Begitu juga dengan kelalaian Maria dalam menahan diri, dirinya yang tergoda dan menyambut malah justru mematik api yang diciptakan Edgar menjadi lebih besar.
Jangan salahkan, Maria wanita yang amat normal, ia sudah lebih dari tiga tahun tidak melakukan kontak fisik khusus dengan seorang pria. Jadi, tidak perlu dijelaskan terang-terangan pun akan terlihat bahwa Maria mendamba.
Ciuman lembut itu kian liar. Suara kecap mengudara di seluruh sudut ruangan.
Maria mendongak dengan mulut terbuka, Edgar dengan mudah membuat wanita itu duduk dipangkuannya. Dua tangan wanita berambut pirang itu bertenger di pundak lelakinya.
“Let’s stop!” kata Maria ketika Edgar mendekat lagi, mengecup ringan dagu dan sudut bibirnya, menghantarkan segenap remang, membuat darah sang wanita berdesir. Apalagi dengan tangan lelaki tampan ini yang tidak bisa diam dan merayap kemana-mana.<
Detik berlalu, tak terasa satu pekan sudah terlewati. Diantara derap langkah manusia dan juga kebisingan para mulut berbicara ini, Maria duduk dengan satu mangkuk ditangan, wanita berambut pirang itu melamun, pandangan matanya kosong, banyak permasalahan bergelayut di dalam kepalanya. “Kesambet arwah duda semok, amin,” celetuk Jane yang baru datang, yang seketika menyadarkan Maria dari lemunannya. Maria melirik sekilas. Tajam, lalu decak sebal keluar dari belah bibirnya. “Duda boleh, semok apalagi, yang penting idup.” “Lo ngelamun mulu belakangan, kenapa sih?” tanya Jane lagi, wanita yang mempunyai mata kucing itu keheranan. Menanyakan tentang perilaku aneh Maria yang belakangan berubah. Sering melamun dan seperti orang yang tidak punya semangat hidup. Maria sendiri tak menjawab.Hanya menunduk dan mengaduk mangkuk makan siang Ares di tangannya. Mendongak, menemukan pemandangan Ares yang tengah bermain dengan anak Jane di sana.
Hari ini Maria tidak jadi pergi.Kamal bilang di telephone, kalau sepupu Maria itu mendapat sebuah jadwal meeting mendadak dan mengganti pertemuan dengan Maria di hari ulang tahun Ares besok.Maria iyakan saja, dan berhubung sudah cuti, Maria memanfaatkan waktu luang ini untuk menghias rumah khas pesta anak-anak. Maria dan Ares sudah beli sendiri kemarin sore, memilih hiasan berwarna merah dan biru, balon-balon, dan bahkan sudah pesan kue.Wanita yang menggunakan hotpants juga hoodie putih itu juga sudah meminjam tangga dari tetangga sebelah, rambut pirangnya dicepol tinggi agar tidak menganggu sementara ia mulai membuka balon-balon dari plastiknya.“Habis hias-hias, nanti ke hospital tengokin kakek ya," kata Maria pada Ares yang sedang selonjoran di atas karpet disamping Maria. "Ares udah lama nggak tengokin kakek kan? kangen nggak?”Ares yang sedari tadi sibuk dengan rakitan Lego yang sudah dari kemarin digeluti itu membalas tanpa men
“Uler kangkung ngapain ajakin itu penyihir kemari sih!”Suara kicau anak-anak di sore hari yang indah ini terurai sedikit ketika Maria mendengarkan bisikan Jane padanya. Mata julit sahabat kental Maria itu menyorot terang-terangan pada wanita yang baru melewati pintu dengan Edgar dan juga ibu Ardila.Maria menoleh pada Jane, mengeluarkan suara dengan mulut yang tak bergerak. “Yang penyihir itu elo. Sabina anaknya anteng, dinyinyirin mulu.”Pesta ulang tahun Ares sore ini dihadiri oleh anak-anak komplek, semua teman Ares, Jane bersama Sam, Lili bersama anak perempuannya-Rachel hanya datang memberi selamat dank ado, sekarang calon istri Ares dimasa depan itu sudah pergi lagi karena Lili bilang ada acara keluarga. Emily juga dirumah, nanti malam baru ke rumah sakit kembali.Ares yang sedang berada digendongan Maria pun memanggil ayahnya, membuat rombongan tiga orang disana segera mendekat.Edgar mengambil Ares dari Maria,
