Beranda / Romansa / Bukan Calon Kakak Ipar / 41. Bukan Calon Kakak Ipar (Sesion 1 Tamat)

Share

41. Bukan Calon Kakak Ipar (Sesion 1 Tamat)

Penulis: Bai_Nara
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-06 20:19:14

17 Tahun Kemudian 

"Mah, mana sepatu Royyan?"

"Mah, lihat buku Reihan gak?"

"Mah, kucirin rambut Fiqa."

"Dek. Kamu lihat dasi warna biru punyanya Mas gak?"

"Nyam... Nyam... Nyam... Agi... Agi... Nak... Nak."

Aku menghembuskan nafasku. Teriakan empat orang terkasihku sudah menggema rupanya. Inilah drama pagiku setiap hari. Padahal setiap malam aku sudah memastikan semua keperluan mereka tanpa sedikitpun yang terlupa. Tetapi pada prakteknya selalu begini.

"Roy, sepatu kamu di teras depan dekat pot bunga, kamu kemarin lupa asal naruh disana," teriakku.

"Rei, buku kamu ada di nakas dekat televisi, kamu tadi malam bawa kesana sambil nonton TV."

"Mas, dasi Mas Rayyan ada di laci nomer dua."

"Fiqa sini Nduk, ambil sisir, gelang karet sama jepitannya."

"Oke Mah," seru semuanya kompak.

Aku pun melanjutkan menyuapi Fina yang masih berusia tiga tahun. Anak keempatku yang kehadirannya tidak kusadari. Aku pikir aku gak baka
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
اتين اتين
love banget cerita nya alhmdllah .baca sampai akhir......
goodnovel comment avatar
Bintang ponsel
aku rindu dgn kisah novel ini, terbaik thor
goodnovel comment avatar
Yanti Keke
sukaaaaceritany
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Bukan Calon Kakak Ipar   42. Epilog

    "Dek..." seru Mas Rayyan."Dalem," ucapku sambil memakaikan baju pada si bungsu, Rafina."Mana dompet Mas?"Aku menghembuskan nafasku kasar. Duh suamiku ini gak pernah berubah. Sikap pelupanya itu loh. Untung cinta."Di meja kerja coba cari!"Hening."Gak ada," teriaknya."Coba di meja rias Mas, kalau enggak di lacinya kalau enggak di kasur. Tadi malam kayaknya Mas ngambil uang buat beli bakso dech." Aku melanjutkan mendandani putri kecilku."Gak ada Dekkkkk."Huft... Setelah selesai dengan putri bungsuku, aku segera masuk ke kamar melewati Mas Rayyan yang sibuk memporak-porandakan kamar. Lalu langsung mencari dompet Mas Rayyan yang ngumpet di sela-sela tumpukan bantal."Ini apa Mas?" aku menyerahkan dompet kepadanya.Dia cuma menampilkan senyum pepsodentnya. Duh, manis."Mas... Mas... Sifat pelupa kok dipelihara, makanya kalau naruh barang penting itu jangan sembarangan. Taruh dong ditempatnya," omelku."Hehehe. Gak p

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-06
  • Bukan Calon Kakak Ipar   43. Sesion 2 (Upik Abuku, Ratu Hatiku)

    1. Naira"Assalamualaikum. Gimana Mas?" suara adik jutekku di seberang sana."Mas lagi ada kerjaan mendadak. Mesti balik dulu ke Cilacap sekalian pulang. Kamu nanti mau nitip dibawain apa?" sahutku."Gethuk sama keripik tempe buatan Eyang putri ya Mas.""Oke. Hati-hati ya kamu. Apa aku suruh Elang buat jemput kamu.""Plis deh Mas, aku udah gede kali gak usah main jemput kenapa?""Hahaha. Okelah. Hati-hati ya adekku yang paling jutek tapi gak paling cantik." Aku memutuskan sambungan telepon dengan Fiqa kemudian kuhubungi seseorang."Gimana Roy?" Suara seseorang diseberang sana."Katanya kamu lagi ikut temenmu ya menyelidiki sebuah kasus di Jogja?""Iya bener? Kenapa?""Bisa nitip adik jutekku bentar gak malam ini?""Hahaha." Terdengar suara tawa di seberang sana."Kenapa kamu ketawa?""Karena kamu lucu Roy, lupa adikmu itu pemegang sabuk hitam.""Iya, tetep aja aku was-was. Soalnya dia lagi main ke club.""B

