17 Tahun Kemudian "Mah, mana sepatu Royyan?""Mah, lihat buku Reihan gak?""Mah, kucirin rambut Fiqa.""Dek. Kamu lihat dasi warna biru punyanya Mas gak?""Nyam... Nyam... Nyam... Agi... Agi... Nak... Nak."Aku menghembuskan nafasku. Teriakan empat orang terkasihku sudah menggema rupanya. Inilah drama pagiku setiap hari. Padahal setiap malam aku sudah memastikan semua keperluan mereka tanpa sedikitpun yang terlupa. Tetapi pada prakteknya selalu begini."Roy, sepatu kamu di teras depan dekat pot bunga, kamu kemarin lupa asal naruh disana," teriakku."Rei, buku kamu ada di nakas dekat televisi, kamu tadi malam bawa kesana sambil nonton TV.""Mas, dasi Mas Rayyan ada di laci nomer dua.""Fiqa sini Nduk, ambil sisir, gelang karet sama jepitannya.""Oke Mah," seru semuanya kompak.Aku pun melanjutkan menyuapi Fina yang masih berusia tiga tahun. Anak keempatku yang kehadirannya tidak kusadari. Aku pikir aku gak baka
Terakhir Diperbarui : 2021-09-06 Baca selengkapnya