Flashback on
Christian menatap nanar wajah istrinya yang kini sedang duduk di samping kasur tempat ia terbaring. Tangan lemahnya berusaha meraih wajah Vanesha, membelainya begitu lembut. Bahu Vanesha bergetar hebat saat jemari Christian menyentuh permukaan kulit wajahnya. Sekuat tenaga ia menahan dirinya untuk tidak menangis di hadapan suaminya.
"Terima kasihV…," ucap Christian pelan. Sangat pelan bahkan seperti sedang berbisik.
Vanesha berusaha mati-matian untuk tidak menangis. Karena ia tahu, jika ia menangis di depan Christian sekarang, hati suaminya itu pasti akan semakin terluka dan sedih. Vanesha ingat sekali dengan ucapan Christian saat ia pertama kali didiagnosis kanker otak.
"Jangan bersedih … sertailah perjuanganku dengan doa dan senyumanmu. Aku akan semakin lemah jika kamu terus menangis seperti itu."
Kalimat - kalimat itu masih terngiang di kepala Vanesha sampai sekarang. Ia berusah
Jonathan memejamkan matanya erat, mendekap tubuh mungil Axel dalam pelukannya dengan penuh kasih sayang. Selama mungkin ia ingin menikmati detik-detik bersama Axel. Mungkin tidak akan ada lagi kesempatan seperti ini lagi. Karena ia tahu, Hana tak akan membiarkannya untuk bertemu dengan anak ini lagi.Seketika rasa sesal memenuhi batin Jonathan ketika ia memutuskan untuk menjauh dari Hana dan axel dulu. Tak bisa di pungkiri bahwa itu adalah keputusan terbodoh yang pernah ia buat. Namun di satu sisi, ia merasa sangat bersyukur. Ia dapat melihat mereka lagi dalam keadaan yang baik.Biarlah ia dibenci karena sifat pengecutnya dan disebut sampah, Jonathan tidak akan peduli. Karena baginya, hanya dengan melihat Hana dan Axel masih bisa tersenyum dan menghembuskan napas di dunia ini adalah segalanya baginya."Terima kasih telah datang, Papa." Axel sambil mengikis senyum. Ia memeluk leher Jonathan erat seolah-olah tidak menginginkan Jonathan untuk pergi dari sisinya.
Mark dan Hana duduk di sofa sambil memperhatikan Axel yang sedang bermain dengan permainanlego-nya. Mereka tengah berada di ruang keluarga. Setelah bermain bersama di taman, Hana, Mark dan juga Axel langsung pulang ke rumah. Mark tersenyum menatap betapa aktifnya Axel menyusun legohingga menjadi bentuk rumah dan bangunan tiga dimensi lainnya."Sepertinya semakin hari Axel terlihat semakin pintar. Apa kamu tidak berniat untuk menyekolahkannya di sekolah internasional?" tanya Mark pada Hana di sampingnya.Hana mengangguk. "Aku akan mempertimbangkannya. Jika dia setuju untuk beradaptasi dengan lingkungan baru, maka akan ku lakukan. Tapi jika dia tidak nyaman, aku juga tidak bisa memaksakannya.""Melihat jiwa sosial dan interaksinya dengan orang lain, aku yakin dia pasti mau," ujar Mark.Hana mengulas senyum. "Kuharap juga begitu."Mark ikut tersenyum sebelum akhirnya berkata, "Aku sungguh heran. Makanan apa yang sebenarny
Mark dan Hana sama-sama terdiam di tempat duduk. Tidak ada yang membuka suara setelah kejadian tadi. Keduanya menjadi canggung dan kesulitan untuk berbicara. Mark tidak bisa berhenti memegang bibirnya sembari mengutuk dirinya sendiri karena tidak bisa menahan diri. Ia merasa seperti seorang bajingan sekarang."Aku ...""Aku ..."Keduanya mengucapkan kata yang sama dan dalam waktu bersamaan. Hal itu semakin memperparah suasana kecanggungan. Hana menggigit bibirnya dan menoleh ke arah lain. Sungguh, ia tidak tahu harus bersikap bagaimana sekarang.Mark menarik napas panjang dan membuangnya perlahan. Ia lalu melirik Hana dan memberanikan diri untuk berbicara."Aku minta maaf untuk yang tadi. Aku benar-benar tidak bisa mengontrol diriku saat itu."Hana menoleh ke arah Mark. Ia masih tidak tahu harus berkata apa. Lelaki itu menatapnya dalam. "Kamu berhak untuk tidak memaafkanku," ujar Mark.Diam. Hana tak tahu harus menyahut apa. Pikiranny
