Semua Bab Cinta yang hilang: Bab 11 - Bab 20

30 Bab

Jadian

Ujian semester satu pun telah berlangsung selama satu minggu. Dimas, Refita, Roni dan Cherry berhasil mendapatkan nilai yang memuaskan. Dimas berhasil mendapatkan peringkat satu di kelas X MIPA 7, Cherry dan dan Refita berturut-turut mendapatkan peringkat 4 dan 5 sedangkan Roni berhasil masuk ke dalam 10 besar dengan peringkat 10. Mereka akhirnya memutuskan untuk merayakan kesuksesan ujiannya dengan pergi berlibur ke puncak gunung Arjuna. "Hm, hebat kamu Ref, bisa masuk 5 besar," puji Dimas yang mengenakan jaket wol tebal berwarna hitam dengan segelas air hangat di tangannya. "Kamu tuh yang hebat, kamu kan peringkat satu," jawab Refita yang balik memuji Dimas. Ia juga mengenakan jaket wol tebal berwarna putih dengan syal berwarna merah muda. Ia menggesekkan kedua tangannya sambil sesekali meniup kedua telapak tangannya yang ditutupi oleh sarung tangan berwarna merah muda. "He, aku nih yang hebat, bayangin ya, aku ini dulu selalu dapet ranking terendah di kela
Baca selengkapnya

Hilang

Semester dua pun dimulai. Namun, sekarang Dimas benar-benar dibuat galau oleh pikirannya. Semenjak pulang dari gunung Arjuna ia sudah tidak berkomunikasi dengan Refita lagi. Liburan dua Minggu yang dia lewati pun terasa hampa tanpa kehadiran Refita. Chat yang ia tanggalkan selepas dari gunung Arjuna tak pernah dibaca oleh Refita. "Cher, kok Refita belum datang ya, kan pelajarannya bentar lagi dimulai?" tanya Dimas kepada Cherry yang merupakan teman dekat Refita. Dimas berharap jika Cherry mengetahui keberadaan Refita sekarang. "Lah, ya gak tau dim, kan kamu pacarnya," jawab Cherry yang nampak heran dengan pertanyaan Dimas. Seharusnya Cherry yang menanyakan keberadaan Refita kepada Dimas. Eh, malah Dimas yang menanyakan keberadaan Refita kepadanya. "Kamu masih bisa chat Refita?" Dimas kembali bertanya. Ia benar-benar bingung lantaran Cherry juga tidak mengetahui keberadaan Refita. Terlintas di pikiran Dimas bahwa ini cuma akal-akalan yang dibuat Refita dan Che
Baca selengkapnya

Lulus

Dua setengah tahun berlalu. Dimas pun sudah tidak pernah lagi menemui Refita, bahkan untuk telepon saja sudah tak pernah. Nomer Refita sudah tidak bisa dihubungi lagi. Namun, Dimas masih belum bisa melupakan Refita hingga kini saat kelulusannya tiba. "Selamat ya Dim, kamu berhasil jadi lulusan terbaik," ucap Roni kepada Dimas saat hari kelulusan. Roni pun juga lulus dengan keadaan yang memuaskan, tapi Dimas jauh lebih memuaskan. Ketiadaan Refita membuat Dimas hanya fokus pada pendidikan SMA nya. Itulah yang menyebabkannya menjadi lulusan terbaik. "Iya Ron, selamat juga ya, ayo foto bareng Ron, biar aku tampak ganteng," ujar Dimas dengan sedikit mengejek Roni. Memang Dimas memiliki wajah yang lebih ganteng ketimbang Roni. Roni pun mendadak kesal namun tetap mengiyakan Dimas untuk foto bareng. "Nggak mau sama aku juga Ron?" tanya Cherry yang tiba-tiba datang dengan dandanan kebaya berwarna putih. Ia nampak cantik dengan polesan make up ala salon di wajahnya. Ch
Baca selengkapnya

