Home / Romansa / Terjerat Gadis Manja / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Terjerat Gadis Manja: Chapter 31 - Chapter 40

70 Chapters

Hari Bahagia Si Presdir

Bianca kembali tenang dan tidak menggigil separah tadi, setidaknya dalam waktu dua puluh menit. Tepat ketika Morgan memutuskan untuk kembali terlelap, Bianca kembali bergerak dan menggulung tubuhnya lebih parah. Detik itu juga Morgan tidak merasakan kantuk ataupun keinginan untuk istirahat sama sekali.“Bianca ... katakan padaku mana yang sakit?” tanya Morgan dalam keadaan cemas bukan main. Sungguh, kalau saja Bianca tidak memohon dan memelas dengan wajah sayunya untuk tidak membawanya ke Rumah Sakit, mungkin Morgan akan nekat mengendarai mobil ke Rumah Sakit sendiri dan membiarkan Bianca mendapatkan perawatan intensif di sana.“D-dingin ...”Morgan mendekatkan tubuh Bianca padanya lebih dekat, bahkan nyaris menempel. Mencoba mengalirkan kalor tubuhnya ke tubuh Bianca yang masih mengeluh kedinginan. Tak lama Bianca kembali tenang. Morgan mengelus lembut punggung gadis itu dan memastikan jika Bianca mendapatkan tidur
Read more

Presdir On Action

“Ada apa?” tanya Morgan setelah pintu benar-benar tertutup dan ia menghampiri meja kerjanya. Muncul rasa penasaran pada Morgan saat melihat raut berbeda Doni.“Saya mendapat informasi mengenai Prima Growth Company.” Raut Morgan menegang saat nama itu disebut.“Pengalihan jabatan Presiden Direktur akan dilakukan dalam waktu dekat mengingat jabatan tertinggi itu kosong hampir satu bulan lamanya. Kandidat Presiden Direktur yang terkuat sejauh ini adalah Pak Candra yang merupakan Wakil Presiden Direktur, akan tetapi pengangkatan beliau masih menjadi perdebatan dewan direksi.”“Kenapa?” tanya Morgan.Otomatis di otak Morgan tersirat bayangan ekspresi sedih Bianca mengingat gadis itu sangat menentang nama Pak Candra menjadi pengganti ayahnya. Meski Morgan belum berhasil menebak kenapa gadisnya sangat membenci pria yang menjadi pamannya itu.“Alasan pertama karena beliau tidak me
Read more

Sesentimental Ini

“Mereka kangen kamu, kak. Tiap Mama datang ke rumah, beliau selalu nanyain kamu. Nanya kabar kamu ke aku, apa kamu makan teratur, apa pekerjaan kamu lancar, dan apa kamu sangat sibuk sampai nggak pernah hubungin mereka? Mama juga bilang kalau Papa selalu nungguin kedatangan kakak di rumah.”Satu tetes air mata sukses meluncur membasahi pipi kiri Bianca yang tersapu oleh bedak tipis. Namun Bianca tidak menyisakan tempat di pikirannya untuk memikirkan hal itu.“Bagaimana bisa … bagaimana bisa kamu anggep mereka nggak ada sementara aku sangat ingin kayak kamu? Hidup sama orangtua yang masih bisa kulihat setiap hari tanpa harus ngerasain kangen.”Morgan membeku begitupun otaknya. Ia tidak tahu harus bagaimana sementara hatinya seperti ditikam dengan pisau tajam.Rasa bersalah menggerogoti hati Morgan tanpa ampun. Rasa bersalah kepada Papa dan Mamanya, dan rasa bersalah pada sosok gadis tegar yang lagi-lagi
Read more

