Home / Romansa / Princess Oneng vs Abang Polisi / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Princess Oneng vs Abang Polisi: Chapter 11 - Chapter 20

47 Chapters

Chapter 11

Galih melirik jam di pergelangan tangannya. Pukul enam kurang sepuluh menit. Sebaiknya ia segera bangun kalau tidak mau menjadi korban keganasan Pak Chris lagi. Pagi-pagi bukan sarapan nasi lemak dan secangkir kopi, tapi malah sarapan bogem mentah dan kata-kata mutiara yang sudah pasti berhamburan keluar semua dari mulut pedasnya.Ia sedikit meringis saat merasakan lengan kanannya pegal dan kesemutan, karena dijadikan bantal serbaguna oleh makhluk cantik di sampingnya ini. Belum lagi tubuhnya yang juga sudah dialih fungsikan menjadi guling bernyawa semalaman. Walaupun jujur ia senang sekali sebenarnya. Tidur semalaman memeluk makhluk semolek Merlyn telah menghadirkan perasaan yang iya iya di dalam setiap pembuluh darahnya. Bagaimana pun ia adalah seorang laki-laki biasa. Ia mempunyai hasrat dan kadang kala sedikit pikiran-pikiran sesat. Sebagai seorang laki-laki yang sehat, hormon testoteron pasti membuatnya berjuang keras untuk menjaga tangan dan
Read more

Chapter 12

"Kenapa lo melakukan hal sekeji itu pada Merlyn, Tut? Setahu gue lo bukanlah orang yang berkepribadian ganda. Alter ego itu kebayakan cuma ada di film atau novel-novel. Sejak kita TK sampai SMU,gue taunya lo itu baik dan suka menolong orang yang lemah. Lo cocok banget jadi polwan. Tapi kemarin, lo bersikap kayak pecundang. Lo mempermalukan harga diri lo sendiri sekaligus institusi yang menaungi kita semua. Gue nggak kenal lo yang begini ini."Galih menegur Bripda Astuti yang baru saja selesai mengikuti sidang KKEP atau Komisi Kode Etik Polri karena telah melanggar Pasal 13 PP 2/2003. Bripda Astuti dihukum tidak boleh mengikuti pendidikan selama satu tahun dan demosi penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun. Setelah memaki-maki Astuti dengan kata-kata kasar yang memerahkan semua telinga anak-anak buahnya yang ikut ditatar tadi, Galih memutuskan untuk duduk bersama, dan menasehati Astuti sebagai teman. Bagaimanapun juga Astuti adalah teman lamanya sejak
Read more

Chapter 13

"Merlyn ingin belajar mandiri, Yah. Tolong biarin Mer tahu susahnya cari uang di luar sana. Kalau Mer di rumah terus, bagaimana wawasan Mer bisa berkembang? Mer akan belajar untuk menjaga diri sebaik-baiknya, Yah. Boleh ya, Yah?" Merlyn berusaha menghapal kata-kata yang diucapkan oleh Liz kemarin. Mer ingin seperti Liz yang sukses menjalankan perusahaan papanya padahal Liz itu baru tamat beberapa tahun lalu. Masa Mer yang dua tahun lebih tua dari Liz tidak bisa berbuat apa-apa? Liz kemarin sudah mengajarinya untuk saling beradu argumen dengan ayahnya. Liz mengajarinya untuk menjawab begini, kalau papanya ngomong begitu. Liz bilang setiap orang pasti bisa belajar. Makanya ia juga ingin berdikari sendiri dan mencari pengalaman."Kamu mau bekerja dibagian apa, Nak? Ayah nggak mau kalau kamu nanti dihi a-hina dan dilecehkan orang. Dunia di luar tembok rumah kita itu keras, sayang. Manusia-manusianya juga banyak yang tidak benar. Ayah takut nanti kamu sakit hat
Read more

