Beranda / Romansa / Bukan Calon Kakak Ipar / 132. Sesion 4 : 39. Mr. Kulkas Itu Suamiku

Share

132. Sesion 4 : 39. Mr. Kulkas Itu Suamiku

Penulis: Bai_Nara
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-20 11:03:23

"Kalian gak bawa baby sitter?" tanya Joshua.

"Gak."

"Gak kerepotan?"

"Enggaklah," jawab Mas Reihan cuek.

"Kalian kok bisa cuma punya ART sekaligus pengasuh bayi tanpa pakai jasa baby sitter sih?"

"Ya bisalah," ucap Mas Reihan.

"Kok Zaza bisa ya ngajar sekaligus bisa kasih ASI. Eksklusif lagi."

"Istriku gitu loh." 

"Iya-iya yang istrinya paling cantik, paling pinter, paling ter-semua pokoknya."

"Harus. Kan istri sendiri bukan istri orang lain."

"Ck. Dasar Dokter Kulkas." Joshua mengumpati suamiku. Lalu dia bergegas mengikuti gadis cilik yang berlari hendak bermain dengan air.

Aku hanya bisa menahan tawa melihat bagaimana interaksi suamiku dengan para sahabat sekaligus rekan kerjanya. 

"Mimik muka suamimu loh Za, gak berubah. Bisa datar gitu. Kok kamu mau sih nikah sama dia."

"Eh Bu Mila." Aku menyalami Bu Mila,  salah satu istri dari rekan Mas Reihan. Dokter Siswo, spesialis jant

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Bukan Calon Kakak Ipar   133. Sesion 4 : 40. Epilog (Tamat)

    "Dek, maafin Mas ya. Mas khilaf. Janji ini yang terakhir khilafnya." Aku hanya bisa menghembuskan nafas. Dulu sekali Mas Rei juga bilangnya khilaf tapi ini malah khilaf lagi. "Dek, jangan marah ya. Senyum dong." "Buat apa marah Mas? Toh udah kejadian bukan?" sahutku sinis. "Iya juga sih. Tapi Mas seneng kok bisa khilaf terus." "Ck." Aku mencebik dan mencubit perutnya. Dasar. Mas Reihan hanya tertawa, sesekali mencium tanganku dan keningku. Bahkan aku yakin kalau gak ada orang, pasti dia sudah mengajakku adu bibir. Haish. Punya suami kok gini amat, untung aku cinta. Mungkin karena aku diam saja Mas Reihan kembali membujukku dengan kata-kata manis. "Iya, iya nanti Mas lebih hati-hati tapi khilafnya gak bakalan ilang, Sayang." Dia mengucap dengan seringai jahil. Dih, dasar! Aku memilih mengerucutkan bibir. Bodo amat kelihatan jelek. Salah sendiri tuh Kulkas jadiin aku istri. Jadi harus terima dong lahir batin kecantikan sama kejelekanku kalau lagi ngambek. "Udah jangan marah ya B

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-20
  • Bukan Calon Kakak Ipar   1. Calon Kakak Ipar

    Sore ini aku baru saja pulang kuliah. Capek rasanya naik motor kurang lebih 45 menit menuju kampus. Nasha Dwi Paramitha itulah namaku, gadis berusia 20 tahun yang sedang menempuh S1 pendidikan dokter gigi di Unsoed Purwokerto.Aku bungsu dari dua bersaudara, anak pasangan Bapak Rahmat dan Ibu Sarinah atau biasa dipanggil Bu Inah. Kakakku berusia lima tahun diatasku. Namanya Nisha Eka Paramitha, sekarang bekerja sebagai bidan di salah satu rumah sakit di Purwokerto.Saat memasuki pagar rumah, kulihat sebuah motor CBR hitam terparkir rapi di halaman rumahku."Siapa yang datang ya?" batinku.Aku pun memasuki rumah setelah sebelumnya memarkirkan motorku disebelah motor CBR."Assalamu’alaikum," aku mengucap salam."Wa’alaikumsalam," jawab keempat orang yang ada di ruangan. Kompak.Aku menyalami Ayah, Ibu dan Mbak Nisha hingga mataku terpaku pada seseorang yang duduk di samping Mbak Nisha. Masya Allah tampan dan mempesona. Postur badannya tin