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Bukan Calon Kakak Ipar   44. Sesion 2 : 2. Pernikahan Yang Gagal

    POV AyanaSuasana riuh tengah berlangsung di sebuah hotel. Maklumlah ini adalah pernikahan istimewa yang melibatkan dua keluarga besar dan terpandang. Dekorasi mewah, makanan yang mewah serta para tamu dengan penampilan wah persis dengan penampilanku yang juga sangat mewah dan wah.Aku hanya duduk sambil menatap wajahku di cermin. Cantik. Aku hanya tersenyum.Ceklek.Suara pintu terbuka mengalihkan perhatianku. Aku tersenyum membalas senyuman ramah dari seseorang."Mas Arfan.""Aya. Kamu cantik sekali.""Terima kasih, Mas."Mas Arfan menatapku tajam membuatku kikuk. Sungguh tatapannya membuatku canggung. Kecanggunganku terhenti dengan kedatangan pria lain yang tak kalah tampan dengan Arfan. Amir, calon suamiku."Kamu cantik sekali Aya. Aku gak sabar segera menjalani malam pertama kita," ucapnya santai.Aku sungguh malu mendengar omongannya sedangkan Mas Arfan terlihat membuang muka."Ayok. Kita keluar Sayan

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Bukan Calon Kakak Ipar   45. Sesion 2 : 3. Pertemuan Pertama

    POV RoyyanKeluarga kami sedang dilanda entah bahagia entah musibah. Bingung ngomongnya. Jadi, adik nomer tigaku si Rafiqa Nara Paramitha bikin geger. Dia minta dinikahkan sama cowok yang melamar dia kemarin di hari wisuda kami. Namanya Elang. Ckckck. Papah dan Mamah sempat kaget tapi Papah mengijinkan mereka menikah setelah Elang dan kedua orang tuanya datang melamar.Sebenarnya aku sempat heran dengan Papah. Papah itu tipe ayah yang posesif banget tapi kok dengan gampangnya mengijinkan Fiqa nikah sama tuh si Elang. Seperti bukan Papah banget.Fiqa juga aneh. Aku tahu selama ini Elang ngejar-ngejar Fiqa. Tapi bukannya Fiqa cuek ya? Kok ini mau-maunya dilamar dia? Dadakan lagi, nikahnya juga terkesan dadakan, hem ... jadi curiga.Aslinya aku agak gimana gitu pas tahu calonnya Fiqa namanya Elang. Haduh, aku jadi kepikiran sahabatku sejak SMP itu, gimana ya perasaannya kalau sampai tahu Fiqa mau nikah. Calonnya Fiqa namanya sama pula ma dia.

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Bukan Calon Kakak Ipar   46. Sesion 2 : 4. Pukulan Sayang

    POV AyanaMalam ini, pertama kalinya aku merasakan kehangatan keluarga. Ada ayah, ibu, kakak dan adik. Sesuatu yang tak pernah aku rasakan sebelumnya.Aku tahu Fiqa punya kakak kembar. Dan aku tahu pula yang kutemui sejak tadi itu Royyan. Entah kenapa aku bisa membedakan kedua kakak Fiqa dari sorot matanya. Mereka berdua sama-sama ganteng hanya saja entah kenapa dari awal, aku selalu terpesona pada tatapan Mas Royyan. Tatapan matanya sangat lembut mirip mendiang papahku.Aku kehilangan kedua orang tuaku saat masih kecil. Katanya saat usiaku satu tahun. Mereka meninggal karena kecelakaan pesawat saat akan pergi ke Malaysia.Aku tak pernah tahu seperti apa wujud aslinya, hanya berupa lembaran foto yang tertangkap melalui retina mataku.Eyangku Aditya Pratama salah satu pengusaha tekstil terkenal di Jakarta. Kami memiliki darah Jawa, katanya. Tapi aku tak tahu Jawa bagian mana tepatnya. Karena yang kutahu sejak dulu aku tinggal di Jakarta.

