Home / Romansa / Mencarimu dalam Bimbang / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Mencarimu dalam Bimbang: Chapter 21 - Chapter 30

45 Chapters

Tewnty First

Biasanya, Vania menatap atap kamar dengan tenang. Lambai lampu yang menyala membuatnya terus memperhatikannya. Namun, kini lain lagi yang ia lakukan. Atap kamar tak lagi ditatapnya. Kini, atap kamar itu berubah menjadi atap kehancuran. Vania menatap atap klinik dengan lekat. Tiada sarang laba-laba di sana. Sungguh, bersih sekali. Selain itu, warna putihnya tak terlihat putih, tapi menguning. Karena pandangannya luluh oleh rasa sakit. "Om.." Vania melirik David yang tertidur di sampingnya. David tak terbangun juga. Ia tertidur dengan begitu pulasnya. Vania menatap ke arah lain. Ia begitu haus melihat air yang ada dalam botol di atas meja pasien. Namun, tak dapat Vania raih. Vania menyerah dengan menunggu David terbangun. Hingga di jam berikutnya, David terbangun mendapati Vania melek sendirian. "Kenapa belum tidur?" tanya David yang baru saja terbangun. Ia mengucek matanya. "Gak apa-apa, Om. Vania ingin minum." Ucapnya sambil berusaha untuk
Read more

Twenty Second

Vania terbangun di sana. David mendapatinya sejak pukul tiga pagi. Mereka mengobrol kesana kemari. Sampai Vania terlihat cukup segar. Vania duduk dan minum. Sepertinya, ia cukup membaik"Om.." kata Vania."Kenapa?" tanya David."Kapan kita bisa pulang?" kata Vania sambil menunjukkan wajah sedihnya."Sebentar lagi kita bisa pulang, kamu mau makan dulu, sekarang?" kata David."Makan apa, Om?" tanya Vania."Roti mau enggak? Biar Om belikan." Ucap David."Boleh, Om." Vania tersenyum menatap pamannya."Sebentar, ya.. Om ke depan dulu beli roti." David mengusap-usap kening Vania.Vania mengangguk. Ia menunggu.David keluar klinik. Ia melihat lalu lalang kendaraan berjalan lancar. Ia mencari toko yang sudah buka. Hingga akhirnya pencariannya berlabuh di toko bercat hijau. Kaki David mengetuk lantainya. Ia melihat-lihat jajanan yang ada di rak dagangan. Ia mengambil 3 bungkus roti, 5 susu kotak rasa cokelat, dan satu pak kue marie untuk Va
Read more

Twenty Third

Vania masih tertidur di tempat tidurnya. Dia bernafas degan berat. Rintik kecil mengetuk genting rumah David. Vania tak jua terbangun. Ponselnya terus bergetar membiarkan gerimis terdengar samar. Rani yang mendapati hal tersebut mengintip ke dalam kamar, lalu masuk. Ia memeriksa ponsel milik Vania. Namun, urung saat melihat Vania menggerakkan kepalanya. "Tante.. mau minum." Kata Vania yang membuka matanya perlahan.Rani menoleh ke arah Vania. Tersenyum. Menyimpan kembali ponsel Vania. Lalu mengangguk. Rani beranjak keluar kamar dan kembali dengan membawakan segelas air putih yang masih hangat. "Tante simpan di sini airnya, ya?" kata Rani."Iya, Tan, terimakasih." Ucap Vania."Sama-sama." Ucap Rani sambil meninggalkan Vania.Vania menatap punggung istri sang paman. Ia melihat hal lain di sana. Entah apa. Vania tidak mengerti dengan penglihatannya. Vania mengucek matanya. Ada kotoran di pelupuk kerinduannya.Dingin menyusut di hamparan di
Read more

