POV Royyan
"Mas Roy mau ke Cilacap?"
"Iya. Nih mau berangkat, kenapa?" Kujawab pertanyaan Ayana sambil memakai sepatu.
"Mas ... belum dapat ART yang cocok kan?"
"Belum masih nyari nih. Kenapa?" Aku mengernyit melihat mata Aya yang tadi nangis bombay menjadi berbinar.
"Jadiin Aya upik abunya Mas Royyan ya," ucap Aya.
"APA!"
Bukan hanya aku dan Fiqa yang kaget. Mamah dan Papah yang akan berangkat kerja pun kaget mendengar permintaan Ayana.
"Ya ... ya ... ya." Nah kan, dia malah menatap kami semua dengan sorot mata memelas yang bikin semua orang jadi gak tega buat nolak. Hadeh.
?????
"Aya yakin mau jadi ART-nya Roy?" Mamah memulai interogasi.
"Yakin Tante, lagian Aya udah terbiasa dengan kerjaan rumah tangga."
"Tapi Royyan cowok loh, Aya gak takut dicaplok sama Roy?"
Wadaw. Apa maksud Papah sih? Dipikir anaknya buaya apa? Main caplok orang segala.
"Gak kok Om, kalau Mas Roy nga
POV RoyyanGenap enam bulan Ayana menjadi upik abu cantikku. Kadang aku mikirnya dia itu bukan upik abu tapi istriku. Mana ada upik abu yang suka memarahi majikan gantengnya. Kayaknya cuma Ayana deh. Seperti pagi ini misalnya."Mas Roooooooyyy."Haduh drama pagiku dimulai. Tutup kuping! Tutup kuping!"Mas Roy ... udah Aya bilang naruh handuk itu di hanger atau di tempat handuk, dijembreng jangan main asal naruh, handuknya nanti jadi jamuran belum lagi basah dimana-mana.""Ini lagi udah dibilang kaus kaki selipin aja di sepatu kalau gak mau naruh di keranjang. Malah naruh kemana-mana, bau tahu.""Mas ... udah Aya bilangin jangan kebanyakan ngopi, masa sehari mau lima kali.""Tapi mas gak merokok Ay?""Gak merokok tapi ngopi sampai lima kali, gak sehat buat jantungnya. Ini ganti jus lebih sehat.""Mas ... udah dibilangin kalau mau bantu nyuci, masukin baju ke mesin cuci lihatin sakunya dulu. Lihat nih jadi kotor kan. Bisa-bisanya naruh pulp
Aku menoleh kearah Fiqa, raut mukanya memerah ketika melihat Elang dan Ayana berpelukan. Dia seperti ingin meremukkan sesuatu. Apa dia seperti aku, merasa ... cemburu. Oh tidak. Fiqa juga tampak menggeleng-gelengkan kepalanya."Kamu cemburu?" lirihku."Enggak." Fiqa memalingkan mukanya terlihat sebal."Kamu kok disini? Eyang Aditya nyari-nyari kamu terus loh. Sampai sakit juga." Kudengar Elang mulai bicara."Habis Eyang nyebelin, main jodohin aku segala. Mana calonnya buaya cap kadal buntung juga," sungut Ayana."Tapi gak maen kabur gini juga kali Ayana.""Tau ah. Kok Mas El disini?""Kamu lupa ya, Purwokerto itu tanah kelahiranku, Papahku, sama Eyang kamu.""Ooo. Apa?!" pekik Ayana."Jadi?" Ayana melihat ke arah Elang dengan tatapan tak percaya."Jadi kamu itu punya darah Purwokerto tahu.""Hah? Jadi kampungnya Eyang Aditya sama Eyang Adinata itu Purwokerto?""Iya betul sekali."Elang kemudian baru menyada
POV Royyan"Brother," ucapku duduk di samping Reihan."Hem."Hening. Kulirik Reihan tengah berkutat dengan laptopnya."Kalau mau nikah, nikah aja. Jodoh siapa yang tahu, jangan sampai Ayana diambil yang lain," ucap Reihan."Belum juga ngomong kok tahu kalau aku mau curhat tentang Ayana," sahutku."Lupa kita kembar.""Hehehe. Bener. Kamu sendiri gimana Rei? Kamu normal, 'kan?"Pletak!"Sakit Rei." Aku mengusap-usap dahiku."Apa aku harus nyium seorang cewek di bawah taburan bintang biar semua orang tahu kalau aku normal?" sindir Reihan."Hehehe. Peace habis aku gak tahan Rei," ucapku sambil cengengesan."Jangan sampai kebablasan aja. Apalagi kalian sering berduaan.""Makanya ini pengin kuhalalin. Langsung lamar aja kali ya?""Harus, udah icip-icip juga."Aku cuma nyengir lagi tanpa dosa."Rei.""Hem.""Beberapa kali aku ketemu Karina, dia nanyain kamu terus ta