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Bukan Calon Kakak Ipar   47. Sesion 2 : 5. Upik Abu Penggoda

    POV RoyyanAku menyandarkan tubuhku pada sofa ruang tamu. Capeknya. Berangkat pagi pulang malam. Sebulan ini pekerjaanku benar-benar melelahkan. Wuih."Mas ...," bisik sebuah suara lembut."Astaghfirulloh! A ... Andita." Aku kaget, ART yang direkomendasikan Mbok Ijah tiba-tiba datang menghampiriku."Mas Royyan baru pulang?""Iya.""Mau saya masakin air anget Mas, mau saya bikinin kopi atau mau saya pijitin," tawarnya."Gak usah! Sudah sana kamu tidur aja."Aku memilih segera masuk ke kamarku. Fuih.Andita itu ART yang baru bekerja selama seminggu di rumahku, dia cucu tetangganya Mbok Ijah. Gadis berusia 20 tahunan yang katanya gak bisa melanjutkan kuliah karena terhalang biaya. Entah kenapa aku merasa ada sesuatu yang aneh padanya.Dia itu seperti sengaja menggodaku. Seringkali kudapati dia berpakaian yang terlalu terbuka, belum lagi tingkah lakunya yang seperti berusaha menggodaku. Aku bingung, takutnya mem

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Bukan Calon Kakak Ipar   48. Sesion 2 : 6. Melamar Jadi Upik Abu

    POV AyanaSebulan sudah aku berada di tempatnya Fiqa. Selama sebulan ini Fiqa mengajakku muter-muter kawasan Sokaraja dan Purwokerto. Bahkan aku sering diajak main ke pantai di kawasan Cilacap seperti Teluk Penyu, Jetis, Widara Payung dan lainnya. Bahkan dia mengajakku menginap di Baturaden, 'puncak' ala Banyumas ceritanya.Saat aku sedang menuju ke dapur untuk mengambil minum, aku mendengar suara orang marah dan seseorang lagi seperti menangis. Jiwa kepoku keluar pemirsah, akhirnya aku menempelkan telingaku ke tembok untuk mengupingnya. Persis cicak nemplok di dinding posenya. Hihihi."Kamu itu sudah Mbok bilangin. Kalau mau kerja ya kerja bukannya menggoda." Kudengar suara Mbok Ijah seperti sedang memarahi seseorang."Tapi Dita suka sama Mas Royyan, Mbok? Lagian kan Dita cantik, Dita ini primadona di kampung loh. Masa gak bisa bikin Mas Royyan klepek-klepek. Gak papa gak dijadiin istri, jadi pacarnya atau simpanannya juga gak papa, Dita ikhlas Mbo

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Bukan Calon Kakak Ipar   49. Sesion 2 : 7. Pesona Si Upik Abu

    POV Royyan"Mas Roy mau ke Cilacap?""Iya. Nih mau berangkat, kenapa?" Kujawab pertanyaan Ayana sambil memakai sepatu."Mas ... belum dapat ART yang cocok kan?""Belum masih nyari nih. Kenapa?" Aku mengernyit melihat mata Aya yang tadi nangis bombay menjadi berbinar."Jadiin Aya upik abunya Mas Royyan ya," ucap Aya."APA!"Bukan hanya aku dan Fiqa yang kaget. Mamah dan Papah yang akan berangkat kerja pun kaget mendengar permintaan Ayana."Ya ... ya ... ya." Nah kan, dia malah menatap kami semua dengan sorot mata memelas yang bikin semua orang jadi gak tega buat nolak. Hadeh.?????"Aya yakin mau jadi ART-nya Roy?" Mamah memulai interogasi."Yakin Tante, lagian Aya udah terbiasa dengan kerjaan rumah tangga.""Tapi Royyan cowok loh, Aya gak takut dicaplok sama Roy?"Wadaw. Apa maksud Papah sih? Dipikir anaknya buaya apa? Main caplok orang segala."Gak kok Om, kalau Mas Roy nga

