Beranda / Romansa / The Victim / Bab 31 - Bab 40

Semua Bab The Victim: Bab 31 - Bab 40

52 Bab

PART 31

Flashback on Christian menatap nanar wajah istrinya yang kini sedang duduk di samping kasur tempat ia terbaring. Tangan lemahnya berusaha meraih wajah Vanesha, membelainya begitu lembut. Bahu Vanesha bergetar hebat saat jemari Christian menyentuh permukaan kulit wajahnya. Sekuat tenaga ia menahan dirinya untuk tidak menangis di hadapan suaminya. "Terima kasihV…," ucap Christian pelan. Sangat pelan bahkan seperti sedang berbisik. Vanesha berusaha mati-matian untuk tidak menangis. Karena ia tahu, jika ia menangis di depan Christian sekarang, hati suaminya itu pasti akan semakin terluka dan sedih. Vanesha ingat sekali dengan ucapan Christian saat ia pertama kali didiagnosis kanker otak. "Jangan bersedih  … sertailah perjuanganku dengan doa dan senyumanmu. Aku akan semakin lemah jika kamu terus menangis seperti itu." Kalimat - kalimat itu masih terngiang di kepala Vanesha sampai sekarang. Ia berusah
Baca selengkapnya

PART 32

Jonathan memejamkan matanya erat, mendekap tubuh mungil Axel dalam pelukannya dengan penuh kasih sayang. Selama mungkin ia ingin menikmati detik-detik bersama Axel. Mungkin tidak akan ada lagi kesempatan seperti ini lagi. Karena ia tahu, Hana tak akan membiarkannya untuk bertemu dengan anak ini lagi.Seketika rasa sesal memenuhi batin Jonathan ketika ia memutuskan untuk menjauh dari Hana dan axel dulu. Tak bisa di pungkiri bahwa itu adalah keputusan terbodoh yang pernah ia buat. Namun di satu sisi, ia merasa sangat bersyukur. Ia dapat melihat mereka lagi dalam keadaan yang baik.Biarlah ia dibenci karena sifat pengecutnya dan disebut sampah, Jonathan tidak akan peduli. Karena baginya, hanya dengan melihat Hana dan Axel masih bisa tersenyum dan menghembuskan napas di dunia ini adalah segalanya baginya."Terima kasih telah datang, Papa." Axel sambil mengikis senyum. Ia memeluk leher Jonathan erat seolah-olah tidak menginginkan Jonathan untuk pergi dari sisinya.
Baca selengkapnya

PART 33

Mark dan Hana duduk di sofa sambil memperhatikan Axel yang sedang bermain dengan permainan lego-nya. Mereka tengah berada di ruang keluarga. Setelah bermain bersama di taman, Hana, Mark dan juga Axel langsung pulang ke rumah. Mark tersenyum menatap betapa aktifnya Axel menyusun lego hingga menjadi bentuk rumah dan bangunan tiga dimensi lainnya."Sepertinya semakin hari Axel terlihat semakin pintar. Apa kamu tidak berniat untuk menyekolahkannya di sekolah internasional?" tanya Mark pada Hana di sampingnya.Hana mengangguk. "Aku akan mempertimbangkannya. Jika dia setuju untuk beradaptasi dengan lingkungan baru, maka akan ku lakukan. Tapi jika dia tidak nyaman, aku juga tidak bisa memaksakannya.""Melihat jiwa sosial dan interaksinya dengan orang lain, aku yakin dia pasti mau," ujar Mark.Hana mengulas senyum. "Kuharap juga begitu."Mark ikut tersenyum sebelum akhirnya berkata, "Aku sungguh heran. Makanan apa yang sebenarny
Baca selengkapnya

