.
“Aku Ria, tadi kulihat tiga preman mau membuang anda ke sungai?”
Pagi yang cerah. Ria bersiap akan pergi kuliah. Mengenakan baju kemeja dengan warna lembut dipadukan rok blisket berwarna hitam. Tak lupa jilbab segi empat berwarna senada dengan rok ia kenakan. Lipstik berwarna nude dipoleskan pada bibir tebal tapi beukuran mungil. Terakhir, ia meraih tas mengecek bawaan. Beranjak keluar kamar menuju dapur.Mbok Nami masih sibuk berkutat dengan sendok dan kuali. Aroma nasi goreng menguar menggoda selera. Senyum Ria mengembang.“Wah, enak nih, Mboh!” sapanya dengan bersemangat.“Sarapan kita lagi, yuk Non,”“Aku yang ini aja deh, Mbok.” Ria menyendok singkong rebus ke piringnya.“Mbok, lama kali sarapanku diantar?” Suara Clara melengking. Ia pun mengambil duduk di hadapan Ria. Melirik dengan apa yang disantap oleh Ria. Ria santai melanjutkan mencolek singkong ke sambal dan mengunyahnya pelan.‘Maaf. Non. Ini udah masak. Tunggu Mbok masukkan piring dulu ya
Suasana café berkonsep minimalis begitu romantis. Iringan alunan musik melankolis mengalun indah. Lampu kecil dengan jumlah banyak menjadi hiasan. Beberapa pasang muda-mudi terlihat mengisi deretan meja. Di slah satu sudut terlihat Ria dan Afran saling beradu tatap.Iris mata hazel milik Afran tak lepas memandangi dengan lekat pada wajah gadis di hadapannya. Ria terlihat gugup serta menundukkan kepalanya. Jemarinya memainkan ujung jilbab. Semilir angin dingin justru membuatnya berkeringat. Rasa gugup begitu menguasai gadis yang tak pernah jatuh cinta tersebut.Sosok lelaki di depan Ria tersebut mengulas senyum. Ria menjadi kikuk dan mati kutu. Ada gelenyar aneh menjalari setiap urat tubuhnya. Degup jantung berdetak lebih cepat dari kerja kondisi normalnya. Benak Ria bertanya-tanya, apakah gerangan yang akan disampaikan oleh Afran.Suara azan salat Subuh terdengar nyaring dari ponsel Ria. Gadis berkulit putih itu mengerjapkan mata serta mengeliat. La
“Saya butuh bantuanmu.” Afran menatap serius pada gadis berambut panjang itu. Setelah mereka memutuskan untuk singgah di sebuah café yang sepi, karena masih sore.Ria yang sedang mengaduk sedotan pada minuman teh esnya menghentikan tindakannya. Masih dengan memperhatikan es batu berbentuk dadu yang masih berputar-putar. Alis Ria bertaut---menciptakan kerutan di keningnya.“Maksud, Bapak?” Pertanyaan itu akhirnya tercelos dari bibir berwarna nude itu.“Hm, begini. Saya butuh pengawal, tapi tidak terlihat kentara, artinya saya harus terlihat seperti tidak sedang membawa bodyguard,” terang pria berpostur tinggi itu pada Ria. Kedua manik matanya pun masih menatap lekat pada Ria.“Aduh mata itu, kenapa juga setajam itu ngeliatin akunya,” Ria membatin dalam hatinya.”Eh, tapi mata itu kok bagus kali ya, kayak mata orang Barat aja lah,” lanjut Ria masih membantin. Bayangan mimpi romantis itu
“Aman aku akan telepati dengan Tuan Guru Shaleh dulu, percaya sama aku ni,” Bi Tinah meyakinkan.“Makasih kak.” Mata Bi Laila memandang haru, lengkungan senyuman itu pun menghiasi wajahnya. Bi Laila merasa bersyukur bisa berkumpul dengan Bi Tinah dan juga memiliki murid yaitu Ria.Bi Laila harus menyelesaikan masalah anaknya yang menjadi pikirannya beberapa hari ini. Semenjak suaminya memutuskan menikah lagi, ia sebenarnya menerima hal itu dengan lapang dada. Merasakan bahagia juga akhirnya, mantan suaminya dapat pengantinya. Tapi tidak dengan anak mereka. Remaja itu perlu beradaftasi untuk menerima wanita lembut itu menjadi ibunya. Sebenarnya Bi Laila telah menyelidiki latar belakang dari istri mantan suaminya itu. Hasilnya tidak buruk. Wanita itu memiliki catatan yang bersih. Mungkin anaknya saja yang masih memiliki hal yang menganjal. Maka Bi Laila harus menjumpai mereka agar masalah terselesaikan.***Matahari terli