POV Ayana"Eyang sakit apa katanya Mas?""Penyakit tua kata dr. Susilo." Kelakar Mas Elang."Sudah baikan 'kan katanya?""Sudah."Hening."Huh! Eyang itu memang selalu menuruti apa maunya Aya, Mas. Sayang masalah jodoh otoriter banget," sungutku."Tenang. Eyang Adinata udah turun tangan. Bahkan Eyang Rukmini juga.""Beneran?""Iya. Waktu kegagalan pernikahan kamu dan kamu kabur. Eyangku marah-marah tahu. Lucu pokoknya, tahu sendiri kan Eyangku pensiunan TNI lebih galak dari Eyang kamu. Belum lagi Eyang Rukmini yang cerewetnya minta ampun. Hahaha.""Hahaha. Bisa Aya bayangin kalau Eyang pasti cuma bisa duduk menunduk gak bisa ngomong apa-apa sama kakak dan adiknya.""Betul sekali. Dua bulan sejak kamu kabur, Eyang Aditya drop. Semua usahanya diserahkan sama Gatot, cucu Eyang Rukmini.""Gatot udah selesai kuliahnya Mas?""Udah. Sekarang dia yang menghandel semua usaha Eyang kamu.""Syukur
POV AyanaDemi Tuhan aku ingin marah tapi sengaja kutahan. Ingin mengumpat takut dosa. Astaga! Kadang aku mengutuk diri sendiri jika mengingat hampir semua orang mengira aku ini gadis manis nan kalem. Ingin rasanya kubongkar sifat asliku agar dunia tahu kalau Aya itu macam Ratu Seon Deok atau Mishil. Cantik, manis, anggun, kalem namun berbahaya."Ay, jangan cemberut dong. Maafin kita. Kita beneran cuma pengin ngajak kamu happy-happy," celetuk Tamara dan duduk disampingku.Aku sama sekali tak bersuara, bahkan pandang mataku menatap jijik ke arah Michele dan Desty yang tengah meliuk-liukkan badannya kayak uler keket. Mana pada make baju warna ijo semua. Persis deh."Ay, udah dong jangan cemberut, oke.""Aku mau pulang." Aku langsung mengambil tasku dan meninggalkan kerumunan manusia penuh dosa disana.Saat akan sampai ke mobilku seketika aku ngumpet. Aku melihat Arfan dengan seorang wanita cantik. Kayaknya kenal. Owh ... bukannya itu mod
POV RoyyanAku dengan tergesa-gesa menuju ke rumah kedua orang tuaku. Sampai di halaman, aku segera turun pun dengan dua orang dari mobil yang sepertinya baru sampai juga."Aya," ucapku begitu melihat Ayana."Mas Royyan." Aya pun ikut berteriak.Aku segera menghampiri Aya dan memeluknya."Mas kangen banget tahu Ay.""Aya juga Mas, kangen banget.""Kamu kok lama banget sih? Sampai lumutan tau mas nungguin kamu.""Maaf Mas, banyak hal yang terjadi.""Aya ....""Mas Royyan ...."Kami masih saling berpelukan. Bahkan sesekali kucium kepalanya. Pokoknya dunia serasa milik kami berdua yang lain ngontrak."Ekhem."Pelukan kami terlepas karena suara deheman dari Elang. Aku dan Aya tertawa."Sorry Bro, kangen soalnya. Permisi ya. Aku mau culik tuan puteri dulu. Ayo Ay, ikut Mas Royan. Oh iya El, awas ya! Jangan apa-apain Fiqa. Tapi cium boleh," ucapku dengan sering jahil."Kali