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07

Bab terbaru

  • Bukan Calon Kakak Ipar   133. Sesion 4 : 40. Epilog (Tamat)

    "Dek, maafin Mas ya. Mas khilaf. Janji ini yang terakhir khilafnya." Aku hanya bisa menghembuskan nafas. Dulu sekali Mas Rei juga bilangnya khilaf tapi ini malah khilaf lagi. "Dek, jangan marah ya. Senyum dong." "Buat apa marah Mas? Toh udah kejadian bukan?" sahutku sinis. "Iya juga sih. Tapi Mas seneng kok bisa khilaf terus." "Ck." Aku mencebik dan mencubit perutnya. Dasar. Mas Reihan hanya tertawa, sesekali mencium tanganku dan keningku. Bahkan aku yakin kalau gak ada orang, pasti dia sudah mengajakku adu bibir. Haish. Punya suami kok gini amat, untung aku cinta. Mungkin karena aku diam saja Mas Reihan kembali membujukku dengan kata-kata manis. "Iya, iya nanti Mas lebih hati-hati tapi khilafnya gak bakalan ilang, Sayang." Dia mengucap dengan seringai jahil. Dih, dasar! Aku memilih mengerucutkan bibir. Bodo amat kelihatan jelek. Salah sendiri tuh Kulkas jadiin aku istri. Jadi harus terima dong lahir batin kecantikan sama kejelekanku kalau lagi ngambek. "Udah jangan marah ya B

  • Bukan Calon Kakak Ipar   132. Sesion 4 : 39. Mr. Kulkas Itu Suamiku

    "Kalian gak bawa baby sitter?" tanya Joshua."Gak.""Gak kerepotan?""Enggaklah," jawab Mas Reihan cuek."Kalian kok bisa cuma punya ART sekaligus pengasuh bayi tanpa pakai jasa baby sitter sih?""Ya bisalah," ucap Mas Reihan."Kok Zaza bisa ya ngajar sekaligus bisa kasih ASI. Eksklusif lagi.""Istriku gitu loh.""Iya-iya yang istrinya paling cantik, paling pinter, paling ter-semua pokoknya.""Harus. Kan istri sendiri bukan istri orang lain.""Ck. Dasar Dokter Kulkas." Joshua mengumpati suamiku. Lalu dia bergegas mengikuti gadis cilik yang berlari hendak bermain dengan air.Aku hanya bisa menahan tawa melihat bagaimana interaksi suamiku dengan para sahabat sekaligus rekan kerjanya."Mimik muka suamimu loh Za, gak berubah. Bisa datar gitu. Kok kamu mau sih nikah sama dia.""Eh Bu Mila." Aku menyalami Bu Mila, salah satu istri dari rekan Mas Reihan. Dokter Siswo, spesialis jant

  • Bukan Calon Kakak Ipar   131. Sesion 4 : 38. Memaafkan

    Sepuluh hari aku dan Baby Twins di rumah sakit. Kini kami kembali ke Sokaraja dan disana aku dan Twins disambut oleh seluruh keluarga. Bahkan, Tante Raisa sekeluarga pun datang.Malamnya acara akikah kedua anakku diselenggarakan dengan meriah. Sebetulnya acara akikah standar, hanya saja malam ini semua keluargaku dan Mas Reihan datang jadi sangat ramai.Seperti biasa Royya dan Rael akan bertengkar. Kali ini mereka bertengkar memperebutkan siapa yang jadi saudara ketiga. Astaga.Acara akikah sudah selesai dari tadi tapi kami masih sibuk bercengkrama. Aku yang merasa lelah meminta ijin untuk ke kamar lebih dulu, tentu saja dengan diantar oleh Mas Reihan."Mas temeni yang lain aja. Rana gak papa sama Twins.""Oke. Tidur yang nyenyak ya Dek.""Iya."Mas Reihan mencium pipi Twins dan terakhir mencium keningku mesra."Tidur ya, Mas keluar dulu.""Oke."Aku merebahkan diri di samping si kembar. Kami memutuskan meme