Restui Hubungan Kami

Tiba-tiba Bianca merasa sentimental. Entahlah, semula ia sangat bahagia melihat kebahagiaan terpancar di sekitarnya. Namun tanpa bisa dicegah, kerinduan itu muncul ke permukaan hatinya, hingga tanpa sadar menggigit bibirnya untuk meredam tangis yang bisa menghancurkan suasana hangat itu. Bianca merindukan Papa dan Mama. Duduk di kursi makan bersama Adian, berdoa, dan menikmati makan malam dengan penuh canda dan keceriaan. Suatu ketika sang Mama memarahi Adian karena nilainya yang menurun, ketika sang Papa akan membela Adian setelahnya, dan ketika Bianca hanya mengejek adik lelakinya dengan leletan lidah. Hal sederhana itulah yang membuat Bianca lagi-lagi teringat keluarga utuhnya dulu. Meskipun ia telah dianggap sebagai anggota keluarga Morgan, tapi tetap saja, tidak ada yang mampu menggantikan kehangatan keluarganya sendiri, di mana Bianca dilahirkan dan dibesarkan dalam waktu dua puluh tahun ini. “Sudah! Sudah! Jangan bahas itu lagi!
Read more

Pernyataan Menikah, Diterima?

Morgan keluar dari ruang kerja Ayahnya dan langsung menuju ruang tengah. Tetapi Bianca tidak ada disana dan Mamanya-pun entah kemana. Sepi, Morgan mencari ke ruang utama juga nihil. Tidak ada tanda-tanda Bianca berada di sana.“Bianca!” panggilnya mengitari lantai dasar rumahnya yang cukup luas. Kesunyian membuat suaranya memantul dan tidak ada sahutan dari Bianca.“Mas Morgan,” Seorang pelayan memanggil Morgan, dan Morgan langsung menanyakan keberadaan kekasihnya.“Di mana Bianca?”“Ada di kamarnya Mas. Nyonya juga berada di sana. Beliau minta saya untuk memberitahu Mas Morgan.”“Oke.”Pelayan itu berlalu pergi dan Morgan juga melangkah cepat menuju kamarnya di lantai dua. Ia tidak sabar untuk melihat kondisi Bianca lebih jelas. Apakah tadi Bianca benar-benar habis menangis? Lantas apa alasannya? Morgan mempercepat langkahnya dan akhirnya tiba di depan pintu
Read more

Menempatkan Tanggal Sakral

“Menikah denganku?”Deja vu. Bianca merasa pernah mengalami situasi ini beberapa waktu lalu setelah Morgan mengucapkan kata terakhirnya. Sudah dua kali Morgan menyatakan hal serupa, dan dua kali pula Bianca menganggap ini adalah mimpi. Mimpi tentang dirinya yang akan menikah dengan seseorang yang Bianca idamkan dan cintai.Tidak ada kata yang terucap dari bibir berlekuk itu. Semula Bianca kehilangan seluruh oksigennya dan kini pita suaranya yang lenyap entah kemana. Sementara mata rusa bening miliknya tidak berkedip, tetap menjurus pada bola mata pemuda yang baru saja melamarnya.Sekali lagi, melamar Bianca di pagi yang cerah dan detakan jarum jam mendekati angka delapan. Dengan lamaran yang tak pernah direncanakan sebelumnya.“Aku belum siapin cincin sebelumnya. Maaf.” Tidak ada senyum untuk membalas senyuman tipis Morgan. “Aku hanya nggak bisa nunggu lebih kama lagi buat milikin kamu. Milikin kamu seb
Read more

Karena Kamulah Tersangkanya

Tepat pukul empat sore, jam kuliah Bianca berakhir. Gadis bermata rusa nan jernih itupun memperbaiki rambutnya yang tertiup angin. Bianca berharap hujan tidak turun terlalu cepat sebab ia harus berdiri sendirian di depan gerbang demi menunggu sopirnya datang menjemput.Sebuah mobil berhenti tepat di depan Bianca. Bianca hafal dengan mobil itu namun ia tidak menyangka Morgan-lah yang menjemputnya, bukan Pak Yusuf.“Ayo masuk!”Morgan menurunkan kaca mobilnya seraya tersenyum tampan.Bianca membalas senyum itu dan memasuki mobil Morgan yang sejak awal sudah dihafalnya.“Aku kira kerjaanmu belum selesai,” ucap Bianca setelah menutup pintu mobil.“Kerjaanku udah selesai sejak jam tiga tadi.”“Ohya? Tumben.”Morgan mengelus puncak kepala Bianca gemas. Bianca benar, Morgan sangat jarang pulang lebih awal. Biasanya jam pulang Morgan adalah jam lima sore, itupun jika tidak
Read more