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-28
  • Bukan Calon Kakak Ipar   2. Kandidat Pacar

    Sesampainya di kampus, aku segera melesat untuk mencari teman-temanku."Na. Sini," teriak Jeni.Aku segera menghampirinya yang tengah duduk bareng Rosi."Yang lain pada kemana?" tanyaku."Katanya ada urusan mendadak. Apalagi setelah tahu matkul Pak Candra kosong alias libur. Tapi kita dapat tugas suruh dikumpulin lewat email.""Oh... Ya udah yuk nyari wifi gratisan," ajakku."Ayuk. Tapi jangan disinilah bosen. Cari di fakultas lain yuk," ajak Jeni antusias."Boleh. Tapi dimana?" tanyaku."Fakultas Hukum aja? Gimana?" saran Rosi."Cakep Ros, sambil kita tebar pesona sama anak Hukum. Aku dengar kebanyakan dari mereka anak orang kaya guys. Hihihi," seperti biasa radar Jeni pada cowok tampan dan tajir langsung on."Tentu. Ayuk," sahut Rosi tak kalah antusias.Aku cuma geleng-geleng kepala melihat tingkah para sahabatku. Sesampainya di salah satu gazebo di Fakultas Hukum, aku langsung mengeluarkan laptop dan mulai menyusun tugas dari

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-28
  • Bukan Calon Kakak Ipar   3. Pacar Pertamaku

    "Nasha.""Feri."Aku terkejut melihat Feri yang baru turun dari motornya."Ada apa?""Mau ketemu Mbak Nisha.""Hah? Ngapain? Mbak Nisha kan udah punya Mas Rayyan?"Feri terkekeh. Aku menatapnya bingung. Kenapa sih dia?"Kamu ya Na, beneran polos.""Polos gimana?""Ya aku nyari kamu lah, mau jemput kamu. Ck. Masa Mbak Nisa."Mataku membelalak. Astaga. Apa ini? Apa ini berarti?"Na ... Na ... Nasha!" Suara Feri terdengar lebih tinggi. Aku terkesiap."Eh ... i-iya hehehe." Aku memasang senyum paling menawan yang kupunya.Tiba-tiba Feri terdiam. Padangan matanya fokus kearahku."Kamu kenapa Fer?""Eh, enggak kok.""Hahaha. Kok gantian sih. Tadi aku sekarang kamu.""Udah yuk berangkat. Keburu siang.""Oke."Aku segera menuju ke motorku dan hendak memasukkan kuncinya."Loh Na, kamu ngapain?""Nyalain motorku dong.""Ck. Terus gunanya aku kesini buat apa?"Aku diam

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-28
  • Bukan Calon Kakak Ipar   4. Pesona Calon Kakak Ipar

    "Guys. Coba kalian tengok arah jam sembilan. Ya Allah nikmat-Mu sungguh luar biasa," heboh Gita salah satu teman sekelasku."Mana-mana." Jeni si centil menjadi sangat antusias."Oooh .... " ucap mereka berempat berbarengan.Aku hanya terkekeh melihat keempat sahabatku dengan tingkah nyelenehnya. Maklum, mereka akan seperti ini kalau ketemu cogan alias cowok ganteng.Aku, Rosi, Jeni, Gita dan Lusi adalah sahabat karib. Geng kami terdiri dari 5 cewek dan 2 cowok. Dino dan Leo tidak ikut karena ada urusan pribadi jadi habis seminar langsung pergi.Saat ini, kami sedang berada di cafe di daerah Unsoed. Setelah mengikuti seminar akhirnya kami memutuskan untuk makan dulu. Sebelum melanjutkan jalan-jalan ke mall."Nasha. Kamu disini?" seseorang menyapaku, Mas Rayyan. Mas Rayyan tersenyum dan kubalas senyumnya.Kulihat semua teman gengku melongo menatap Mas Rayyan. Aku terkekeh melihat ekspresi mereka. Apa aku juga kayak mereka ekspresinya ya? Pas ke

