Home / Romansa / A Modern Fairytale / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of A Modern Fairytale: Chapter 21 - Chapter 30

72 Chapters

21. Dad

Dan Maria tidak pernah mengatakan bahwa ia setuju.Maria yakin itu serratus persen dan tidak ada kemungkinan barang satu persenpun untuknya menerima ajakan ‘ngedate’ yang ditawarkan oleh Edgar.Memangnya siapa yang akan memikirkan kencan diusia sekarang? hah? Orang gila mana. Maria tentu lebih memilih untuk menghabiskan waktu cuti untuk tiduran mengistirahatkan tubuh atau sekedar meluangkan waktu lebih banyak bermain dengan anaknya.Bukan malah sengaja keluar dengan embel-embel kencan. Dan tentu saja, Edgar memang punya telinga hanya untuk pajangan, terang-terangan Maria sudah menolak tetapi sekarang lelaki yang ramahnya kelewatan ini sudah berada didepan pintu rumah Maria dengan cengiran khasnya.“Kenapa malah belum mandi,” decak Edgar sembari meneliti wajah ngantuk Maria yang masih berbalut piama terusan selutut.Maria bersandar pada pintu, maranya terpaksa terbuka, menyipit guna menyesuaikan diri dengan cahaya. Lalu decak
Read more

22. Tanduk Maria

“Lo kasih anak gue makan apa aja?”Suasana di koridor rumah sakit bangsal anak itu terlihat ramai karena hari masih pagi. Maria memelankan langkah, membalikan badan pada lelaki yang berjalan di belakangnya dengan kepala menunduk.Tangan Maria mengelus pelan punggung Ares yang makin meringsak masuk ke ceruk lehernya, mungkin ikut takut dengan pertanyaan yang Maria ajukan pada ayahnya.Maria tau ada yang tidak beres, bukan hanya demam biasa, terbukti dengan kalimat dokter yang mengatakan kalau Ares mendapat radang tenggorokan. Edgar diam saja.Lelaki itu tak dapat menjawab pertanyaan singkat dari ibu anaknya, jelas, sama saja cari mati kalau menjawabnya.Wanita yang menggunakan piama berlapis cardigan rajut itu memicingkan mata tajam. “Sampe hitungan tiga nggak jawab, gue blender lo.”Edgar sendiri hanya meringis tertahan. Lelaki itu melirik pada anaknya yang masih bersembunyi takut-takut di leher san
Read more

23. Goodnight

Demam Ares sudah turun, namun anak lucu itu belum teringin bicara dan hanya mengatakan beberapa patah kata saja. Lebih banyak tidur, karena Maria memang tidak mengijinkannya. Bahkan untuk melihat Dash Maria tidak beri ijin.Maria juga sudah memberitahu Jane kalau besok ia tidak akan datang ke cafe.Sekarang sudah pukul sembilan malam, Maria baru saja terjaga, ia tak sengaja ikut terlelap saat menemani Ares. Tanpa tunggu lama wanita berusia tiga puluh tahun itu segera bangkit setelah mengecek suhu tubuh putranya, keluar kamar dan menuju kamar mandi dengan satu handuk ditangan.Maria melakukan ritual mandi secara lengkap karena tidak ada kesibukan menanti, lulur tubuh beraroma mawar dan juga masker wajah dipakai bersamaan, menyiramkan air hangat memakai sabun, dan mandi malam yang memakan waktu setidaknya satu jam akhirnya selesai.Dengan handuk terlilit dibadan Maria melangkah keluar, meraih satu handuk lagi untuk membungkus rambutnya yang basah.&l
Read more

