Beranda / Lain / My Sexy Bodyguard / Bab 61 - Bab 70

Semua Bab My Sexy Bodyguard: Bab 61 - Bab 70

74 Bab

Part 61 - Luna's sacrifice

Part 61 - Luna's sacrifice Suara baling-baling dari helikopter yang hendak mendarat pada sebuah helipad terdengar gaduh di luar gedung. Axel menghentikan mesin helikopter tersebut dan segera turun dari sana. Getaran pada saku jasnya terasa di dada, ia mengeluarkan ponsel pintarnya dan melihat nama Luna tertera memanggilnya. Alih-alih segera menjawab, jarinya malah berkhianat dan memilih menolak panggilan tersebut serta mematikan selular itu lalu melanjutkan langkahnya untuk memasuki gedung yang menjadi tempat pertemuannya. “Maaf, Luna. Kau tak harus tahu semua ini. Aku janji akan selesaikan tanpa membebanimu lagi.” Setelah bergumam demikian Axel membuka pintu besar itu hingga seketika sorot lampu menembak dirinya sampai membuat Axel harus menutupinya menggunakan tang
Baca selengkapnya

Part 62 - This is not the end

Part 62 - This is not the end “Axel,” lirih Luna masih sempat menatap Axel saat tubuhnya baru saja mendapat hantaman dari kursi besi lipat yang diberikan Valerio. Mata yang mulai sayu menandakan kesadarannya menipis dibarengi dengan keluarnya aliran darah dari mulut dan pelipisnya membuat Axel terbelalak dengan napas tersengal berat seakan berhenti  berembus sejenak.  “Luna apa yang kau lakukan?!” Erangnya merengkuh tubuh wanita yang lemas tak berdaya itu. “Sudah cukup, Ax. Kau tak perlu berkorban lagi. Bukan salahmu,” ujar Luna pelan. “Selamatkan Grace untukku.” Axel menggeleng kuat, napasnya memburu cepat merasakan sesak di dada dan dalam sekejap aliran deras dari matanya yang memerah keluar hingga rasa perih membasahi pipi lebamn
Baca selengkapnya

Part 63 - Turn back into the past

Part 63 - Turn back into the past Kelopak mata yang terbuka menyambut silau putih dan mengusik netra abu Axel yang baru terbangun di suatu tempat asing baginya. Axel melihat ke sekeliling ruangan putih itu tak tampak siapa pun di sana. Tatapannya tertuju pada satu pintu berwarna senada. Tungkai kakinya turun dari ranjang dan menginjak lantai putih lalu melangkah mendekati pintu tersebut dan membukanya. Satu sosok tampak membelakanginya tengah duduk di depan cermin sedang mempercantik wajahnya dengan riasan tipis hanya untuk menutupi garis tipis pada sudut matanya. Pria itu mengerutkan keningnya dan mendekat demi memperjelas penglihatannya. “Mom,” panggilnya yakin bahwa sosok itu adalah sang ibu yang sangat ia rindukan. “Axel,” jawab sang ibu menoleh pada pantulan kaca yang menampilkan put
Baca selengkapnya

Part 64 - The real truth or a dream?

Part 64 - The real truth or a dream? Axel tertarik ke dimensi lain. Netranya menjelajah ke seluruh penjuru, sejauh pandangannya kini dirinya mengenali bahwa tempat yang ia datangi kali ini adalah sebuah ladang anggur yang di ujungnya berdiri satu bangunan rumah. Ia melihat Luna berada di dekat sana hendak masuk dan secara otomatis membawa langkah Axel untuk bergegas menyusul. “Luna!” serunya memanggil walau tak digubris oleh wanitanya. Sebelumnya Axel berusaha mengikuti insting dan kembali menuju pintu putih tempatnya pertama kali menemukan sang ibu. Lalu setelah kembali pada ruangan serba putih, dirinya menemukan pintu lain. Dari pintu itulah kini ia tiba ke tempat Luna berada. “Luna tunggu,” panggil lagi Axel walau tetap tak mendapat gubrisan.
Baca selengkapnya

Part 65 - Pretend the pain

Part 65 - Pretend the pain “Keduanya mengalami gejala yang sama dan melewati masa kritis hanya selisih beberapa menit.” Penjelasan kedua dokter yang ditanyai Roberto dan Damian hampir membuat mereka merasa ada yang aneh dari kejadian itu. Namun, keduanya tak memikirkan lebih panjang karena yang terpenting Axel dan Luna sudah melewati masa kritisnya. Hingga beberapa jam kemudian waktu sudah cukup malam saat Axel akhirnya tersadar. Samar-samar dia mendengar suara dua pria tengah membicarakannya dengan posisi dirinya yang sedang diperiksa oleh dokter, sampai kesadarannya kembali sepenuhnya dan melihat Roberto juga ada di sana. Sang dokter mengatakan tak ada organ dalam yang rusak setelah mengeluarkan peluru dari dadanya. Beberapa memar dan luka jahit kecil pada pelipis yang membuat kepala Ax
Baca selengkapnya

Part 66 - Need to rest

“Maaf menambahkan luka di tubuhmu,” bisik Luna. Semarah apapun dia, dirinya tetaplah luluh saat Axel memelas kesakitan sekalipun hanya pura-pura, tetapi Luna tak tega jika Axel meringis. Kini dirinya menuruti pria itu yang ingin merapatkan ranjang keduanya agar bisa lebih dekat. Luna duduk menghadap Axel yang belum bisa bergerak leluasa, wanita itu memerhatikan keadaan prianya lebih lekat dan merasa sedih akan kondisi Axel yang terjadi karena kehadirannya. “Ini tak sebanding denganmu. Jangan merasa begitu saat aku memiliki kesempatan untuk berkorban.” Luna menggeleng tak menyetujui ucapan Axel. “Tak harus sampai meregang nyawa untuk menunjukkan pengorbananmu, Ax. Aku tahu seberapa besar perasaanmu.” Axel tersenyum tipis.
Baca selengkapnya

Part 67 - "You wanna f*ck with me?!"