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-28
  • Bukan Calon Kakak Ipar   5. Punggung dan Langkah Kaki

    Nomer yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan area."Kamu kemana sih Fer? Susah sekali dihubungi. Mana Huda lagi sibuk gak bisa jemput, lagi. Gak mungkin aku minta Mbak Nisha jemput soalnya dia piket malam. Huft," gerutuku.Akhirnya aku pasrah dan menunggu angkot di halte kampus. Andai motorku gak ngadat, pasti gak bakalan pulang pergi naik bus disambung angkot.Tin ... Tin.Aku menoleh kearah orang yang membunyikan klakson motor. Aku berdiri dan menghampiri si empunya motor."Kok belum pulang?""Belum dapat angkot Mas. Mas Rayyan anterin Na ke Tanjung ya? Nanti Na nunggu bus disana. Kalau nunggu disana bisa naik bus malam jurusan Bandung juga. Banyak alternatif pokoknya.""Ayuk naik.""Oke. Makasih Mas."Aku segera membonceng Mas Rayyan. Untung tadi pakai celana panjang kalau enggak rempong naiknya. Selama perjalanan aku mengajaknya ngobrol seperti biasa. Kadang malah disertai derai tawa."Loh-loh, kok turun

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-28
  • Bukan Calon Kakak Ipar   6. Kecelakaan dan Pemakaman

    "Kapan cutinya Mbak?" saat ini aku sedang membantu Mbak Nisha membuat kue untuk acara hajatan nanti."Hari Jumat, Dek.""Gak kemepeten itu Mbak? Minggu aja akad loh?""Gak bisa Dek. Mau ada akreditasi jadi Mbak pengin semua tanggungjawab Mbak selesai sebelum Mbak nikah. Masmu aja malah cutinya H-1, Dek.""Astaga. Besok aku mau jadi dokter Puskesmas ajalah yang gak sibuk," jawabku cengengesan."Hahaha. Kata siapa gak sibuk? Sama aja kali tapi iya sih kalau di Puskesmas gak terlalu capek. Kalau mau jadi dokter Puskesmas usahain PNS dulu lah. Kalau enggak nanti gajinya gak seberapa.""Iya-iya yang kerjanya di rumah sakit swasta gede, gajinya gede pula.""Tapi tanggung jawabnya juga gede Dek," timpal Mbakku."Iya sih."*****"Rosi," aku berlari menghampiri Rosi."Eh... Nasha," kulihat Rosi nampak gugup melihatku."Kamu lagi ngapain?" tanyaku."Aku... Aku... ""Sori. La... Nasha," kulihat Feri berjalan dari arah toilet

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-06
  • Bukan Calon Kakak Ipar   7. Luka

    "Na, tolong kamu beliin beberapa keperluan di Moro aja ya? biar lebih murah.""Iya Bu, nanti Nasha naik Grab aja. Kasihan Ayah.""Iya, apa kamu ditemani sama Huda aja, Na?""Gak usah Bu! Kasihan Huda, mungkin dia juga lagi capek. Udah Na sendiri aja.""Ya sudah, hati-hati ya Nduk.""Iya Bu."Aku segera memesan Grab melalui aplikasi di ponselku. Kurang dari lima belas menit Grab datang dan aku langsung naik.Sekitar empat puluh lima menit, aku sampai di Moro. Langsung saja aku mengambil keranjang dan mengisinya dengan berbagai keperluan seperti yang tertera di daftar belanjaan yang sudah ibuku buat.Setelah selesai berbelanja dan membayarnya di kasir, aku menitipkan barang belanjaanku di penitipan barang. Aku ingin membeli beberapa novel baru sebagai bahan bacaan. Saat aku hendak menuju ke area bookstore, mataku membelalak melihat pasangan yang tengah berjalan mesra. Refleks aku bersembunyi dan memilih memperhatikan mereka