- Sejuk, tempat yang tinggi, banyak pepohonan, dan udara asri adalah hal langka yang sepertinya sudah bertahun-tahun tak dirasakan Maria. Mungkin sudah sekitar dua puluh tahun Maria tak mengunjungi puncak, terakhir kali waktu tamasya sekolah dasar, sebelum Maria tau kalau ia akan merasakan sesak jika berada ditempat yang tinggi. Wanita bersurai pirang yang cantik menggunakan sweater panjang dan jeans high waist itu melirik pada pria yang menggunakan bomber jaket disebelahnya, Ares ada di gendongan Edgar. Benar. Maria diculik saat baru mau pergi ke cafe oleh lelaki ini. Maria juga tidak tau kalau tujuan pergi mereka adalah tempat tamasya yang selalu dihindari Maria. Karena sumpah demi apapun. Maria pening saat ini. “Udah yuk pulang," ujar Maria pada Edgar yang sejak beberapa saat lalu fokus pada ponselnya. Udah maksa pergi, dianya sibuk sendiri! Gerutu Maria dalam hati. Edgar menoleh. Mata lelaki itu memandang bertanya-t
Edgar menghentikan laju motor besar yang ia pakai di depan halaman rumah Maria. Mematikan mesinnya dan segera menyetandar motor berwarna merah miliknya sebelum melepas helm di kepala.“Udah sampe,” kata Edgar pada anak laki-laki yang duduk di depannya. Setelah itu Edgar turun sembari menggendong putranya.Menenteng satu buah bugkusan, pria tiga puluh tahun itu kemudian melangkah bersama sang putra di gendongan.“Panggil mommy,” ujar Edgar pada Ares. Yang langsung diangguki anak empat tahun itu. Ares memukul-mukul pintu sembari memanggil ibunya.“Mommy masih tidur apa ya?” tanya Edgar pada Ares yang hanya ditanggapi dengan hendikan bahu dan gelengan. Edgar melihat pergelangan tangannya, sudah pukul satu, sudah siang, apa Maria masih tidur?Karena wanita itu mengeluh pusing lagi hari ini, membuatnya meminta bantuan Edgar untuk menjaga Ares satu hari agar Maria bisa beristirahat total. Dan Edgar setuju tanpa keluhan
Suasana diruangan itu terasa tegang.Tak ada yang bersuara setelah beberapa lama berkumpul, dua wanita peruh baya disana menghembuskan napas frustasi, melihat bagaimana satu buah alat tes kehamilan menunjukan sebuah kabar bahwa akan hadir seorang bayi diantara mereka.Maria duduk di sofa dengan jemari bertaut, wajah tak menampilkan ekspresi berlebih, ia hanya menunduk tak mau mengangkat wajah.Sialan.Wanita bersurai pirang itu kemudian melirik tajam kepada lelaki yang tengah duduk dengan senyum idiot diwajahnya. Tak butuh waktu lama untuk Edgar sadar kalau ia tengah diperhatikan, pria tampan itu menoleh pada Maria.“Gak usah senyum-senyum!” gertak pada Edgar tanpa suara. Hanya bibir wanita itu yang bergerak.Maria pernah mengalami situasi seperti ini jadi ia tidak terlalu dibuat terkejut. Maria hanya melirik sekilas pada wajah Emily dan juga ibu Ardila.Emily nampak tak menunjukan ekspresi berlebih, seperti Maria, nyonya