POV Author"Kamu kenapa Nau?""Gak papa kok Nai.""Jangan bohong, kamu kelihatan gak baik-baik saja.""Oke aku memang gak baik-baik aja. Aku dari dulu suka sama Mas Royyan sejak dia masih sama kamu. Segala upaya aku lakuin agar kalian pisah. Saat kamu udah pisah dengan Mas Royyan, aku berusaha menarik hatinya tapi selalu gak ditanggepin dan sekarang apa? Dia mau nikah sama gadis itu yang baru dikenalnya."Naira terkejut dengan pengakuan Naura. Bukan karena dia masih menyukai Royyan. Bukan karena hal itu.Royyan sangat tampan dan supel makanya banyak cewek yang jatuh hati padanya termasuk Naira. Hanya saja dia sungguh tak menyangka jika sepupunya menjadi salah satu penyebab retaknya hubungannya dengan Royyan.Meski tadi sempat kaget namun Naira yang sekarang memang sudah tak ada rasa untuk Royyan. Semua cintanya sudah beralih kepada suaminya, Thomas. Sehingga dia biasa saja ketika mendengar Royyan akan menikah. Bahkan sekarang di
Arfan membanting ponsel miliknya. Orang suruhannya mengabarkan jika empat orang suruhannya mati terkena tembakan dari Elang. Sedangkan lima yang lainnya tertangkap."Brengsek! Kenapa aku sampai lupa ada Elang disana? Dia jelas selalu membawa senjata. Agh! Kenapa juga kembaran cowok itu harus menyelamatkan Ayana.""Aggghhhhh!"Arfan tambah stres karena agensi miliknya sedang dalam masalah, salah satu modelnya tertangkap basah sedang melakukan transaksi prostitusi. Bodoh! Kenapa dia bisa kecolongan?Tok! tok! tok!"Masuk.""Permisi Pak, kakek Anda datang dan ingin bertemu dengan Anda.""Baik. Akan saya temui beliau."Arfan segera menemui kakeknya. Wajahnya yang kalut dan marah dia ubah dengan mimik muka tenang dan ramah seperti biasanya."Opa.""Duduk!"Arfan kemudian duduk di sofa di seberang opanya."Kamu lihat ini."Arfan melirik pada berita yang ada di koran yang opanya bawa.
"Dek, maafin Mas ya. Mas khilaf. Janji ini yang terakhir khilafnya." Aku hanya bisa menghembuskan nafas. Dulu sekali Mas Rei juga bilangnya khilaf tapi ini malah khilaf lagi. "Dek, jangan marah ya. Senyum dong." "Buat apa marah Mas? Toh udah kejadian bukan?" sahutku sinis. "Iya juga sih. Tapi Mas seneng kok bisa khilaf terus." "Ck." Aku mencebik dan mencubit perutnya. Dasar. Mas Reihan hanya tertawa, sesekali mencium tanganku dan keningku. Bahkan aku yakin kalau gak ada orang, pasti dia sudah mengajakku adu bibir. Haish. Punya suami kok gini amat, untung aku cinta. Mungkin karena aku diam saja Mas Reihan kembali membujukku dengan kata-kata manis. "Iya, iya nanti Mas lebih hati-hati tapi khilafnya gak bakalan ilang, Sayang." Dia mengucap dengan seringai jahil. Dih, dasar! Aku memilih mengerucutkan bibir. Bodo amat kelihatan jelek. Salah sendiri tuh Kulkas jadiin aku istri. Jadi harus terima dong lahir batin kecantikan sama kejelekanku kalau lagi ngambek. "Udah jangan marah ya B
"Kalian gak bawa baby sitter?" tanya Joshua."Gak.""Gak kerepotan?""Enggaklah," jawab Mas Reihan cuek."Kalian kok bisa cuma punya ART sekaligus pengasuh bayi tanpa pakai jasa baby sitter sih?""Ya bisalah," ucap Mas Reihan."Kok Zaza bisa ya ngajar sekaligus bisa kasih ASI. Eksklusif lagi.""Istriku gitu loh.""Iya-iya yang istrinya paling cantik, paling pinter, paling ter-semua pokoknya.""Harus. Kan istri sendiri bukan istri orang lain.""Ck. Dasar Dokter Kulkas." Joshua mengumpati suamiku. Lalu dia bergegas mengikuti gadis cilik yang berlari hendak bermain dengan air.Aku hanya bisa menahan tawa melihat bagaimana interaksi suamiku dengan para sahabat sekaligus rekan kerjanya."Mimik muka suamimu loh Za, gak berubah. Bisa datar gitu. Kok kamu mau sih nikah sama dia.""Eh Bu Mila." Aku menyalami Bu Mila, salah satu istri dari rekan Mas Reihan. Dokter Siswo, spesialis jant