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-06

Bab terbaru

  • Bukan Calon Kakak Ipar   133. Sesion 4 : 40. Epilog (Tamat)

    "Dek, maafin Mas ya. Mas khilaf. Janji ini yang terakhir khilafnya." Aku hanya bisa menghembuskan nafas. Dulu sekali Mas Rei juga bilangnya khilaf tapi ini malah khilaf lagi. "Dek, jangan marah ya. Senyum dong." "Buat apa marah Mas? Toh udah kejadian bukan?" sahutku sinis. "Iya juga sih. Tapi Mas seneng kok bisa khilaf terus." "Ck." Aku mencebik dan mencubit perutnya. Dasar. Mas Reihan hanya tertawa, sesekali mencium tanganku dan keningku. Bahkan aku yakin kalau gak ada orang, pasti dia sudah mengajakku adu bibir. Haish. Punya suami kok gini amat, untung aku cinta. Mungkin karena aku diam saja Mas Reihan kembali membujukku dengan kata-kata manis. "Iya, iya nanti Mas lebih hati-hati tapi khilafnya gak bakalan ilang, Sayang." Dia mengucap dengan seringai jahil. Dih, dasar! Aku memilih mengerucutkan bibir. Bodo amat kelihatan jelek. Salah sendiri tuh Kulkas jadiin aku istri. Jadi harus terima dong lahir batin kecantikan sama kejelekanku kalau lagi ngambek. "Udah jangan marah ya B

  • Bukan Calon Kakak Ipar   132. Sesion 4 : 39. Mr. Kulkas Itu Suamiku

    "Kalian gak bawa baby sitter?" tanya Joshua."Gak.""Gak kerepotan?""Enggaklah," jawab Mas Reihan cuek."Kalian kok bisa cuma punya ART sekaligus pengasuh bayi tanpa pakai jasa baby sitter sih?""Ya bisalah," ucap Mas Reihan."Kok Zaza bisa ya ngajar sekaligus bisa kasih ASI. Eksklusif lagi.""Istriku gitu loh.""Iya-iya yang istrinya paling cantik, paling pinter, paling ter-semua pokoknya.""Harus. Kan istri sendiri bukan istri orang lain.""Ck. Dasar Dokter Kulkas." Joshua mengumpati suamiku. Lalu dia bergegas mengikuti gadis cilik yang berlari hendak bermain dengan air.Aku hanya bisa menahan tawa melihat bagaimana interaksi suamiku dengan para sahabat sekaligus rekan kerjanya."Mimik muka suamimu loh Za, gak berubah. Bisa datar gitu. Kok kamu mau sih nikah sama dia.""Eh Bu Mila." Aku menyalami Bu Mila, salah satu istri dari rekan Mas Reihan. Dokter Siswo, spesialis jant

  • Bukan Calon Kakak Ipar   131. Sesion 4 : 38. Memaafkan

    Sepuluh hari aku dan Baby Twins di rumah sakit. Kini kami kembali ke Sokaraja dan disana aku dan Twins disambut oleh seluruh keluarga. Bahkan, Tante Raisa sekeluarga pun datang.Malamnya acara akikah kedua anakku diselenggarakan dengan meriah. Sebetulnya acara akikah standar, hanya saja malam ini semua keluargaku dan Mas Reihan datang jadi sangat ramai.Seperti biasa Royya dan Rael akan bertengkar. Kali ini mereka bertengkar memperebutkan siapa yang jadi saudara ketiga. Astaga.Acara akikah sudah selesai dari tadi tapi kami masih sibuk bercengkrama. Aku yang merasa lelah meminta ijin untuk ke kamar lebih dulu, tentu saja dengan diantar oleh Mas Reihan."Mas temeni yang lain aja. Rana gak papa sama Twins.""Oke. Tidur yang nyenyak ya Dek.""Iya."Mas Reihan mencium pipi Twins dan terakhir mencium keningku mesra."Tidur ya, Mas keluar dulu.""Oke."Aku merebahkan diri di samping si kembar. Kami memutuskan meme