Rolls royce yang tadi membelah kemacetan metropolitan kini berbelok menuju sebuah kawasan elit, berhenti pada sebuah bangunan besar dengan gemerlap lampu yang nyata, banyak orang datang dengan tampilan yang apik. Berpasang-pasangan.Maria menoleh keluar jendela mobil, wanita cantik berambut pirang itu mendecak. Mengelus punggung anaknya yang ada dalam pangkuan.Tak lama pintu mobil disebelahnya terbuka. Menampilkan seorang pria tampan dengan setelan jas formal dengan dasi kupu-kupu, rambut Edgar yang berpotongan undercut ditata rapih menyamping.Laki-laki rupawan yang senyumnya mematikan itu mengulurkan tangan, mengangguk pada calon istrinya yang masih duduk didalam mobil."Ayo turun!" ajak Edgar sembari meraih jemari Maria.Maria menarik kembali tangannya dari Edgar. Wajah cantiknya masih terlihat masam. Teringat dengan orang-orang yang Edgar kirim kerumahnya, mendandani Maria sedemikian
“Gila lu!” seruan itu disemburkan oleh wanita berwajah ayu yang tengah duduk bersila diatas sofa disebelah Maria.Maria yang sedang tiduran sembari menatap tivi menyala itu langsung mendongak, menatap Jane yang tersedak setelah mendengar kabar kehamilannya.Maria baru memberitahu sahabatnya itu. Benar. Jane tau Maria akan menikah tadi pagi, dan wanita mantan pramugari itu langsung datang bersama anaknya. Setelah datang lengkap dengan satu deret panjang pertanyaan wawancara, barulah Maria jujur kalau ia sudah hamil.Mata kucing Jane mendelik. Bibir wanita itu terbuka tak percaya."Heh! Yang bener? Bunting? Beneran?" Selak Jane lagi.Maria hanya menghembuskan napas kecil. Lemas.“Kapan nganunya coba, hah? Bilangnya nggak suka, benci, sebel. Saban ketemu gelut mulu,” cecar Jane lagi. “Tau-tau udah melenting.”Maria ta
Aloha, anyonghaseyo yorobun, Esteifa imida~A Modern Fairytale akhirnya tamat juga.Pertama-tama aku mau ngucapin terimakasih banget buat teman-teman semua yang sudah mau membaca kisah dari anak-anakku, mulai dari Jane-Theo dan berlanjut ke Maria-Edgar.Terimakasih karena sudah memberi support untuk author dengan memberi ulasan dan komentar positif, terimakasih juga karena sudah mau mengikuti kisah-kisah buatan author dengan sabar menunggu update-an, terimakasih mau bertahan di cerita yang koinnya mahal ini.Buat kakak-kakak dan teman-teman yang mengikuti aku dari lapak Oren sampe sini khususnya, thank yu so much, aku sayang banget sama kalian. Kakakku Laely sha, Rhicut, Puspa Wulandari, sazaa, You and I, ada Jendeuk, Lee jae Wook, Ruby Jane, banyak lagi tapi aku lupa nama akunnya maaf, pokoknya makasih buat semuanya;)Buat yang punya aplikasi baca tulis Oren (wtpd) boleh banget cari Esteifa biar tau updatean cerita-ceritaku, karena aku sering info
Dua belas tahun kemudian... -- Pagi itu datang seperti hari biasa.Bunyi alarm, kicau burung, dan juga teriakan ibu yang menyuruh anak-anaknya bangun.Seorang wanita berambut hitam pendek seleher sedang sibuk menata piring diatas meja makan. Ia memakai dress floral selutut dengan lengan sampai siku.Lalu terdengar bunyi langkah dari tangga, turunlah laki-laki yang mempunyai wajah rupawan warisan orangtuanya, dia tinggi dan menggunakan seragam SMA.Ares meletakan ransel sekolahnya dikursi, duduk, lalu mengeluarkan ponsel dari saku. Anak laki-laki yang dahinya ditutupi plaster kecil itu mendecak sembari memejamkan mata.“Mommy jangan cium-cium aku ih,” eluh Ares sebal ketika ibunya, wanita bersurai pendek yang cantiknya suka disalahi sebagai kakak Ares itu tak sungkan mengecup dua pipi dan juga kening putranya.Ibu Ares balas mendecak, tak sungkan mengacak pelan rambut hitam lebat milik Ares yang sudah ditata baik-baik.“Haduh, anakk