Bandung

"Bu, Dimas berangkat dulu ya, doakan Dimas sukses ya Bu," pamit Dimas kepada ibunya saat di stasiun. Dia membawa tas ransel yang besar dan mencangking kardus kotak berukuran besar jug. "Iya nak, hati-hati, semoga kamu sukses nak" ucap Sonya dengan suara sedikit tersengal. Air mata Sonya tidak bisa terbendung lagi. Ia memeluk Dimas dan menangisi kepergian Dimas. Kereta jurusan Bandung pun sudah berada di stasiun dan segera berangkat. Dimas pun bergegas masuk ke dalam kereta setelah memeluk ibunya. Dimas sebenarnya tidak rela meninggalkan ibunya sendirian. Dia merasa kasihan jika Sonya harus tinggal di rumah sendiri tanpa seorang pun yang menemani. Tapi dirinya harus pergi untuk menggapai cita-citanya yaitu hidup mandiri di Bandung. Dia juga berharap dapat meraih kesuksesan disana. "Hati-hati nak," teriak Sonya sambil melambaikan tangannya. Air matanya tak henti-hentinya menetes. Dimas yang sudah berada dalam kereta hanya bisa memandang ibunya dari balik jendel
Baca selengkapnya

Pelukis Jalanan

Di sebuah kamar kos kecil berukuran 3x3, Dimas sedang berbaring dan menunggu pesan di ponselnya. Sudah 10 perusahaan yang dia lamar, namun hingga kini belum ada satu pun perusahaan yang mengabarinya. Dia hanya bisa menunggu di kamar sembari berbaring. Melihat ponselnya yang tak kunjung mendapatkan pesan.Sebenarnya Dimas ingin melukis, namun kamar kosnya yang terlalu sempit membuatnya sulit untuk melukis di canvas. Dimas pun hanya bisa melukis di kertas berukuran A4. Ia mencoba melukis bagaimana suasana kelasnya dulu yang penuh dengan canda tawa. Ia menggambarkan ada dua orang yang sedang mengobrol di sudut kelas. Itu adalah dirinya dan Refita. Sedangkan Roni dan Cherry pun juga menemani disana. Ada beberapa anak yang bermain pesawat kertas dan seorang bendahara kelas yaitu Novia yang lagi narik iuran ke salah satu anak kelas.Mungkin Dimas begitu kangen masa-masa indahnya di SMA. Masa dimana dia tidak harus memikirkan kebutuhan hidupnya, kebutuhan buat makan, bayar ko
Baca selengkapnya

Teman di Bandung

"kak untuk pesanannya kemarin sudah dapat diambil ya kak," Dimas mengirimkan sebuah pesan ke Adit, pelanggan pertamanya. Ini merupakan hari kedua Dimas mangkal di jalanan Kemang untuk mencari pelanggan yang ingin menggunakan jasa melukisnya. "Oh iya kak, ngambilnya dimana ya kak?" tanya Adit dalam pesan itu. "Di tempat kemarin kamu nemuin saya, soalnya saya mangkal disini," balas Dimas. Kini dirinya tetap memakai setelan pakaian seperti kemarin. Kaos hitam, kemeja kotak-kotak merah dan celana jeans dengan sobek-sobekan di lututnya. "Oh iya kak, nanti siang ya kak saya ambil, soalnya saya masih di sekolah kak, ini saja masih pelajaran kak," jawab Adit. Dimas pun sontak terkejut. Bisa-bisanya Adit bermain ponsel saat jam pelajaran dimulai. Kalau di sekolahnya dulu ya bisa disuruh keluar siswa seperti dulu. Bahkan dulu Dimas sering ditegur hanya karena melamun saja. Tapi Dimas tak mau ambil pusing dengan sekolahnya Adit. Mungkin sistem sekolahnya yang sudah beda
Baca selengkapnya

Lekuk tubuh yang indah

"Gimana, sudah selesai kah lukisannya?" tanya Rusli sambil menepuk pundak Dimas yang sedang melukis di tempat biasa ia mangkal. Dimas pun menengok ke belakang dan tersenyum ramah ketika melihat wajah Rusli."Oh iya paman, sudah kok paman, ini paman," jawab Dimas sembari menunjukkan lukisan wajah Rusli yang ia lukis dua hari lalu itu."Maaf ya, saya baru bisa ngambilnya sekarang, kemarin lagi sibuk soalnya," kata Rusli yang sudah dua hari tak kunjung menemui Dimas untuk mengambil lukisannya. Rusli pun sudah mengatakan sebelumnya melalui pesan WhatsApp yang ia kirimkan dua hari lalu bahwa ia tidak bisa mengambil lukisannya karena urusan pekerjaan."Iya paman, nggak papa kok," ucap Dimas sambil tersenyum kepada Rusli. Meskipun Rusli tak kunjung mengambil lukisan itu yang artinya Dimas tak kunjung mendapatkan uang dari Rusli. Tapi dua hari ini cukup banyak orang yang memakai jasa melukisnya. Kebanyakan mereka meminta untuk dilukiskan di kertas gambar A4 karena harga
Baca selengkapnya