  • Bukan Calon Kakak Ipar   130. Sesion 4 : 37. Reza dan Zahra

    "Mereka luar biasa Mas.""Iya. Sangat luar biasa."Aku dan Mas Reihan tengah menatap baby twins. Keduanya benar-benar luar biasa. Mereka adalah hadiah terindah bagi kami setelah tiga tahun penantian. Aku bersyukur, Allah memberi kami kepercayaan dua buah hati sekaligus. Mana kembar sepasang lagi.Cup.Aku menoleh ke arah Mas Reihan. Lalu mencubit perutnya."Mas!" bentakku sambil memelototinya. Dasar! Suka sekali cari kesempatan."Apa? Hem ...." Dia hanya tersenyum dan menatapku jahil. Bahkan tangannya sudah memainkan kerudungku dari tadi dan diputar-putarnya."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Refleks Mas Reihan menghentikan aksi anehnya dan berdiri menyambut tamu yang datang."Zazaaaaa.""Yayaaaa."Yaya menuju ke ranjangku. Dia langsung memelukku dan aku balik memeluknya, heboh pokoknya. Aku menyambut uluran tangan semua rekan kerjaku yang datang."Wah ganteng dan cantik ya Za

  • Bukan Calon Kakak Ipar   129. Sesion 4 : 36. Kembali

    POV RanaAku terbangun di sebuah hamparan pasir yang indah. Kutatap sekelilingku. Pantai?Aku menoleh ke kiri dan ke kanan. Sepi. Kemana semua orang?Mana Mas Reihan? Dan ... kenapa perutku kempes? Dimana bayiku? Aku panik. Aku mencoba berlari mencari orang-orang tapi tak ada satupun yang kutemui. Hingga kulihat sebuah perahu di sana. Aku berlari menuju perahu yang masih berada di bibir pantai sepertinya mereka akan berlayar."Permisi ... permisi. Bolehkah sa-" Aku tertegun. Mataku berkaca-kaca. Aku segera berlari menyongsong kedua orang yang sangat kurindu."Ayah, Bunda, Rana kangen." Kedua orang tuaku memelukku. Lama kami berpelukan."Kalian mau kemana?""Berlayar," ucap Ayah."Boleh Rana ikut?""Boleh," kini Bunda yang menyahut.Aku menggenggam tangan Ayah dan Bunda di kanan kiriku. Aku bahagia sekali. Kami berjalan bergandengan tangan dan akan naik ke perahu. Ayah yang pertama naik, kemudian Ayah mengulurkan t

  • Bukan Calon Kakak Ipar   128. Sesion 4 : 35. Percobaan Penculikan

    Sudah tiga hari, Rana masih tak sadarkan diri. Menurut ahli obgyn, perut Rana mengalami benturan yang cukup keras. Namun tak membahayakan rahimnya. Aku masih ingat, bagaimana Rana berkutat dengan Karina yang ingin memukul perutnya saat itu. Berulangkali dia menghalangi tinju Karina. Ya Allah. Semoga Engkau membalas perlakuan Karina sesuai dengan tindakannya, amin.Pembersihan rahim juga sudah dilaksakan. Nindy bilang, tak ada masalah. Ketidaksadaran Rana diakibatkan kelelahan dan pasokan oksigen ke otak yang hampir saja berkurang.Selama tiga hari ini kondisi baby twins mulai stabil. Mereka sudah dipindahkan ke ruang anak. Bersyukur Aya dan Fiqa memiliki ASI yang melimpah. Riyyan dan Ela juga sudah berusia satu tahun dan sudah makan. Jadi, ibu mereka bisa mendonorkan ASI-nya untuk kedua anakku."Kondisi mereka sudah stabil." Mamah menghampiriku dan mengelus kedua pipi cucu kembarnya. Mamah habis melaksanakan sholat tahajud di masjid."Iy