24. Good morning

Dan sepertinya jika api sudah bersambut, akan sulit untuk dipadamkan.Begitu juga dengan kelalaian Maria dalam menahan diri, dirinya yang tergoda dan menyambut malah justru mematik api yang diciptakan Edgar menjadi lebih besar.Jangan salahkan, Maria wanita yang amat normal, ia sudah lebih dari tiga tahun tidak melakukan kontak fisik khusus dengan seorang pria. Jadi, tidak perlu dijelaskan terang-terangan pun akan terlihat bahwa Maria mendamba.Ciuman lembut itu kian liar. Suara kecap mengudara di seluruh sudut ruangan.Maria mendongak dengan mulut terbuka, Edgar dengan mudah membuat wanita itu duduk dipangkuannya. Dua tangan wanita berambut pirang itu bertenger di pundak lelakinya.“Let’s stop!” kata Maria ketika Edgar mendekat lagi, mengecup ringan dagu dan sudut bibirnya, menghantarkan segenap remang, membuat darah sang wanita berdesir. Apalagi dengan tangan lelaki tampan ini yang tidak bisa diam dan merayap kemana-mana.
Read more

25. Menghindar

Detik berlalu, tak terasa satu pekan sudah terlewati. Diantara derap langkah manusia dan juga kebisingan para mulut berbicara ini, Maria duduk dengan satu mangkuk ditangan, wanita berambut pirang itu melamun, pandangan matanya kosong, banyak permasalahan bergelayut di dalam kepalanya. “Kesambet arwah duda semok, amin,” celetuk Jane yang baru datang, yang seketika menyadarkan Maria dari lemunannya. Maria melirik sekilas. Tajam, lalu decak sebal keluar dari belah bibirnya. “Duda boleh, semok apalagi, yang penting idup.” “Lo ngelamun mulu belakangan, kenapa sih?” tanya Jane lagi, wanita yang mempunyai mata kucing itu keheranan. Menanyakan tentang perilaku aneh Maria yang belakangan berubah. Sering melamun dan seperti orang yang tidak punya semangat hidup. Maria sendiri tak menjawab.Hanya menunduk dan mengaduk mangkuk makan siang Ares di tangannya. Mendongak, menemukan pemandangan Ares yang tengah bermain dengan anak Jane di sana.
Read more

26. Sama-sama tua

Hari ini Maria tidak jadi pergi.Kamal bilang di telephone, kalau sepupu Maria itu mendapat sebuah jadwal meeting mendadak dan mengganti pertemuan dengan Maria di hari ulang tahun Ares besok.Maria iyakan saja, dan berhubung sudah cuti, Maria memanfaatkan waktu luang ini untuk menghias rumah khas pesta anak-anak. Maria dan Ares sudah beli sendiri kemarin sore, memilih hiasan berwarna merah dan biru, balon-balon, dan bahkan sudah pesan kue.Wanita yang menggunakan hotpants juga hoodie putih itu juga sudah meminjam tangga dari tetangga sebelah, rambut pirangnya dicepol tinggi agar tidak menganggu sementara ia mulai membuka balon-balon dari plastiknya.“Habis hias-hias, nanti ke hospital tengokin kakek ya," kata Maria pada Ares yang sedang selonjoran di atas karpet disamping Maria. "Ares udah lama nggak tengokin kakek kan? kangen nggak?”Ares yang sedari tadi sibuk dengan rakitan Lego yang sudah dari kemarin digeluti itu membalas tanpa men
Read more

27. Ares wish

“Uler kangkung ngapain ajakin itu penyihir kemari sih!”Suara kicau anak-anak di sore hari yang indah ini terurai sedikit ketika Maria mendengarkan bisikan Jane padanya. Mata julit sahabat kental Maria itu menyorot terang-terangan pada wanita yang baru melewati pintu dengan Edgar dan juga ibu Ardila.Maria menoleh pada Jane, mengeluarkan suara dengan mulut yang tak bergerak. “Yang penyihir itu elo. Sabina anaknya anteng, dinyinyirin mulu.”Pesta ulang tahun Ares sore ini dihadiri oleh anak-anak komplek, semua teman Ares, Jane bersama Sam, Lili bersama anak perempuannya-Rachel hanya datang memberi selamat dank ado, sekarang calon istri Ares dimasa depan itu sudah pergi lagi karena Lili bilang ada acara keluarga. Emily juga dirumah, nanti malam baru ke rumah sakit kembali.Ares yang sedang berada digendongan Maria pun memanggil ayahnya, membuat rombongan tiga orang disana segera mendekat.Edgar mengambil Ares dari Maria,
Read more