“Saya dengar kamu sudah menikahi Maria?”Edgar tertendang keluar saat Maria didatangi teman kentalnya.Oleh karena itu, saat ia sedang terduduk didepan ruangan, kemudian berjalan berniat mengunjungi cafetaria Edgar bertemu ibu mertuanya. Mengatakan kalau sang ayah mertua ingin bertemu.Emily sudah tau kalau Maria sudah bangun, Albert Foster juga sudah menemuinya, dan terjadilah reuni mengharukan antara anak dan bapak itu.Edgar sendiri lebih banyak diam saat Albert mendatangi Maria, ia hanya mendengarkan percakapan rindu mereka sebelum keluar dari ruangan memberi keleluasaan untuk berbincang.Dan sekarang. Ayah mertua Edgar memanggilnya.Oke. Bahkan untuk menyematkan sebutan ayah mertua saja terdengar sedikit canggung.Edgar berdehem, lelaki itu menegakan punggung. Mengangguk kepada pria paruh baya yang duduk di brankar itu.“Maaf kalau saya menikahi Maria tanpa menunggu bapak bangun,” jawab Edgar dengan suara yan
“Sini foto dulu,” ujar wanita berambut pendek itu semangat, tangannya mengangkat ponsel tinggi-tinggi, berpose mendempel pada Maria yang memasang wajah sebal dari tadi.Jane memekik semangat melihat hasil foto yang ia dapatkan, wajah pucat Maria dan kusut rambut sultan satu itu amat sulit didapatkan.“Ntar kalo lo ulang tahun jadi ada bahan buat pasang muka aib,” ujar Jane kemudian.“Serah lo!” sahut Maria tak peduli.Ia tau kehadiran Jane di rumah sakit sepagi ini jelas karena sahabatnya itu khawatir akan keadaannya, namun setelah datang, Maria juga tau sekali kenapa Jane tak mengeluarkan raut wajah sedih atau eskpresi simpati, karena jika Jane melakukan hal itu wanita itu tau suasana hati Maria akan kembali buruk, oleh karena itu, tingkah konyol wanita yang hamil besar itu amat dibutuhkan saat ini.“Mana liat,” ujar Maria kemudian, memeriksa hasil jepretan yang Jane ambil. “Awas kalo lo uplod IG t
Tidak ada yang mudah, semua orang pun tau itu dari awal. Dalam hidup manusia selalu diwanti-wanti untuk waspada, karena hidup tak selalu baik-baik saja, banyak haling rintang, dan benar memang kalau itu semua melelahkan. Namun, bukankah karena lelah itu, manusia jadi lebih menghargai kehidupan.Maria sadar betul dengan apa yang dinamakan hubungan timbal balik. Apa yang kamu tanam itulah yang kamu tuai. Keduanya mirip.Sama-sama mengharuskan manusia untuk bercermin. Berkata bahwa, jangan mengharapkan apa yang lebih baik kalau dirimu sendiri saja belum sebaik itu.Dan tentu. Orang-orang mempunyai sifat tersendiri, ada yang terlahir dengan hati hangat dan juga ada yang memang dasarnya memiliki hati yang dingin. Tetapi hidup itu adalah perubahan, sifat manusia tak akan selalu sama.Berdasarkan hal-hal itu, Maria selalu bertanya-tanya, kenapa ia mendapatkan hal sebaik ini dalam hidup. Ia menanam hal sebaik apa hingga menuai keajaiban seperti Ares, suami yang bijaksana
Begitu sampai di rumah sakit, Edgar tak menunda untuk berlari, meninggalkan motornya didepan rumah sakit begitu saja, tak menghiraukan apapun, dengan napasnya yang memburu pria yang badannya basah karena tersiram hujan itu menuju unit gawat darurat.Melihat dengan matanya tiga orang perempuan duduk di kursi tunggu di ruang perawatan gawat darurat itu.Edgar menarik napas dalam-dalam, berlari, ia meneguk ludah sebelum kemudian berdiri didepan pintu UGD.“Ed,” panggil Emily dengan suara bergetar saat Edgar terlihat hendak menerobos pintu itu. “Jangan masuk dulu, nggak boleh.”Emily menarik lengan atas Edgar, menarik mundur menantunya itu, keadaan Maria jauh dari kata baik, apalagi dengan pendarahan yang dialami, Emily tidak yakin Edgar akan bisa melihatnya. Bahkan ia sendiri tak mampu menahan tangis melihat keadaan Maria sedemikian rupa.Edgar mengangkat pandangan, menghembuskan napas berat, hatinya amat sesak, ia tak bisa menunggu lebih lama untuk melihat Maria, ia tak