Tubuh Catherine sontak mematung mendengar perkataan Vanesha barusan. "A- apa maksudmu, Mom?" tanya Catherine dengan wajah terkejutnya. Vanesha semakin mendekat dan menatap Catherine dengan intens. Sorot matanya yang tajam menandakan bahwa ia sedang merencanakan sebuah rencana licik di kepalanya. "Sudah cukup mommy menahannya selama ini, Cath ..." Ia menjeda ucapannya sejenak, "tidak, bukan mommy, tapi kamu! Dan ini adalah saatnya bagimu untuk meraih kebahagiaan yang selama ini kamu impikan." lanjutnya kemudian. "Mom, aku sungguh tidak mengerti dengan perkataanmu. Apa yang sebenarnya ingin mommy katakan?" sahut Catherine masih tak paham. "Anak yang kita temui kemarin. Apakah kamu tahu dia siapa?" tanya Vanesha balik. Catherine terdiam. Tentu saja ia tahu jika bocah laki-laki itu adalah anak dari Hana, ia tidak yakin dengan ini, tapi sangat mungkin jika anak itu adalah darah daging Jonathan. Catherine
seperti tersengat listrik, tubuh Catherine langsung menegang saat mendengar penuturan Jonathan. Hatinya seperti sedang ditusuk oleh ribuan pedang saat mendengar hal itu.Bulir-bulir air mata mulai mengalir dari kelopak mata Catherine. Kecewa, sedih, marah. Semuanya bercampur menjadi satu di dalam benaknya. Untuk berbicara pun rasanya ia tak sanggup lagi. Melihat bagaimana pembelaan Jonathan terhadap Hana dan Axel barusan seolah memberi arti bahwa Catherine bukanlah siapa-siapa. Pernikahan ini sama sekali tak berarti di mata Jonathan!"Aku yang mempertahankan pernikahan kita dengan susah payah. Lalu kamu dengan semudah itu mengucapkan kata untuk berpisah?""Aku tidak ingin bertahan dengan mereka yang membahayakan nyawa anakku dan wanita yang berarti dalam hidupku!" tekan Jonathan berapi-api lalu melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Catherine dengan sejuta rasa sakit."Jonathan ..." Catherine terisak menyaksikan punggung Jonathan yang mulai menjauh.
Hari mulai redup. Axel menatap wajah Hana yang kini tampak memucat. Rasa takut kembali menghantui diri Axel. Ia mulai tak merasakan hembusan napas Hana dari hidungnya."Mama ..." tangan mungil Axel mulai membelai wajah Hana dan merapikan anak rambut yang menghalangi wajah ibunya itu. "Axel mohon jangan tinggalkan Axel sendirian di sini. Axel janji akan menjadi anak yang berbakti kepada mama. Axel janji akan mengukir senyuman di wajah mama. Bangunlah mama, mama terlihat tidak cantik jika tertidur seperti ini."Tak ada tanggapan. Hana masih terdiam kaku sembari terpejam."Mama ..." Tangisan Axel kembali pecah. "Tolong!!!" teriaknya mencari pertolongan lagi. "Please, help my mom!" Sekeras apapun teriakannya, tak akan ada yang mendengarnya di tempat itu. Hanya suara angin berhembus yang menandakan bahwa tak akan ada yang menolong mereka.Axel yang sedari tadi terus mencari bantuan kini hanya bisa tertunduk lesu. Tak ada yang bisa menolong ibunya yang