PART 34

Mark dan Hana sama-sama terdiam di tempat duduk. Tidak ada yang membuka suara setelah kejadian tadi. Keduanya menjadi canggung dan kesulitan untuk berbicara. Mark tidak bisa berhenti memegang bibirnya sembari mengutuk dirinya sendiri karena tidak bisa menahan diri. Ia merasa seperti seorang bajingan sekarang."Aku ...""Aku ..."Keduanya mengucapkan kata yang sama dan dalam waktu bersamaan. Hal itu semakin memperparah suasana kecanggungan. Hana menggigit bibirnya dan menoleh ke arah lain. Sungguh, ia tidak tahu harus bersikap bagaimana sekarang.Mark menarik napas panjang dan membuangnya perlahan. Ia lalu melirik Hana dan memberanikan diri untuk berbicara."Aku minta maaf untuk yang tadi. Aku benar-benar tidak bisa mengontrol diriku saat itu."Hana menoleh ke arah Mark. Ia masih tidak tahu harus berkata apa. Lelaki itu menatapnya dalam. "Kamu berhak untuk tidak memaafkanku," ujar Mark.Diam. Hana tak tahu harus menyahut apa. Pikiranny
Baca selengkapnya

PART 35

Tubuh Catherine sontak mematung mendengar perkataan Vanesha barusan. "A- apa maksudmu, Mom?" tanya Catherine dengan wajah terkejutnya. Vanesha semakin mendekat dan menatap Catherine dengan intens. Sorot matanya yang tajam menandakan bahwa ia sedang merencanakan sebuah rencana licik di kepalanya. "Sudah cukup mommy menahannya selama ini, Cath ..." Ia menjeda ucapannya sejenak, "tidak, bukan mommy, tapi kamu! Dan ini adalah saatnya bagimu untuk meraih kebahagiaan yang selama ini kamu impikan." lanjutnya kemudian. "Mom, aku sungguh tidak mengerti dengan perkataanmu. Apa yang sebenarnya ingin mommy katakan?" sahut Catherine masih tak paham. "Anak yang kita temui kemarin. Apakah kamu tahu dia siapa?" tanya Vanesha balik. Catherine terdiam. Tentu saja ia tahu jika bocah laki-laki itu adalah anak dari Hana, ia tidak yakin dengan ini, tapi sangat mungkin jika anak itu adalah darah daging Jonathan. Catherine
Baca selengkapnya

PART 36

seperti tersengat listrik, tubuh Catherine langsung menegang saat mendengar penuturan Jonathan. Hatinya seperti sedang ditusuk oleh ribuan pedang saat mendengar hal itu.Bulir-bulir air mata mulai mengalir dari kelopak mata Catherine. Kecewa, sedih, marah. Semuanya bercampur menjadi satu di dalam benaknya. Untuk berbicara pun rasanya ia tak sanggup lagi. Melihat bagaimana pembelaan Jonathan terhadap Hana dan Axel barusan seolah memberi arti bahwa Catherine bukanlah siapa-siapa. Pernikahan ini sama sekali tak berarti di mata Jonathan!"Aku yang mempertahankan pernikahan kita dengan susah payah. Lalu kamu dengan semudah itu mengucapkan kata untuk berpisah?""Aku tidak ingin bertahan dengan mereka yang membahayakan nyawa anakku dan wanita yang berarti dalam hidupku!" tekan Jonathan berapi-api lalu melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Catherine dengan sejuta rasa sakit."Jonathan ..." Catherine terisak menyaksikan punggung Jonathan yang mulai menjauh.
Baca selengkapnya

PART 37

Hari mulai redup. Axel menatap wajah Hana yang kini tampak memucat. Rasa takut kembali menghantui diri Axel. Ia mulai tak merasakan hembusan napas Hana dari hidungnya."Mama ..." tangan mungil Axel mulai membelai wajah Hana dan merapikan anak rambut yang menghalangi wajah ibunya itu. "Axel mohon jangan tinggalkan Axel sendirian di sini. Axel janji akan menjadi anak yang berbakti kepada mama. Axel janji akan mengukir senyuman di wajah mama. Bangunlah mama, mama terlihat tidak cantik jika tertidur seperti ini."Tak ada tanggapan. Hana masih terdiam kaku sembari terpejam."Mama ..." Tangisan Axel kembali pecah. "Tolong!!!" teriaknya mencari pertolongan lagi. "Please, help my mom!" Sekeras apapun teriakannya, tak akan ada yang mendengarnya di tempat itu. Hanya suara angin berhembus yang menandakan bahwa tak akan ada yang menolong mereka.Axel yang sedari tadi terus mencari bantuan kini hanya bisa tertunduk lesu. Tak ada yang bisa menolong ibunya yang
Baca selengkapnya