  • Bukan Calon Kakak Ipar   130. Sesion 4 : 37. Reza dan Zahra

    "Mereka luar biasa Mas.""Iya. Sangat luar biasa."Aku dan Mas Reihan tengah menatap baby twins. Keduanya benar-benar luar biasa. Mereka adalah hadiah terindah bagi kami setelah tiga tahun penantian. Aku bersyukur, Allah memberi kami kepercayaan dua buah hati sekaligus. Mana kembar sepasang lagi.Cup.Aku menoleh ke arah Mas Reihan. Lalu mencubit perutnya."Mas!" bentakku sambil memelototinya. Dasar! Suka sekali cari kesempatan."Apa? Hem ...." Dia hanya tersenyum dan menatapku jahil. Bahkan tangannya sudah memainkan kerudungku dari tadi dan diputar-putarnya."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Refleks Mas Reihan menghentikan aksi anehnya dan berdiri menyambut tamu yang datang."Zazaaaaa.""Yayaaaa."Yaya menuju ke ranjangku. Dia langsung memelukku dan aku balik memeluknya, heboh pokoknya. Aku menyambut uluran tangan semua rekan kerjaku yang datang."Wah ganteng dan cantik ya Za

  • Bukan Calon Kakak Ipar   129. Sesion 4 : 36. Kembali

    POV RanaAku terbangun di sebuah hamparan pasir yang indah. Kutatap sekelilingku. Pantai?Aku menoleh ke kiri dan ke kanan. Sepi. Kemana semua orang?Mana Mas Reihan? Dan ... kenapa perutku kempes? Dimana bayiku? Aku panik. Aku mencoba berlari mencari orang-orang tapi tak ada satupun yang kutemui. Hingga kulihat sebuah perahu di sana. Aku berlari menuju perahu yang masih berada di bibir pantai sepertinya mereka akan berlayar."Permisi ... permisi. Bolehkah sa-" Aku tertegun. Mataku berkaca-kaca. Aku segera berlari menyongsong kedua orang yang sangat kurindu."Ayah, Bunda, Rana kangen." Kedua orang tuaku memelukku. Lama kami berpelukan."Kalian mau kemana?""Berlayar," ucap Ayah."Boleh Rana ikut?""Boleh," kini Bunda yang menyahut.Aku menggenggam tangan Ayah dan Bunda di kanan kiriku. Aku bahagia sekali. Kami berjalan bergandengan tangan dan akan naik ke perahu. Ayah yang pertama naik, kemudian Ayah mengulurkan t

  • Bukan Calon Kakak Ipar   128. Sesion 4 : 35. Percobaan Penculikan

    Sudah tiga hari, Rana masih tak sadarkan diri. Menurut ahli obgyn, perut Rana mengalami benturan yang cukup keras. Namun tak membahayakan rahimnya. Aku masih ingat, bagaimana Rana berkutat dengan Karina yang ingin memukul perutnya saat itu. Berulangkali dia menghalangi tinju Karina. Ya Allah. Semoga Engkau membalas perlakuan Karina sesuai dengan tindakannya, amin.Pembersihan rahim juga sudah dilaksakan. Nindy bilang, tak ada masalah. Ketidaksadaran Rana diakibatkan kelelahan dan pasokan oksigen ke otak yang hampir saja berkurang.Selama tiga hari ini kondisi baby twins mulai stabil. Mereka sudah dipindahkan ke ruang anak. Bersyukur Aya dan Fiqa memiliki ASI yang melimpah. Riyyan dan Ela juga sudah berusia satu tahun dan sudah makan. Jadi, ibu mereka bisa mendonorkan ASI-nya untuk kedua anakku."Kondisi mereka sudah stabil." Mamah menghampiriku dan mengelus kedua pipi cucu kembarnya. Mamah habis melaksanakan sholat tahajud di masjid."Iy