Di malam yang dingin itu, Catherine termenung seorang diri di dalam apartemennya di New York. Matanya sayu seperti tak ada harapan. Ia seperti seseorang yang tengah kehilangan arah dan kebingungan menghadapi situasi yang tengah menimpanya sekarang. Ponselnya masih menyala dan tergeletak di atas meja, menampilkan sebuah pesan aneh yang dalam seketika mengejutkan dirinya."Kamu membunuh adikmu sendiri, jalang!"Adik … Adik … Adik."Adik?" Catherine menggelengkan kepalanya. "Dia bukan adikku.""Dia bukanlah seseorang yang selama ini aku cari ... Aku tidak mungkin mempunyai adik seperti jalang itu!" gumamnya pada dirinya sendiri."Jikapun memang dialah orangnya, aku juga tidak bersalah! Aku tidak membunuhnya. Ya, aku tidak membunuhnya samabsekali. Aku bahkan tidak menyentuhnya!" Ia mengangguk membenarkan. "Ya. Aku memang tidak membunuhnya."Ia lalu tertawa pelan. "Bagaimana bisa
Jonathan menyuapi Axel dengan sabar. Sebelumnya anak itu menolak untuk diberi makan sebelum mengetahui keadaan ibunya yang sampai sekarang tidak ada kabar. Namun setelah Jonathan berkata bahwa Hana baik-baik saja dan berjanji akan segera menemui Hana secepatnya, akhirnya Axel menurut dan mau memakan buburnya.Ya, setidaknya inilah yang bisa Jonathan lakukan untuk sekarang. Ia tidak bisa membiarkan anaknya kesakitan baik fisik maupun pikiran. Ia harus menghibur Axel sebisanya meski di lain sisi kepalanya sudah tak bisa berpikir lancar. Sebenarnya ia sudah geram dan ingin segera mencari Hana dan menghajar si pelaku. Tapi untuk sementara ia akan menahannya. Biarlah anak buah dan detektif pribadinya yang bekerja saat ini. Ia harus memberikan semangat kepada Axel agar anak itu tenang.Dan saat Jonathan akan menyuapkan suapan terakhir ke dalam mulut Axel, tiba-tiba...Brak!Jonathan dan Axel sontak menoleh ke
"Begitulah cerita hidup saya."Seorang wanita berdiri di hadapan ratusan mahasiswa yang sedang duduk dan mendengarkan kisahnya. Hari ini ia diundang oleh sebuah kampus ternama untuk menjadi salah satu pembicara dalam acara seminar. Hana diminta untuk memberikan kiat-kiat menjadi pebisnis muda dan cara agar menjadi pengusaha sukses. Namun bukannya memberikan tips-tips itu, Hana malah menceritakan dongeng kepada mahasiswa dan mahasiswi di hadapannya. Ya, dongeng tentang pengalaman hidupnya.Suara tepuk tangan menggema dengan keras di ruangan itu dan berlangsung lama. Semua orang memandang takjub pada Hana sambil berteriak memujinya. Kisah hidupnya begitu pilu namun ia bisa menghadapinya dan bangkit menjadi lebih kuat lagi."Anda sangat luar biasa!"Hana tersenyum ke arah mahasiswa yang berteriak kepadanya itu. "Terima kasih," ucapnya sambil menundukkan kepala. Suara tepuk tangan semakin meriah.Namun ada satu mahasiswi yang tiba-tiba mengangkat
Billy sedang bersedekap dengan kedua tangannya di dada. Ia menatap Jonathan dengan ekspresi dongkol."Berhenti tersenyum, Jonathan! Kamu membuat perutku mulas," omel Billy tak suka melihat saudaranya yang tengah dilanda kebahagiaan luar biasa itu.Jonathan semakin melebarkan senyumannya. Tak peduli dengan ucapan Billy. Bagaimana ia tak bahagia? Besok ia akan segera melaksanakan pernikahannya dengan Hana dan mereka secara resmi akan menjadi suami istri. Jonathan sudah tidak sabar untuk membangun keluarga baru bersama Hana dan Axel."Ya, Tuhan, aku benci sekali dengan ekspresi itu." Billy semakin jengkel. "Aku harap besok akan ada hujan dan badai. Agar kalian tidak jadi menikah."Jonathan tersenyum, "Biasanya doa orang tidak ikhlas tidak akan dikabulkan Tuhan." Dan Billy hanya menghela napas kasar. Ia hendak meninggalkan Jonathan seorang diri namun langkahnya tertahan saat Jonathan tiba-tiba memanggilnya."Billy?"Billy menoleh, "Hm?""