Sepuluh hari aku dan Baby Twins di rumah sakit. Kini kami kembali ke Sokaraja dan disana aku dan Twins disambut oleh seluruh keluarga. Bahkan, Tante Raisa sekeluarga pun datang.Malamnya acara akikah kedua anakku diselenggarakan dengan meriah. Sebetulnya acara akikah standar, hanya saja malam ini semua keluargaku dan Mas Reihan datang jadi sangat ramai.Seperti biasa Royya dan Rael akan bertengkar. Kali ini mereka bertengkar memperebutkan siapa yang jadi saudara ketiga. Astaga.Acara akikah sudah selesai dari tadi tapi kami masih sibuk bercengkrama. Aku yang merasa lelah meminta ijin untuk ke kamar lebih dulu, tentu saja dengan diantar oleh Mas Reihan."Mas temeni yang lain aja. Rana gak papa sama Twins.""Oke. Tidur yang nyenyak ya Dek.""Iya."Mas Reihan mencium pipi Twins dan terakhir mencium keningku mesra."Tidur ya, Mas keluar dulu.""Oke."Aku merebahkan diri di samping si kembar. Kami memutuskan meme
"Mereka luar biasa Mas.""Iya. Sangat luar biasa."Aku dan Mas Reihan tengah menatap baby twins. Keduanya benar-benar luar biasa. Mereka adalah hadiah terindah bagi kami setelah tiga tahun penantian. Aku bersyukur, Allah memberi kami kepercayaan dua buah hati sekaligus. Mana kembar sepasang lagi.Cup.Aku menoleh ke arah Mas Reihan. Lalu mencubit perutnya."Mas!" bentakku sambil memelototinya. Dasar! Suka sekali cari kesempatan."Apa? Hem ...." Dia hanya tersenyum dan menatapku jahil. Bahkan tangannya sudah memainkan kerudungku dari tadi dan diputar-putarnya."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Refleks Mas Reihan menghentikan aksi anehnya dan berdiri menyambut tamu yang datang."Zazaaaaa.""Yayaaaa."Yaya menuju ke ranjangku. Dia langsung memelukku dan aku balik memeluknya, heboh pokoknya. Aku menyambut uluran tangan semua rekan kerjaku yang datang."Wah ganteng dan cantik ya Za
POV RanaAku terbangun di sebuah hamparan pasir yang indah. Kutatap sekelilingku. Pantai?Aku menoleh ke kiri dan ke kanan. Sepi. Kemana semua orang?Mana Mas Reihan? Dan ... kenapa perutku kempes? Dimana bayiku? Aku panik. Aku mencoba berlari mencari orang-orang tapi tak ada satupun yang kutemui. Hingga kulihat sebuah perahu di sana. Aku berlari menuju perahu yang masih berada di bibir pantai sepertinya mereka akan berlayar."Permisi ... permisi. Bolehkah sa-" Aku tertegun. Mataku berkaca-kaca. Aku segera berlari menyongsong kedua orang yang sangat kurindu."Ayah, Bunda, Rana kangen." Kedua orang tuaku memelukku. Lama kami berpelukan."Kalian mau kemana?""Berlayar," ucap Ayah."Boleh Rana ikut?""Boleh," kini Bunda yang menyahut.Aku menggenggam tangan Ayah dan Bunda di kanan kiriku. Aku bahagia sekali. Kami berjalan bergandengan tangan dan akan naik ke perahu. Ayah yang pertama naik, kemudian Ayah mengulurkan t