Chapter 14

Galih berlari kencang dengan Merlyn yang berada dalam gendongannya. Ia nyaris tidak sanggup menggendong Mer karena kedua tangannya terus saja gemetaran hebat. Ibunya lah yang menyadarkannya untuk segera membawa Merlyn ke rumah sakit terlebih dahulu ketimbang membunuh preman-preman itu. Briptu Hendrawan lah yang akhirnya menghandle masalah preman, dan Bripda Indra yang berusaha dengan sekuat tenaga menahan tangannya yang terus saja tidak puas-puasnya memukuli si preman, walaupun orangnya sudah tidak sadarkan diri. Ternyata ibunya menelepon kedua anak buahnya untuk mencegahnya menjadi seorang pembunuh."Aduhhhh... bagaimana ini Non? Bibik bisa dimarahin tuan sama nyonya ini karena nggak bisa ngejagain si Enon. Sadar dong, Non. Bibik takut ngeliat si Enon diem aja kayak gini."Bik Sari menangis ketakutan saat melihat majikan kecilnya tergolek lemah di dalam mobil Galih. Galih yang sedang menyetir di depan, kehilangan konsentrasi karena terus
Read more

Chapter 15

"Jadi beneran barang belanjaan kami sudah diantarkan anak buah Abang polisi ke rumah? Apa anak buah Abang polisi itu tahu kalau alamat rumah saya itu di--""Pondok Indah 12 Kebayoram Lama, Jaksel, kan?" Potong Galih cepat."Iya bener, Bang. Hebat banget ya anak buah Abang Polisi. Kayak Rommy Rafael. Tau aja alamat rumah orang. Eh Abang juga hebat ding, hapal sama alamat rumah saya. Padahal saya cuma bilangnya sekali." Merlyn memandang takjub Galih yang tengah konsentrasi menyetir. Ternyata polisi itu hebat-hebat ya? Mereka tahu aja alamat rumah kita ada di mana."Abang polisi bukan sekedar hafal dengan alamat rumah kamu, Merlyn. Tapi Abang polisi ini memang sengaja ngapalin. Iya kan, Abang Polisi?" Sekar sengaja menggoda putranya yang wajahnya kembali memerah karena ia ketahuan telah menghapal alamat rumah Merlyn.Galih yang bertingkah seperti ini sangat membuat Sekar penasaran. Ia ingin melihat s
Read more

Chapter 16

"Lima belas menit sudah berlalu dari saat Galih mengatakan suka kepadanya. Sekarang ia dan Bik Sari sudah ada di dalam mobil. Galih sedang mengantar mereka pulang. Di dalam rumah tadi ia memang tidak mengatakan apapun soal perasaan Galih padanya. Bukan apa-apa, ia masih kaget. Tapi sekarang ia pensaran setengah mati. Lebih baik ia menanyakan saja semua rasa penasarannya sampai tuntas. Toh tidak ada orang di sini. Kalau Bik Sari dan ARTnya yang paling ia cintai. Jadi bukan orang. ""Abang suka sama saya? Sungguh?" Galih mengangguk mantap. Merlyn seketika mengangguk-anggukkan kepalanya. Puas akan jawaban Galih yang tidak berubah."Jadi udah 21 orang sama Abang polisi. Abang suka saya karena apa? Harta atau wajah?" Tanya Merlyn serius."Kenapa kamu bertanya seperti itu?" Kalau saja Galih tidak mengenal Merlyn dengan baik, pasti ia akan tersinggung mendengar kata-kata frontal Merlyn. Tapi karena ia sudah mengenal Merlyn luar d
Read more

Chapter 17

Pagi menjelang siang yang sibuk. Merlyn membawa serta Bik Sari ditambah dengan 3 orang pelayan baru untuk membantunya di kantin. Di saat jam-jam menjelang makan siang seperti ini, mereka semua sibuk berjibaku di dapur. Sebagian makanan memang ada yang sudah dimasak dari rumah, tapi sebagian lagi di masak di dapur kantin. Merlyn lumayan bisa memasak walau tidak sepintar Bik Sari yang cuma masak tumis kangkung saja enak. Tangannya juara, euy! Saat ini gas kebetulan habis. Dan untungnya abang tukang gas tiba hanya dalam waktu sepuluh menit. Alhamdullilah. Tapi Merlyn sedikit takut saat melihat warna tabung gasnya."Abang tukang gas. Bisa nggak kalau besok-besok nganter gas 3 kilogramnya warnanya jangan ijo begini. Saya mau yang warnanya kuning, kelabu, merah muda atau biru pun boleh. Karena kalau warna hijau, pasti nanti meledak kata abang tukang balon."Sahut Merlyn takut-takut saat memasang tabung gas elpiji yang
Read more