Billy menyandarkan tubuhnya di dinding sambil melipat kedua lengannya di dada, menyaksikan Jonathan yang tengah mengemas pakaiannya ke dalam koper besar. Billy menghela napasnya kasar. "Jonathan bodoh!"Jonathan menghentikan kegiatannya dan menatap Billy balik. "Apa katamu?""JONATHAN BODOH. AKU MENGATAKANMU BODOH. TULI?"Jonathan melempar pakaian yang ia pegang dengan kasar. Merasa emosi mendengar hal itu. "Ada masalah denganku, orang miskin?"Billy berjalan santai ke kasur dan merebahkan bokongnya. "Aku hanya tidak paham denganmu, Jonathan. Untuk apa kamu melakukan semua ini? Maksudku ... kamu menyelamatkan Hana dan melindungi Axel serta keluarganya. Kenapa tiba-tiba ingin pergi? Langkahmu sudah jauh, bro. Kalau aku adalah kamu, mungkin aku sudah meminta restu keluarga Hana untuk menikahinya lalu membangun keluarga bahagia."Jonathan diam tak menjawab."Buka kembali otak tololmu itu, Jonathan," lanjut Billy, "ini adalah kesempatan
Semua kamera mengarah kepada wanita yang sedang berjalan menuju meja Pers. Para wartawan sudah stand by di tempatnya masing-masing, bersiap-siap untuk merekam dan mengambil gambar. Hana menarik napas panjang dan membuangnya perlahan, menghilangkan kegugupan di dadanya. Seperti biasa, rentetan pertanyaan terus berdatangan dari para wartawan. MC menenangkan suasana agar Hana bisa menjawab satu - persatu.Tenanglah, Hana. Ia menarik napas lagi lalu mengangguk. Aku bisa melakukannya, batinnya."Bisa Anda ceritakan kejadian yang menimpa Anda sebenarnya?" tanya salah seorang dari puluhan wartawan yang ada di tempat itu.Hana mengangguk lalu meraih mic dengan berani."Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri saya terlebih dahulu. Nama saya Florentina Hana, Ceo cabang DELOXA di Jakarta. Saya berdiri disini untuk menjawab dan memberikan pernyataan terkait peristiwa yang menimpa saya yang membuat orang - orang menjadi heboh. Seb
"Kamu tidak apa - apa?" Agung memberikan tisu kepada Hana yang baru saja mendaratkan bokongnya di mobil. Matanya terlihat sangat sembab. "Aku tidak apa - apa." Hana menerima tisu itu dan menyeka air matanya. Ia menarik napas panjang dan menghembuskannya. Mencoba menenangkan diri."Bagaimana? Apa yang mereka katakan?" tanya Agung.Hana menggeleng, "Tidak penting. Semuanya hanya omong kosong. Aku tidak akan mempercayai mereka lagi."Agung mengangguk paham. "Apa mereka mengatakan sesuatu tentang anak kepadamu?"Hana terdiam sambil memilin tisu di tangannya.Agung terdiam beberapa saat, memerhatikan wajah Hana. "Apa kamu—""Anakku sudah meninggal. Bukankah kamu mengatakannya begitu kepadaku?" sela Hana. "Aku hanya sedih saja ketika teringat akan anak tidak berdosa itu. Air mataku tidak bisa berhenti mengalir."Agung menepuk pundak Hana pelan. "Aku turut bersedih untukmu. Ku mohon jangan lagi mengingatnya. Sekarang sudah ada aku. Kit
