Home / Pernikahan / MENYESAL MENDUAKANMU / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of MENYESAL MENDUAKANMU: Chapter 61 - Chapter 70

78 Chapters

Part 61

MALIK 🌺🌺🌺 Aku yang baru saja akan makan malam bersama Papa, langsung tersenyum ketika melihat nomor Karin memanggil. Pertama kalinya dia menghubungiku dengan nomornya sendiri. Biasanya, dia selalu menggunakan nomor Fandi. "Kenapa senyum-senyum sendiri?" "Ah? Tidak, Pah. Ini ... Karin telepon." "Ya sudah diangkat. Kenapa malah senyum-senyum begitu? Ingat, ya, Mal. Jaga hati. Kamu sebentar lagi akan menikah dengan Ayu. Jangan plin-plan!" "Iya, Pah. Aku hanya senang saja Karin meneleponku langsung." Aku tersenyum kikuk, lalu segera menggeser ikon hijau di layar ponsel. "Asalamu'alaikum," sapaku seraya melirik Papa yang terus mengawasi. "W-wa'alaikumsalam, Mas." 
last updateLast Updated : 2021-11-08
Read more

Part 62

Setibanya di kantor polisi, kami bergegas masuk. Melihat Kamal, Karin langsung berlari mendekat dan memeluknya sambil menangis. Kamal pun menangis dan selalu berkata 'takut.' "Papaa ...." Kamal menoleh dan beralih ke gendonganku. "Takut, Pah. Om dan Tante itu jahat cemua. Aku dicubit telus," adu Kamal sembari menangis tergugu di pelukanku. "Ssshh ... tenang, ya," ucapku seraya mengusap punggungnya. "Sekarang kamu sudah aman. Ada Mama dan Papa di sini. Tidak akan ada lagi yang berani menyakitimu." Aku melirik Karin yang tengah menunduk menyeka air matanya. Setelah melewati beberapa prosedur, kami diizinkan untuk kembali ke rumah sakit. Namun, sebelum itu Karin bersikeras ingin bertemu Ranti dulu meski awalnya sempat tidak diperbolehkan. Kamal yang sempat digendong lagi olehnya pun langsung dialihkan padaku, ketika melihat Ranti datang dengan kepala tert
last updateLast Updated : 2021-11-09
Read more

Part 63

Tiupan angin yang cukup kencang membuat dedauanan di area pemakaman berterbangan. Aku mendongak. Gumpalan awan hitam terlihat bergerombol menutupi sinar matahari pagi ini. Aku kembali menatap gundukan di hadapan, memanjatkan doa dan menaburkan bunga di atasnya. Tersenyum sembari mengusap batu nisan wanita yang pernah menjadi bagian di hidupku. "Aku akan berusaha keras mengabulkan keinginan terakhirmu. Aku janji." Sudah bertahun-tahun lamanya aku berusaha mencari keberadaan dia, tapi belum berhasil. Dia seolah hilang ditelan bumi. Entah di mana dan bagaimana keadaannya sekarang, tapi aku berharap dia baik-baik saja. Dering ponsel membuatku tersadar dari lamunan tentang masa lalu. Kurogoh ponsel dan langsung menjawab panggilan tersebut. "Ya?" "Ada kabar baik, Pak." "Kabar baik apa?"
last updateLast Updated : 2021-11-10
Read more

Part 64

Karin tertegun dan kaget saat mendengar perkataanku ini. "Innalillahi," lirihnya dengan air mata. "Ayu ... sudah meninggal?" Aku mengangguk. "Ya Allah, Ayu. Maafkan aku. Maafkan aku tidak sempat melihatmu untuk yang terakhir kalinya. Semoga kamu mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya," lirih Karin seraya terus menyeka air matanya. "Aku turut berduka, Mas. Kamu pasti sangat kehilangan dan menderita." "Ya. Sama menderitanya saat aku kehilanganmu dan Kamal," balasku. Kami saling menatap sesaat. Sebelum akhirnya, Karin memutus kontak mata lebih dulu. "Papa ...." "Papa pun sudah tiada. Kalau bukan karena adanya putriku dan Ayu, entah seperti apa jadinya hidupku ini. Aku kehilan
last updateLast Updated : 2021-11-10
Read more

Part 65–Ending

Berhari-hari aku menunggu jawaban Karin berubah, tapi itu tidak terjadi. Sudah lima hari aku dan Ayesha berada di sini dan memilih tidur di mobil karena Karin meminta kami pergi. Akan tetapi, semua yang dilakukannya itu tidak akan menyurutkan niat dan langkah ini. Aku tidak akan menyerah. "Papa, apa tidak sebaiknya kita pulang saja? Aku takut Bunda malah tertekan, Pah. Bagaimana kalau yang kita lakukan ini justru membuat kesehatannya semakin memburuk?" Aku diam. Otak mengiyakan, tapi hati menolak. "Papa ...." "Sehari lagi, Ayesha. Sehari lagi," sahutku dengan mata terpejam, "kalau sehari lagi jawaban Bunda tidak berubah, kita akan pulang. Sabar, ya." "Iya, Pah." Beberapa menit telah berlalu dalam keheningan. Hingga akhirnya, mata i
last updateLast Updated : 2021-11-10
Read more

