Aku terdiam. Ucapan Ratna Sari itu langsung menohok ulu hatiku. Maknanya dalam banget. Pasrah, serba menerima, budaya orang lemah, budaya orang putus asa terus terngiang-ngiang di telingaku. Pikiranku melayang jauh, menembus potret di balik bilik-bilik barak di afdeeling warisan Jacobus Nienhuijs. Dalam bilik, dalam bedeng-bedeng, pada hamparan padang pohon uang, di sela-sela pohon karet, pohon sawit, pohon cokelat, pohon teh berisi barisan orang-orang terjongkok, orang-orang yang tak berdaya, orang-orang lemah, bahkan orang-orang putus asa. Orang-orang yang pasrah menerima nasibnya…papah, tulang miskin urat miskin. Mungkin bukan hanya ada di barak-barak atau bedeng-bedeng afdeeling atau onderneming saja, tapi juga ada di rumah kotak-kotak di sekitar pabrik-pabrik sepanjang Jalan Yos Sudarso menuju Belawan atau pabrik-pabrik kawasan industri Medan (KIM) di daerah Mabar atau pabrik-pabrik di kawasan lainnya, gubuk-gubuk kam
Baca selengkapnya