Edgar baru saja selesai rapat, lelaki tampan yang menggunakan setelan jas tanpa dasi itu melangkah dengan langkah lebar menuju kantornya. Tak ingin pangeran kecilnya menunggu lebih lama, karena Edgar sudah meninggalkan Ares dalam durasi yang cukup untuk memebuat anak itu marah pada Edgar.Saat baru keluar dari lift, Edgar mengembangkan senyum ketika matanya melihat anak empat tahun duduk di kursi kerja Laras dengan gadget ditangan. Sekretaris baru Edgar yang dipasrahi untuk menjaga Ares mungkin sedang ada keperluan hingga meninggalkan anak itu sendirian.Edgar menunduk ketika sudah sampai di depan anaknya, mengalihkan atensi anak itu pada sang ayah sejenak sebelum kembali menunduk pada gadget ditangan.Huft. Sepertinya Maria benar, Ares tidak seharusnya dikasih mainan digital di usia sedini ini. Karena lihat, Ares yang biasanya tidak pernah mengabaikan Edgar kini anak itu malah lebih tertarik dengan cacing pemburu donat dan burger di layar pipih itu. Tidak boleh dibia
-- “Hai guys,” sapa Maria saat baru sampai disana. Berdiri di sisi meja sementara satu pasang orang yang duduk itu mendongak dengan cepat.Mata mereka kompak melebar melihat kehadiran Maria yang menyapa dengan ramah meski tau kalau sejatinya Maria tidak seramah itu.Jane yang baru berhasil sampai di samping Maria langsung menarik lengan sahabatnya, Maria diam saja, menolak diajak pergi, dan saat Jane menatap Sabina serta lelaki yang kemungkinan besar adalah pacarnya ini Jane justru memicing sekilas lalu berubah melebarkan mata,“Eh, anjas, beneran mantan lo,” celetuk Jane tanpa malu, keras pula.Maria tersenyum ramah sekali, tak keberatan dengan perkataan Jane. “Maaf ganggu, ya. Gue pengen nyapa. Gimana kabarnya kalian?”Lelaki yang mempunyai mata kebiruan itu ikut memicing. Berkata dengan Bahasa Indonesia yang lancar. “Maria,”Maria mengangguk. “Hai, Just.”“H-how are you?” tanya Justin kemudian, tak terlalu menyangka dengan kehadiran Maria yang tiba-ti
Mungkin sebagian besar orang akan menganggap kalau Maria adalah wanita paling bodoh yang pernah ada.Dengan menyia-nyiakan lelaki rare yang terbukti baik seperti Edgar, ingin melepas status resmi dan malah teringin berpisah. Meski sadar kalau perasaannya masih berpaut pada lelaki itu. Masih sayang. Tetapi malah membuat derita untuk diri sendiri dengan menambah masalah lain.Benar. Edgar sudah membuktikannya pada Maria.Lelaki itu mengirimkan potongan video pembuktian kalau Edgar tak pernah bersama Sabina dalam artian yang special, Edgar yang selalu pulang sendirian dan juga terpisah dari Sabina, tak pernah membuat gestur atau kontak fisik berlebih, bersentuhan saja tidak. Apalagi dengan fakta bahwa Edgar tak pernah pulang diatas jam sebelas malam. Satu bulan lalu lelaki itu senggang dan hampir tak pernah lembur, selalu pulang kantor tepat waktu.Dan Ardila juga mengatakan kalau usia kandungan Sabina sudah tiga minggu, ibu mertua Maria itu juga ikut mayakinkan kalau apa y