Chapter 18

"Abang polisi yakin ini mau nganterin Mer pulang? Nanti kalau Abang digebukin sama ayah dan Bang Tian bagaimana?"Merlyn mengikuti langkah Galih menuju tempat mobilnya di parkir. Wajah Merlyn tampak mendung. Ia sebenarnya memang kepengen sekali memberitahukan keluarganya tentang status abang polisinya yang sudah naik pangkat menjadi pacarnya. Tetapi ia juga tahu kalau ayah dan abangnya itu tidak begitu menyukai Galih. Sebenernya sih bukan cuma Galih. Tapi semua makhluk yang berjenis kelamin laki-laki yang menyukainya. Ayah dan abangnya sudah langsung curigaition saja. Ujung-ujungnya pasti pada berantem semua. Merlyn tidak ingin wajah ganteng abang polisinya jadi jelek kayak kue cake jatuh ke aspal. Hancur tak terbentuk lagi pastinya. Pada Bintang saja, ia terus mewanti-wanti untuk tidak mengatakan apa-apa. Ia belum siap kalau keluarganya menolak abang polisinya. Jelasnya, ia tidak sanggup disuruh putus saat sedang sayang-sayangnya.
Read more

Chapter 19

"Maksud kamu, kamu tidak memerlukan restu saya, karena restu saya itu tidak penting selama anak saya mau-mau saja, begitu Galih?" Chris merasa darahnya naik semua ke kepalanya."Kamu tahu Galih, bagi semua orang tua di dunia ini, kebahagiaan anak dan istrinya adalah hal nomor satu baginya. Saya adalah orang pertama yang melihatnya lahir, menimangnya, menggendongnya, mengajari tentang kehidupan. Memeluknya ketika ia menangis. Membesarkan hatinya ketika ia bersedih. Dan menjaganya siang malam ketika dia sakit. Saya adalah orang pertama yang akan pasang badan untuk melindunginya jika ada orang yang berani coba-coba untuk menyakitinya. Saya sudah mencintainya, sejak ia ada dalam rahim ibunya. Saya melakukan itu semua selama 25 tahun usianya. Bukan berarti saya ini ayah yang hebat. Tapi karena semua ayah yang ada di muka bumi ini pasti akan melakukan apa yang saya lakukan. Begitulah peran seorang ayah dalam kehidupan anak-anaknya.Dan kini kamu
Read more

Chapter 20

Drttt... drrtt... drttt..."Assalamualaikum, Bu. Ada apa Ibu menelepon Galih di jam-jam seperti ini? Ibu sakit?" Galih langsung deg-degan saat menerima telepon dari ibunya pada jam-jam kerja seperti ini. Ibunya biasanya hanya meneleponnya di atas jam 6 sore, itu pun jarang-jarang. Hanya apabila ia belum pulang dinas dari jam yang seharusnya."Waalaikumsalam, Nak. Bukan Ibu yang sakit, Lih. Tapi Pak Herman. Pak Herman kritis dan saat ini ada di ruang ICU bersama dengan Arini. Kamu bisa ke sini sebentar, Nak? Kata Rini, ayahnya ingin berbicara dengan kamu. Bisa, Nak?" "Iya Bu. Galih akan ke rumah sakit sekarang. Galih izin atasan Galih dulu sebentar ya, Bu? Setelah itu Galih akan langsung ke sana. Galih tutup dulu teleponnya ya, Bu. Assalamualaikum."Galih tahu apa yang ingin dibicarakan oleh Pak Herman. Pasti beliau ingin membicarakan masalah perjodohannya denga
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status