Sudah tiga hari, Rana masih tak sadarkan diri. Menurut ahli obgyn, perut Rana mengalami benturan yang cukup keras. Namun tak membahayakan rahimnya. Aku masih ingat, bagaimana Rana berkutat dengan Karina yang ingin memukul perutnya saat itu. Berulangkali dia menghalangi tinju Karina. Ya Allah. Semoga Engkau membalas perlakuan Karina sesuai dengan tindakannya, amin.Pembersihan rahim juga sudah dilaksakan. Nindy bilang, tak ada masalah. Ketidaksadaran Rana diakibatkan kelelahan dan pasokan oksigen ke otak yang hampir saja berkurang.Selama tiga hari ini kondisi baby twins mulai stabil. Mereka sudah dipindahkan ke ruang anak. Bersyukur Aya dan Fiqa memiliki ASI yang melimpah. Riyyan dan Ela juga sudah berusia satu tahun dan sudah makan. Jadi, ibu mereka bisa mendonorkan ASI-nya untuk kedua anakku."Kondisi mereka sudah stabil." Mamah menghampiriku dan mengelus kedua pipi cucu kembarnya. Mamah habis melaksanakan sholat tahajud di masjid."Iy
"Dek ... Dek," panggilku.Rana tersenyum kearahku. Aku menggenggam tangannya dan sesekali menciumnya."Kamu bisa. Kamu bilang kamu ingin mereka selamat kan?"Dia mengangguk, dengan susah payah Rana menahan rasa sakitnya. Aku tahu pembukaan sudah sempurna hanya saja Rana mungkin sudah tak punya tenaga untuk mengejan. Sementara perjalanan kami masih lama."Eghhh ... huft ... egghhh ....""Dorong sayang, ingat Allah, ingat anak kita. Kamu mau mereka selamat kan? Ingat, surga kita ada pada mereka Sayang?"Rana menatapku dengan mata berkaca, entah kenapa aku seperti melihat pancaran semangat dalam matanya.Meski susah payah Rana berusaha mengejan dan aku mencoba membantunya. Rana terus mengejan hingga tangisan pertama keluar."Eaaaaa ...."Aku segera mengeluarkan bayiku, melepas bajuku dan kuselimuti bayi lelakiku."Mbak, pegang!""Oke."Setelah menyerahkan kepada rekan Elang, aku segera menyemangati Rana
POV ReihanAku membaca chat dari Rana yang meminta ijin menjenguk Diva yang sedang sakit. Aku pun mengijinkannya.Hampir satu jam kemudian HP-ku berdering terus. Aku mengeceknya. Pak Yadi."Kenapa Pak?""Mas Rei, Mbak Zaza gak ada. Tadi saya disuruh beli apel sama Mbak Zaza. Eh pas balik mereka udah gak ada.""Oke. Kamu tetap tunggu disitu. Cari terus."Aku segera mematikan sambungan dan menghubungi Elang."El, tolong lacak Rana. Dia menghilang.""Oke."Aku segera mengambil kunci mobilku dan berpesan pada Suster Dira untuk meminta bantuan Dokter Joko menangani pasien-pasienku. Aku berlari menuju ke mobil. Entah kenapa firasatku tak enak."Iya El, bagaimana?""Mereka ke arah Baturaden. Aku sharelock lokasinya. Aku dan kawan-kawan menuju kesana."Aku segera memacu mobilku dengan kecepatan maksimal yang aku bisa. Kurang lebih tiga puluh menit aku sampai di sebuah vila. Aku parkir di tempat j
Karina kembali mengelus perutku dengan penuh pemujaan sedangkan aku benar-benar ketakutan. Karina menatapku dengan seringai jahat.Bugh."Aw ...." Aku meringis karena Karina memukul perutku.Aku merintih menahan rasa sakit."Kak Karin jangan!""Hahahaha."Karina menatapku dengan tatapan penuh kebencian. Aku masih berusaha menahan rasa sakit."Kamu tahu, ibuku benar-benar wanita menjijikkan. Entah berapa pria yang pernah tidur sama dia. Sungguh menyebalkan." Karina menoleh ke arah Dinda. Kemudian dia mengelus pipi Dinda membuat Dinda ketakutan bahkan berusaha memalingkan wajahnya."Aku dan Dinda berasal dari rahim yang sama namun ayah berbeda. Dan yang menyebalkan, kami tak tahu siapa mereka.""Bukannya kakak, anak mendiang Dokter Wijaya?" cicit Dinda."Hahaha. Bukan! Sayangnya bukan! Kalau bukan karena otak cerdikku dan keinginan Ibu kita untuk lepas dari kemiskinan, tak mungkin aku bisa sampai disini."