PART 38

Di malam yang dingin itu, Catherine termenung seorang diri di dalam apartemennya di New York. Matanya sayu seperti tak ada harapan. Ia seperti seseorang yang tengah kehilangan arah dan kebingungan menghadapi situasi yang tengah menimpanya sekarang. Ponselnya masih menyala dan tergeletak di atas meja, menampilkan sebuah pesan aneh yang dalam seketika mengejutkan dirinya."Kamu membunuh adikmu sendiri, jalang!"Adik … Adik … Adik."Adik?" Catherine menggelengkan kepalanya. "Dia bukan adikku.""Dia bukanlah seseorang yang selama ini aku cari ... Aku tidak mungkin mempunyai adik seperti jalang itu!" gumamnya pada dirinya sendiri."Jikapun memang dialah orangnya, aku juga tidak bersalah! Aku tidak membunuhnya. Ya, aku tidak membunuhnya samabsekali. Aku bahkan tidak menyentuhnya!" Ia mengangguk membenarkan. "Ya. Aku memang tidak membunuhnya."Ia lalu tertawa pelan. "Bagaimana bisa
Baca selengkapnya

PART 39

Jonathan menyuapi Axel dengan sabar. Sebelumnya anak itu menolak untuk diberi makan sebelum mengetahui keadaan ibunya yang sampai sekarang tidak ada kabar. Namun setelah Jonathan berkata bahwa Hana baik-baik saja dan berjanji akan segera menemui Hana secepatnya, akhirnya Axel menurut dan mau memakan buburnya.Ya, setidaknya inilah yang bisa Jonathan lakukan untuk sekarang. Ia tidak bisa membiarkan anaknya kesakitan baik fisik maupun pikiran. Ia harus menghibur Axel sebisanya meski di lain sisi kepalanya sudah tak bisa berpikir lancar. Sebenarnya ia sudah geram dan ingin segera mencari Hana dan menghajar si pelaku. Tapi untuk sementara ia akan menahannya. Biarlah anak buah dan detektif pribadinya yang bekerja saat ini. Ia harus memberikan semangat kepada Axel agar anak itu tenang.Dan saat Jonathan akan menyuapkan suapan terakhir ke dalam mulut Axel, tiba-tiba...Brak!Jonathan dan Axel sontak menoleh ke
Baca selengkapnya

PART 40

Jonathan memerhatikan Reinald yang tengah menatap kosong ke arah luar jendela pesawat pribadinya. Ya, mereka sedang melakukan perjalanan menuju Amerika.Jonathan tahu bahwa pria itu tengah memendam emosi terhadap Mark— pria yang Jonathan yakini ialah penculik Hana. Di lain sisi, ia pasti tengah memikirkan kondisi Hana yang tidak jelas kabarnya.Saat Jonathan akan mengalihkan pandangannya, tiba-tiba ia melihat dari samping setetes air mata Reinald terjatuh membasahi pipi pria itu."Reinald, kamu ...""Apa yang harus kulakukan?" Reinald mengusap wajahnya frustasi. "Adikku, Krystin ... apa yang harus kulakukan dengannya?"Jonathan menepuk pundak Reinald pelan, "Tenanglah, kita akan mendapatkan Hana kembali.""Kita tidak tahu apakah dia masih hidup!" seru Reinald. "Aku tidak akan sanggup meneruskan hidupku di dunia ini jika kita mendapatkannya kembali dengan kondisi tiada.""Reinald ...""Dia bahkan belum tahu keluarganya yan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status