Telepon singkat

"Halo Bu, ibu apa kabar?" tanya Dimas dalam telepon di ponselnya. Sudah 10 hari Dimas berada di Bandung dan baru sempat mengabari ibunya sekarang. Kesibukan melukisnya membuatnya sulit menyempatkan waktu hanya untuk berbicara dengan ibunya. "Halo Dim, baik ibu disini Dim, kamu gimana?" jawab Sonya yang sangat halus kepadanya. Sudah sangat berbeda dengan sifatnya dulu yang keras dengan suara yang selalu membentak bentak. "Dimas baik bu, sekarang Dimas jadi pelukis bu, banyak yang memesan lukisan Dimas bu," ungkap Dimas mencoba menceritakan kabarnya di Bandung. Kini Dimas mengistirahatkan badannya, membaringkan tubuhnya ke kasur kosnya dan pandangannya menatap langit-langit kamar kosnya. "Sukses disana ya Dim, jangan lupa dijaga kesehatannya loh meskipun banyak kesibukan," begitulah ucap Sonya mencoba menasihati Dimas. Sonya sangat bangga terhadap anaknya yang sudah bisa hidup mandiri. Kini Sonya pun mencoba hidup hemat di rumah. Dia ingin menyisihkan uangnya u
Baca selengkapnya

Kedok yang Terbongkar

"Eh Roni, masuk Ron" ucap Dimas setelah membuka pintu kamar kosnya dan melihat sosok yang tak asing baginya. Dia adalah Roni, teman SMA Dimas yang selalu mengikuti Dimas kemanapun ia pergi. Dimas pun mempersilahkan Roni masuk ke kamar sempitnya itu. "Wow," ucap Roni yang baru saja menginjakkan kakinya ke kamar kos Dimas. Matanya berkeliaran kemana-mana, memandangi sekeliling tembok kamar Dimas. Roni melihat banyak lukisan terpajang di setiap sudut ruangan. Sebuah kamar kos kecil yang penuh dengan aksen keindahan. "Lukisanmu bagus-bagus banget Dim," lanjut Roni yang begitu kagum dengan karya Dimas. Roni melihat Dimas sudah memiliki banyak perkembangan dalam melukis. Bahkan lukisannya sekarang sudah jauh lebih bagus ketimbang lukisan wajah Refita yang menjadi juara pameran dulu. "Ah, kamu bisa aja Ron," sahut Dimas merendah. Dimas pun mengerti bahwa ia sudah memiliki banyak perkembangan dalam skill melukisnya. Lukisan yang ia buat semakin nyata dan pengerjaanny
Baca selengkapnya

Tragedi Pekerja Seni Jalanan

"lari, lari, ada satpol," suara teriakan itu begitu banyak didendangkan. Suasana jalanan itu begitu ricuh, banyak orang berlari dengan mulutnya terus berteriak-teriak. "Dek, ada satpol dek, ayo lari dek," ucap salah seorang pria tua yang merupakan pedagang asongan dengan kaos putih yang sedikit lusuh itu. Pria itupun langsung berlari setelah mengucapkan hal tersebut kepada Dimas. Dimas yang tengah melukis pun sontak kaget. Ia begitu panik dengan keadaannya sekarang. Ia pun segera mengemasi barang-barangnya ke tas dan langsung berlari meninggalkan tempat mangkalnya itu. Tidak semua barang berhasil ia selamatkan, hanya peralatan lukis seperti kuas dab cat air lah yang ia bawa. Sedangkan lukisan-lukisan yang ia pajang di pinggir jalan tersebut tidak sempat ia selamatkan. "Lari semuanya, lari," Dimas pun ikut meneriakkan kata-kata yang banyak diucapkan orang-orang. Dimas juga berusaha memberitahu para pedagang kaki lima, dan orang-orang yang memiliki usaha di jal
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status