  • Bukan Calon Kakak Ipar   127. Sesion 4 : 34. Tolong Bertahanlah

    "Dek ... Dek," panggilku.Rana tersenyum kearahku. Aku menggenggam tangannya dan sesekali menciumnya."Kamu bisa. Kamu bilang kamu ingin mereka selamat kan?"Dia mengangguk, dengan susah payah Rana menahan rasa sakitnya. Aku tahu pembukaan sudah sempurna hanya saja Rana mungkin sudah tak punya tenaga untuk mengejan. Sementara perjalanan kami masih lama."Eghhh ... huft ... egghhh ....""Dorong sayang, ingat Allah, ingat anak kita. Kamu mau mereka selamat kan? Ingat, surga kita ada pada mereka Sayang?"Rana menatapku dengan mata berkaca, entah kenapa aku seperti melihat pancaran semangat dalam matanya.Meski susah payah Rana berusaha mengejan dan aku mencoba membantunya. Rana terus mengejan hingga tangisan pertama keluar."Eaaaaa ...."Aku segera mengeluarkan bayiku, melepas bajuku dan kuselimuti bayi lelakiku."Mbak, pegang!""Oke."Setelah menyerahkan kepada rekan Elang, aku segera menyemangati Rana

  • Bukan Calon Kakak Ipar   126. Sesion 4 : 33. Menyelamatkanmu

    POV ReihanAku membaca chat dari Rana yang meminta ijin menjenguk Diva yang sedang sakit. Aku pun mengijinkannya.Hampir satu jam kemudian HP-ku berdering terus. Aku mengeceknya. Pak Yadi."Kenapa Pak?""Mas Rei, Mbak Zaza gak ada. Tadi saya disuruh beli apel sama Mbak Zaza. Eh pas balik mereka udah gak ada.""Oke. Kamu tetap tunggu disitu. Cari terus."Aku segera mematikan sambungan dan menghubungi Elang."El, tolong lacak Rana. Dia menghilang.""Oke."Aku segera mengambil kunci mobilku dan berpesan pada Suster Dira untuk meminta bantuan Dokter Joko menangani pasien-pasienku. Aku berlari menuju ke mobil. Entah kenapa firasatku tak enak."Iya El, bagaimana?""Mereka ke arah Baturaden. Aku sharelock lokasinya. Aku dan kawan-kawan menuju kesana."Aku segera memacu mobilku dengan kecepatan maksimal yang aku bisa. Kurang lebih tiga puluh menit aku sampai di sebuah vila. Aku parkir di tempat j

  • Bukan Calon Kakak Ipar   125. Sesion 4 : 32. Rahasia Karina

    Karina kembali mengelus perutku dengan penuh pemujaan sedangkan aku benar-benar ketakutan. Karina menatapku dengan seringai jahat.Bugh."Aw ...." Aku meringis karena Karina memukul perutku.Aku merintih menahan rasa sakit."Kak Karin jangan!""Hahahaha."Karina menatapku dengan tatapan penuh kebencian. Aku masih berusaha menahan rasa sakit."Kamu tahu, ibuku benar-benar wanita menjijikkan. Entah berapa pria yang pernah tidur sama dia. Sungguh menyebalkan." Karina menoleh ke arah Dinda. Kemudian dia mengelus pipi Dinda membuat Dinda ketakutan bahkan berusaha memalingkan wajahnya."Aku dan Dinda berasal dari rahim yang sama namun ayah berbeda. Dan yang menyebalkan, kami tak tahu siapa mereka.""Bukannya kakak, anak mendiang Dokter Wijaya?" cicit Dinda."Hahaha. Bukan! Sayangnya bukan! Kalau bukan karena otak cerdikku dan keinginan Ibu kita untuk lepas dari kemiskinan, tak mungkin aku bisa sampai disini."

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status