Lima Kursi Semeja

Morgan datang lebih lambat dari waktu yang telah ia janjikan untuk menjemput Bianca. Meskipun hanya lima belas menit dan Bianca tidak mempermasalahkan hal itu, tetap saja ia merasa bersalah karena harus membuat Bianca menunggunya.Hal itu membuatnya tidak banyak bicara selama perjalanan dan Bianca hanya membiarkan Morgan fokus pada laju mobilnya hingga tak terasa mobil hitam mewah itu telah sampai di depan rumah minimalis berwarna putih salju milik keluarga Reynald.“Kita sampai.” Morgan mematikan mesin mobilnya dan keluar, sementara Bianca ikut keluar dan berdiri di samping lelaki itu.“Kak,” sela Bianca membuat langkah Morgan terhenti. Lelaki itu diam saja saat Bianca membebaskan jemarinya, mengangkat dua jari telunjuk untuk dibawa ke setiap sudut bibirnya dan menariknya saling menjauh. Membentuk sebuah senyuman yang dipaksakan.“Kamu nakutin kalau diem dan cemberut,” ujar Bianca tersenyum membu
Read more

Antagonist on Action

Suasana kantor masih terlalu sepi di pukul enam pagi seperti ini. Embun masih menggantung di jendela kaca besar yang menghadap hiruk pikuk kota Jakarta yang tidak pernah sepi. Belum ada suara kehidupan selain suara Cleaning Service yang membersihkan setiap sudut ruangan sebelum karyawan kantor mulai berdatangan untuk aktivitas hari ini.Tap ... tap ... tap ...Langkah seorang pria menggema di sebuah gedung berlantai tiga itu. Ia berjalan ke arah suara Cleaning Service itu, dan menemukan seorang pria seumuran dengannya baru mengunci pintu Ruang Divisi Pemasaran. Pria itu tersentak kaget akan kedatangannya.“Oh, s-selamat pagi Pak Candra.”Petugas CS itupun membungkuk hormat kepada salah satu petinggi perusahaan itu. Di hatinya tersimpan pertanyaan mengapa pria itu datang sepagi ini di kantor. Tidak biasanya.“Beri aku kunci ruangan Presdir!” perintah Pak Candra dengan nada angkuhnya.“M-maa
Read more

Surat Wasiat

“K–Kak ...”“Aku dapet paket itu kemarin. Jessica merancang khusus gaun itu buat kamu.”“Jessica?”Percayalah, Bianca tidak asing dengan nama itu. Dulu Mama memang sering membicarakan nama itu, meskipun Bianca tidak yakin ia adalah orang yang sama.“Ya. Wanita yang merancang gaun saat pertunangan kita dulu.” Mata rusanya kembali terpaku pada gaun itu dan ia tergoda untuk melihat gaun itu lebih detail dengan mengangkatnya tinggi-tinggi.“Cantik sekali.” Bianca berpaling pada Morgan dan Morgan membalasnya dengan senyuman bangga. Bangga telah berhasil menerbitkan senyum bahagia Bianca dengan begitu indahnya.“Benar. Jessica sangat pandai merancang baju yang cocok buat kamu.”Itu adalah kalimat pujian untuk gadis lain tetapi Bianca tidak sedikitpun cemburu, ia justru membenarkannya. “Aku tidak sabar ngeliat kamu pake gaun itu enam ha
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status