“Aku terlalu gegabah hari itu, maaf,” Paman Tiok memasang wajah serius sembari memperbaiki letak dasinya yang serasa mencekik.“Kau tahu salahmu!” sahut suara sambungan telepon genggam diseberang sana.“Iya Bos, maafkan saya.”“Lain kali jangan gegabah, saya bisa tahu itu pasti ulah kamu, mainmu terlalu kasar itu,” nasihat orang yang sangat dihormati oleh Pamannya si Ria itu mengema seakan menghunus dadanya.“Saya akan ingat itu,dan tak akan mengulanginya.”“Baik, saya pegang kata-kata kamu.”Sambungan pun diputus. Paman Tiok menghela napas berat. Wajahnya terlihat kelam. Tentunya tindakannya kemarin memang terlalu tergesa-gesa. Saat ini di kepalanya muncul rencana yang harus dilaksanakan, dan tentunya tidak bisa lepas dari bantuan dari anak serta istrinya. Paman Tiok memutuskan untuk menjumpai mereka segera.Lelaki perlente berperut buncit itu menggeser lay
Di tempat lain, Ria baru saja selesai jadwal kuliah. Abid serta Nisa mengajak Ria untuk berjalan-jalan dulu setelah mereka selesai makan siang. Tiba-tiba ponsel Ria berdering. Terlihat nama ‘ Si Pak Bos’ pada layar androidnya. Gadis yang saat itu mengenakan baju tunik bermotif pokladot itu menghela napas berat.“Ya, halo. Ada apa Pak?” Ria membuka percakapan.“Segera ke kantor saya, sekarang!” titah suara bariton Afran di sambungan. ‘Siap!” jawab Ria singkat. Bibirnya yang tebal berukuran kecil itu pun maju beberapa senti.“Heh, napa?” tanya Abid. “Jadi nggak yok buruan.” Abid menarik tangan Ria yang tertinggal dari berjalan beriringan dengan Nisa.“Maaf ya, aku—““Tu kan, pasti nggak jadi.” sewot Nisa. Gadis bertubuh gempal itu merasa Ria sudah memiliki kesibukan sendiri. Mereka sudah sangat lama tidak pergi hunting bersama-sam
Pagi Minggu yang cerah. Selesai Salat Subuh Ria menghubungi bibinya serta menjelaskan hal yang terjadi. Bahkan panggilan melalui video call itu pun Ria manfaatkan untuk menunjukan barang-barang baru miliknya. Semula wajah Bi Tinah terlihat datar dan tak suka. Ia meragukan kemampuan keponakannya itu. Selain itu ia khawatir dengan waktu kuliah Ria yang nantinya akan terbagi. Berulang kali Ia menyesalkan atas keputusan Ria yang tanpa meminta pendapatnya terlebih dahulu. Untunglah Bibi Laila membantu Ria, agar Bi Tinah bisa menerima apa yang telah Ria pilih. Berapa kali juga Bi Laila berdecak kagum dengan barang-barang yang telah gadis itu dapatkan untuk menunjang penampilan bekerjanya mendatang.Selanjutnya gadis itu mendapat nasihat yang panjang tentang harusnya ia memiliki kewaspadaan dalam segala hal. Dunia kejam itu ada, kenyataan memang terkadang jauh dari harapan. Kepalsuan akan selalu ada mengiringi kehidupan. Menurut kedua bibinya Ria gadis yang masih lugu dan belu
“Rata semua,” Pria bercambang halus itu bergumam. Ketika melihat penampilan Ria dengan busana kerja yang formal. Meski diakuinya wajah gadis di depannya ini sangat menawan, apalagi dengan polesan tipis natural.“Apa, Bapak bilang,” sungut Ria karena samar ia mendengar atasannya itu bersuara.“Tak ada! Segera kita pergi!” ajaknya.Mereka menggunakan mobil Afran yang dikemudikan oleh supir. Ria duduk di belakang di samping Afran hanya diam. Tak ada yang membuka percakapan. Arah mobil menuju keluar dari kota Pekanbaru. Gadis berkulit putih itu hanya memandang ke kaca mobil. Melihat dan menikmati pemandangan sepanjang jalan.Afran yang duduk dengan menyilangkan kakinya, asyik dengan tablet di tangannya. Sepertinya dia pun tak menganggap Ria ada. Gadis itu menghela napas berat, matanya mendadak diserang kantuk. Ia pun terpejam, dinginnya AC mobil membuatnya makin lelap. Tanpa sadar tubuh dan kepala gadis berhijab warna hitam