Part 67 - "You wanna f*ck with me?!"Pagi harinya di rumah sakit. Axel memaksa meminta pulang, begitu juga dengan Luna yang tampak sudah sangat rapi dan siap untuk kembali. Tak ada yang berani menahan pemilik saham terbesar di rumah sakit itu jika ia ingin pulang, sekalipun dokter yang menanganinya.Awalnya Luna yang berkeras untuk kembali demi mencari bukti penglihatan mereka di alam bawah sadar itu benar adanya. Namun, seperti yang semua orang ketahui bahwa Axel adalah bos pemaksa, maka kini keduanya bertekad mencari bersama demi menuntaskan apa yang terjadi di masa lalu.“Kau yakin tak apa dengan dadamu, Ax?” tanya Luna kesekian kalinya.“Aku yakin, Luna. Lagi pula kau bersamaku. Aku tak ingin kau bertindak gegabah dan malah membawamu dalam bahaya. Sudah kubilang itu tak akan terjadi lagi, kita akan melakukannya bersama,” tutur Axel membuat Luna tersenyum mencurigakan.“Apa ada yang lucu dari ucapanku, Luna?”“Tida
Baca selengkapnya

Part 68 - Offended

 Part 68 - OffendedSetelah melakukan kegiatan panas di pagi hari, kini Axel mengajak Luna ke ruang kerjanya. Di mana dirinya mendapatkan penglihatan bahwa ada sebuah rekaman rahasia yang disimpan sang ayah sebagai bukti peninggalannya sebelum semua rahasia pembunuhan orang tua Luna ditutupi oleh kakeknya.“Argh, sial!” ringis Axel sambil mengumpat kesal dengan kondisinya yang begitu menyiksa.“Pelan-pelan, Ax. Sejak tadi kau sudah banyak tersiksa.”“Tadi aku tersiksa untuk kenikmatan,” kekehnya masih tak percaya melakukan percintaan di tengah rasa sakit. “Namun, kali ini aku harus menahannya lagi untuk memulihkan nama orang tuaku. Aku rasa semua ini setimpal demi menuntaskan semua hal yang terjadi dan untuk kita melanjutkan kehidupan dengan tenang. Kau setuju, bukan?” tutur Axel.Setelah itu ia tersenyum melirik Luna yang menunjukkan kekhawatirannya.“Kau terlalu baik untuk mendapatkan semua kesulitan ini, Ax.” Luna bersand
Baca selengkapnya

Part 69 - Discovery another secret life (Bag. I)

Part 69 - Discovery another secret life (Bag. I)Setelah bermalam di tempat kakek Damian, pagi-pagi sekali keduanya berangkat ke tempat yang sudah dipastikan oleh anak buah Damian bahwa terdapat tanda kehidupan pada sebuah rumah yang diyakini seorang wanita paruh baya tengah keluar dari rumah tersebut.Roberto meyakini foto yang dikirimkan anak buah Damian adalah bibinya yang selama ini tak terlihat di mana pun. Sementara itu di dalam perjalanan mereka, Roberto mendapatkan telepon dari rumah sakit, tentang kepulangan Axel dan Luna. Hal tersebut menambahkan beban pikiran Roberto yang masih harus menyusuri perjalanan jauh. Dia sengaja tak mau mengatakan apa pun tentang pencariannya itu kepada Axel karena ia yakin, pria arogan itu akan menyusulnya dan berpotensi menggagalkan penyusupan mereka.“Aku yakin ada ruang rahasia tempat Fausto bersembunyi, ia tak mungkin bisa mengurus diri tanpa istrinya.” Roberto menatap lurus jalanan di depannya.
Baca selengkapnya

Part 70 - Discovery another secret life [Bag.II]

Roberto dan Damian tengah bersiap melakukan penyergapan tanpa menunggu malam tiba. Prediksi mereka ternyata benar bahwa Fausto merencanakan pelarian sebelum gelap. Dengan anggota tim bodyguard profesional mereka membentuk dua tim. Tim satu bersama Damian memimpin penyergapan dari pintu depan. Tim dua Roberto bersama sisa anak buah Damian menunggu dari pintu belakang. Para pasukan berbaris di belakang Damian. Lalu Damian memberikan instruksi untuk bersiap di sisi pintu masuk sambil menoleh pada semua anak buahnya yang mengangguk siap. “Rob, kau sudah siaga?” tanya Damian melalui alat komunikasi yang tertempel di telinganya. “Kami sudah siap, Dam. Kapanpun kau menyergap.” “Baiklah, dalam hitungan ketiga,” balas Da
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status