  • Bukan Calon Kakak Ipar   127. Sesion 4 : 34. Tolong Bertahanlah

    "Dek ... Dek," panggilku.Rana tersenyum kearahku. Aku menggenggam tangannya dan sesekali menciumnya."Kamu bisa. Kamu bilang kamu ingin mereka selamat kan?"Dia mengangguk, dengan susah payah Rana menahan rasa sakitnya. Aku tahu pembukaan sudah sempurna hanya saja Rana mungkin sudah tak punya tenaga untuk mengejan. Sementara perjalanan kami masih lama."Eghhh ... huft ... egghhh ....""Dorong sayang, ingat Allah, ingat anak kita. Kamu mau mereka selamat kan? Ingat, surga kita ada pada mereka Sayang?"Rana menatapku dengan mata berkaca, entah kenapa aku seperti melihat pancaran semangat dalam matanya.Meski susah payah Rana berusaha mengejan dan aku mencoba membantunya. Rana terus mengejan hingga tangisan pertama keluar."Eaaaaa ...."Aku segera mengeluarkan bayiku, melepas bajuku dan kuselimuti bayi lelakiku."Mbak, pegang!""Oke."Setelah menyerahkan kepada rekan Elang, aku segera menyemangati Rana

  • Bukan Calon Kakak Ipar   126. Sesion 4 : 33. Menyelamatkanmu

    POV ReihanAku membaca chat dari Rana yang meminta ijin menjenguk Diva yang sedang sakit. Aku pun mengijinkannya.Hampir satu jam kemudian HP-ku berdering terus. Aku mengeceknya. Pak Yadi."Kenapa Pak?""Mas Rei, Mbak Zaza gak ada. Tadi saya disuruh beli apel sama Mbak Zaza. Eh pas balik mereka udah gak ada.""Oke. Kamu tetap tunggu disitu. Cari terus."Aku segera mematikan sambungan dan menghubungi Elang."El, tolong lacak Rana. Dia menghilang.""Oke."Aku segera mengambil kunci mobilku dan berpesan pada Suster Dira untuk meminta bantuan Dokter Joko menangani pasien-pasienku. Aku berlari menuju ke mobil. Entah kenapa firasatku tak enak."Iya El, bagaimana?""Mereka ke arah Baturaden. Aku sharelock lokasinya. Aku dan kawan-kawan menuju kesana."Aku segera memacu mobilku dengan kecepatan maksimal yang aku bisa. Kurang lebih tiga puluh menit aku sampai di sebuah vila. Aku parkir di tempat j

  • Bukan Calon Kakak Ipar   125. Sesion 4 : 32. Rahasia Karina

    Karina kembali mengelus perutku dengan penuh pemujaan sedangkan aku benar-benar ketakutan. Karina menatapku dengan seringai jahat.Bugh."Aw ...." Aku meringis karena Karina memukul perutku.Aku merintih menahan rasa sakit."Kak Karin jangan!""Hahahaha."Karina menatapku dengan tatapan penuh kebencian. Aku masih berusaha menahan rasa sakit."Kamu tahu, ibuku benar-benar wanita menjijikkan. Entah berapa pria yang pernah tidur sama dia. Sungguh menyebalkan." Karina menoleh ke arah Dinda. Kemudian dia mengelus pipi Dinda membuat Dinda ketakutan bahkan berusaha memalingkan wajahnya."Aku dan Dinda berasal dari rahim yang sama namun ayah berbeda. Dan yang menyebalkan, kami tak tahu siapa mereka.""Bukannya kakak, anak mendiang Dokter Wijaya?" cicit Dinda."Hahaha. Bukan! Sayangnya bukan! Kalau bukan karena otak cerdikku dan keinginan Ibu kita untuk lepas dari kemiskinan, tak mungkin aku bisa sampai disini."

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status