Suasana menjadi heboh setelah Hana tiba-tiba menampar wajah Jonathan di depan semua orang. Jonathan memegang sisi wajahnya sambil menatap ke arah wanita itu. Datar. Wanita itu memandangnya dengan tatapan datar dan dinginnya. Seolah Jonathan adalah orang asing di matanya. Ya, ia seperti tidak pernah mengenal Jonathan. Tapi tidak mungkin bukan yang Jonathan lihat di depannya ini adalah hantu? Hana-nya benar-benar nyata!Aku merindukanmu. Jonathan menahan air matanya untuk tidak mengalir. Ia hendak meraih tubuh Hana kembali, namun tubuhnya segera ditarik oleh para petugas keamanan yang berjaga.Jonathan berusaha memberontak, namun kekuatan orang-orang itu lebih besar darinya. Mereka membawa Jonathan menjauh dari meja pers."Hana! Ini aku, Jonathan!" teriak Jonathan sembari berusaha melepaskan diri. "Hana!" Yang diteriaki malah membuang mukanya, tidak ingin menatap Jonathan."Hana!" Jonathan mengerahkan seluruh tenaganya. Namun, pria-pria berba
Semua mata tertuju pada wanita yang tengah melangkah masuk ke dalam gedung itu.Mata elangnya menatap lurus ke depan. Dengan langkah kaki yang tegas, ia tampak akan memakan semua orang yang menatap ke arahnya. Ia tampak tidak asing, tapi ekspresi dan penampilannya yang modis membuatnya tampak berbeda kali ini.Semua karyawan sangat terkejut dengan apa yang mereka lihat sekarang ini. Pimpinan mereka, Florentina Hana, yang selama ini diketahui telah menghilang dan dikabarkan meninggal tanpa sebab, ternyata masih hidup.Media menjadi heboh dengan kemunculan CEO Deloxa itu. Sebagian dari orang-orang yang berada di dalam gedung itu tampak takut, ada pula yang heboh dan segera mengabadikan momen itu lalu mengunggahnya ke sosial media.Hana melewati kerumunan manusia yang sedang memotret dirinya itu. Tatapan tajam ia lemparkan pada mereka. "Apa kalian ingin dipecat?" Para karyawan langsung berhenti mengambil gambar dan tampak menundukkan kepala."Saya aka
Jari-jari Jonathan meremas setir mobil dengan kuat. Ia tampak gelisah. Bayangan wanita yang melewatinya tadi sore benar - benar menghantui kepalanya. Mungkinkah Hana masih hidup? Lalu siapa wanita di peti yang ia tangisi itu? Ya, Tuhan … ini semua benar-benar gila!"Apa yang sedang papa Jonathan pikirkan?" tanya Axel di sampingnya.Jonathan menoleh, menatap anaknya itu. "Axel, apa kamu percaya dengan keajaiban?"Axel mengangkat alisnya, "Keajaiban?"Jonathan mengangguk."Hm. Axel percaya. Mama selalu mengatakan; tidak ada yang tidak mungkin selama Tuhan berkehendak," jawab anak itu polos.Jonathan terdiam beberapa saat. Lalu tiba-tiba ia berkata, "Apa Axel percaya jika mereka yang telah meninggal bisa hidup kembali?""Itu bisa saja, Papa.""Apa Axel percaya jika mama Hana telah meninggal?" tanya Jonathan lagi."Kenapa papa Jonathan tiba-tiba bertanya seperti itu?" sahut Axel penasaran.Jonathan menggeleng,
"Ada apa, Papa?" tanya Axel kepada Jonathan yang menggantungkan kalimatnya.Jonathan terkesiap. Ia menatap Axel, "Papa hanya … tadi ..." Ia menoleh lagi ke arah wanita itu. Dia berlari menjauh dari mereka. Wanita itu seperti sedang ketakutan. Apakah yang ia lihat barusan adalah hantu? Atau ia sedang bermimpi? Wajahnya benar-benar mirip.Tidak, itu pasti bukan Hana. Jonathan menggelengkan kepalanya. Ia pikir itu hanya halunasinya saja karena terlalu sering memikirkan Hana. Hana yang ia kenal telah meninggal."Papa Jonathan?"Jonathan tersadar dari lamunannya."Ada apa? Kenapa papa Jonathan hanya diam? Ayo kita pergi dari sini. Axel ingin pulang.""Axel," cegah Jonathan karena hendak berkata, "Axel tunggu sebentar di sini ya. Papa akan kembali lagi dalam lima menit." Usai berkata demikian Jonathan langsung berlari secepat mungkin mengejar jejak wanita tadi. Ia sudah kepalang penasaran.Jonathan berlari sembari mengedarkan matanya