Part 66–Bonus Chapter

Aku merasa hampa dan tak berarti lagi. Semua orang telah meninggalkanku seorang diri. Pada akhirnya, aku tetap dihukum hidup dalam kesepian. Meskipun begitu, aku tetap bersyukur masih sempat menemani Karin di hari-hari terakhirnya. Sudah seminggu Karin pergi, tapi rasanya masih sulit dipercaya kami takkan pernah lagi bertemu. Sungguh sakitnya tak terkira. "Pah." Aku menyeka air mata dan menoleh pada Ayesha yang menyentuh lembut punggung tangan ini. "Papa harus kuat," ucapnya dengan mata berkaca-kaca. Aku mengangguk dan mencoba tersenyum meski air mata terus berjatuhan. Hampir setiap hari aku mengunjungi makamnya ditemani anak-anak. "Papa ...." "Papa baik-baik saja, Ayesha. Papa baik-baik saja," kataku yang nyatanya tetap gagal menahan tangis dengan wajah tertunduk. "Papa." Ayesha ikut menangis dan memelukku erat dari samping. 
last updateLast Updated : 2022-04-14
Read more

Part 67

"Kalian sudah makan malam?" Keduanya menggeleng. "Kami tunggu Papa sadar. Bagaimana bisa kami makan kalau Papa masih belum siuman?" kata Ayesha. "Ayo, Pah. Kita makan sama-sama," ajak Kamal seraya membantuku bangun. "Papa sudah tidak apa-apa. Kalian turun duluan, ya. Sebentar lagi papa menyusul." "Tapi, Pah. Nanti ...." "Papa tidak apa-apa, Ayesha. Sudah tidak pusing." Aku tersenyum untuk menenangkannya. "Kami tunggu Papa di meja makan, ya. Ayo, Sha," ajak Kamal pada adiknya. 🍁🍁🍁 Selepas kepergian keduanya, aku masuk ke kamar mandi dan mencuci wajah di wastafel. Di depan cermin, aku termenung menatap diri sendiri. Bayangan kebersamaan dengan Karin beberapa tahun silam kembali hadir menyapa. Air mata kembali menitik, ketika bayangan kami yang sedang saling menggoda di kamar
last updateLast Updated : 2022-04-15
Read more

Part 68

"Mana kakak-kakakmu?" tanyaku pada Ayesha yang sudah lebih dulu duduk di meja makan. "Masih di kamar sepertinya, Pah. Itu mereka!" Ayesha tersenyum pada Kamal dan Faisal yang baru muncul. "Ayo duduk dan sarapan," ajakku. Keduanya tersenyum, lalu masing-masing menarik kursi yang berseberangan dengan Ayesha. "Mulai hari ini kamu pelajari perusahaan papa, ya, Mal. Semua perusahaan yang ada akan papa serahkan padamu kalau sudah berhasil menguasai." "Iya, Pah." "Dan kamu, Faisal. Kamu fokus lanjutkan kuliah dulu saja, ya. Ini semua juga demi masa depan kamu nanti. Setelah lulus, kamu baru bisa ambil bagian di perusahaan papa." Dia mengangguk. "Kalau aku, Pah?" tanya Ayesha riang. "Kamu? Uhm— sekolah dulu yang benar, ya.  Setelah itu kuliah, baru menikah." "Ih, kok menika
last updateLast Updated : 2022-04-16
Read more

Part 69

Sekitar pukul lima sore, kami sudah tiba di rumah. Ayesha yang ternyata sedang kedatangan teman sekolah pun langsung menyambut kami dengan riang. "Kakakmu tampan semua, ya, Sha," puji Lily—teman sekolahnya. "Iya, dong. Siapa dulu adiknya?" ucap Ayesha bangga seraya merangkul lengan Kamal. "Abang mau mandi. Kamu lanjutin belajar bersamanya," kata Kamal seraya mengusap kepala Ayesha. Ayesha mengangguk, lalu kemballi duduk di samping temannya di karpet. "Faisal ke mana?" Aku duduk di sofa, sedangkan Kamal sudah pergi ke kamarnya. "Tidak tahu, Pah. Tadi habis antar aku pulang, Bang Faisal pergi lagi. Katanya mau jalan-jalan sebentar." "Tadi siang kamu makan tidak, hm?" "Makan, dong, Pah." "Bagus. Lanjutkan belajarnya." Aku tersenyum, lalu merogoh ponsel dan menghubungi seseorang. 
last updateLast Updated : 2022-04-17
Read more

Part 70

Hari demi hari telah berlalu. Kini, Ayesha sudah bukan lagi anak remaja. Tahun ini dia mulai masuk kuliah. Sementara, Kamal dan Faisal fokus mengurus perusahaan. Mereka mampu bekerjasama mengelola dengan baik beberapa perusahaan yang kubangun dari nol. Bahkan satu pun dari mereka belum ada yang menikah. Aku sudah mencoba mengajak bicara, tapi keduanya kompak berkata belum siap dan belum menemukan calon yang cocok. Aku bangga pada Karin. Dia benar-benar berhasil mendidik Kamal dan Faisal dengan sangat baik. Keduanya berpegang teguh pada nasehat mamanya yang melarang pacaran. Meski aku tahu, sudah lama Kamal diam-diam menaruh hati pada karyawan di kantor yaitu Angelina. "Permisi, Pak." Aku yang tengah fokus pada layar laptop pun menoleh ketika Pak Lukman mengetuk pintu dan melongokkan kepalanya. "Masuklah." Sudah dua hari aku menggantikan Kamal yang sejak kemar
last updateLast Updated : 2022-04-18
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status