28. Puncak

- Sejuk, tempat yang tinggi, banyak pepohonan, dan udara asri adalah hal langka yang sepertinya sudah bertahun-tahun tak dirasakan Maria. Mungkin sudah sekitar dua puluh tahun Maria tak mengunjungi puncak, terakhir kali waktu tamasya sekolah dasar, sebelum Maria tau kalau ia akan merasakan sesak jika berada ditempat yang tinggi. Wanita bersurai pirang yang cantik menggunakan sweater panjang dan jeans high waist itu melirik pada pria yang menggunakan bomber jaket disebelahnya, Ares ada di gendongan Edgar. Benar. Maria diculik saat baru mau pergi ke cafe oleh lelaki ini. Maria juga tidak tau kalau tujuan pergi mereka adalah tempat tamasya yang selalu dihindari Maria. Karena sumpah demi apapun. Maria pening saat ini. “Udah yuk pulang," ujar Maria pada Edgar yang sejak beberapa saat lalu fokus pada ponselnya. Udah maksa pergi, dianya sibuk sendiri! Gerutu Maria dalam hati. Edgar menoleh. Mata lelaki itu memandang bertanya-t
Read more

29. BIG NEWS

Edgar menghentikan laju motor besar yang ia pakai di depan halaman rumah Maria. Mematikan mesinnya dan segera menyetandar motor berwarna merah miliknya sebelum melepas helm di kepala.“Udah sampe,” kata Edgar pada anak laki-laki yang duduk di depannya. Setelah itu Edgar turun sembari menggendong putranya.Menenteng satu buah bugkusan, pria tiga puluh tahun itu kemudian melangkah bersama sang putra di gendongan.“Panggil mommy,” ujar Edgar pada Ares. Yang langsung diangguki anak empat tahun itu. Ares memukul-mukul pintu sembari memanggil ibunya.“Mommy masih tidur apa ya?” tanya Edgar pada Ares yang hanya ditanggapi dengan hendikan bahu dan gelengan. Edgar melihat pergelangan tangannya, sudah pukul satu, sudah siang, apa Maria masih tidur?Karena wanita itu mengeluh pusing lagi hari ini, membuatnya meminta bantuan Edgar untuk menjaga Ares satu hari agar Maria bisa beristirahat total. Dan Edgar setuju tanpa keluhan
Read more

30. Keputusan final

Suasana diruangan itu terasa tegang.Tak ada yang bersuara setelah beberapa lama berkumpul, dua wanita peruh baya disana menghembuskan napas frustasi, melihat bagaimana satu buah alat tes kehamilan menunjukan sebuah kabar bahwa akan hadir seorang bayi diantara mereka.Maria duduk di sofa dengan jemari bertaut, wajah tak menampilkan ekspresi berlebih, ia hanya menunduk tak mau mengangkat wajah.Sialan.Wanita bersurai pirang itu kemudian melirik tajam kepada lelaki yang tengah duduk dengan senyum idiot diwajahnya. Tak butuh waktu lama untuk Edgar sadar kalau ia tengah diperhatikan, pria tampan itu menoleh pada Maria.“Gak usah senyum-senyum!” gertak pada Edgar tanpa suara. Hanya bibir wanita itu yang bergerak.Maria pernah mengalami situasi seperti ini jadi ia tidak terlalu dibuat terkejut. Maria hanya melirik sekilas pada wajah Emily dan juga ibu Ardila.Emily nampak tak menunjukan ekspresi berlebih, seperti Maria, nyonya
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status