Twenty Fourth

Hari ini, rasanya keterlaluan sekali. Dinding lembab yang terbentang di sekeliling sisi kamar gadis itu tak membangunkan tidurnya. Aldy didapatinya sedang pergi dari percakapan sehari-harinya. Begitu pula Reno, ia pergi entah kemana. Tubuh Vania panas. Kulitnya putih pucat. Lalu Vania membuka matanya perlahan. Di pembaringannya, ia menatap atap kamar berubah menjadi gelap. Padahal, baru saja terlihat jelas oleh kedua matanya. "Ada apa ini?" gumamnya dalam hati.Dunia sungguh gelap. Ia tak dapat melihat apa pun yang nampak di hadapannya. Vania memejamkan matanya sejenak dan membukanya kembali. Namun, hasilnya tetap sama. Ia mendapati alam yang tiada setitik pun cahaya di sana. Vania bingung dengan apa yang kini ia rasakan."Tuhan.." ia meneteskan air matanya.Pikirnya, ia buta. Ia mencoba memanggil David, Rani, dan yang lainnya. Namun, tiada satupun diantara mereka yang terpaut pada suara gadis yang sedang mengeluh. Vania kembali memanggil mereka.
Read more

Twenty Five

Vania masih berbaring di klinik yang menjaganya. Ia tersudut oleh rasa sakit. Membuat hatinya lebih gundah dari biasanya. Vania merasa dirinya sangat terluka. Batinnya sedang sakit. Raganya pun terluka. Namun, tiada yang bisa dilakukannya. Ia tak berdaya melawan tantangan semesta."Van," seseorang memegang tangan Vania.Kedua mata Vania terbuka. Ia mendengar suara yang familiar dengan suara yang selalu terdengar. Senyumnya terlihat ramah. Vania berdebar melihatnya. "Sudah enakan?" katanya lagi.Vania mengatakan dirinya baik-baik saja. Namun, hanya dengan senyuman. Dan ia mengangguk"Sudah makan?" ia bertanya lagi.Vania menggelengkan kepalanya."Makan, yuk?" ajaknya.Vania kembali menggeleng. Ia meneteskan cintanya di sudut mata itu. "Kenapa? Kamu enggak mau sama aku?" tanyanya.Vania menangis tersedu di hadapan lelaki itu. Ia melihat bibir manis di wajah lelaki yang sedang ada di hadapannya. Matanya yang khas, membuat Va
Read more

Twenty dixth

Mengukir sore yang memetakan harapan ketika senja terlukis di langit yang cahayanya tak dapat dipetik.  Jemariku mengaduh pada keringat yang tiada henti mengucur begitu deras. Sungguh ku nantikan kesyahduan yang mungkin tak akan aku dapatkan.  Mataku menatap tajam sosok cantik yang berparas langit. Mengutuk hati yang menyimpan rasa kagum untuknya. Tak dapat ku hapus rasa yang membelenggu untuk seseorang yang sedang ada di hadapanku. Lagu dan suara yang membuat jantung berdegup syahdu hingga akalku dibebani dengan belenggu yang sulit terhapus. Bersama rindu yang mengantarku pada masa yang kian layu, hari-hariku penuh aksara yang membisu. Tak akan terselesaikan, sampai aku menemukan cerita yang teramat buntu, menggantung filu, dan menjaga rasa yang tersimpan dalam kalbu. Tersirat  dalam kegulitaan yang terkenang dalam hangatnya sebuah rasa, kesedihan-kesedihan selalu ku nikmati dalam kemayaan sebuah cinta dan kerinduan yang penuh dusta. &nb
Read more

Twenty seventh

Tiada lagi jawaban apapun yang dapat papi katakan pada perempuan yang meratapi nasib rumah tangganya. Suara malam seakan bersahutan dengan tangisan lembut seorang perempuan yang masih dalam dekapan. Suara jarum jam yang terus menghiasi tangisan, tak mengubah apapun untuk mengembalikan waktu pada masa yang dulu mereka lalui. Malam itu bagai kesengsaraan sang pendekar yang tersasar dan tak lagi ditemukan. Puisi-puisi yang terhidangkan dalam setiap masakan, kini tak berarti apa-apa untuk dicicipi kembali dalam wujud kelezatan. “Tinggalkan Andin atau Mami yang pergi?” Ucapan itu terdengar berbisik dalam keparauan suara dalam tangisan, seakan tak percaya dan tak terima atas apa yang tengah dilakukan laki-laki yang kini membiarkannya menikmati sebuah dekapan.“Tidak!” Ketegasan papi tak melepas pelukannya pada surga yang tengah berlinang air mata, menyesali pernikahannya dengan surga yang selama ini sang istri percaya untuk tin
Read more

Twenty fifth

Dua malaikat kecil yang hidup dalam ruang sempit di surga kedua. Dan kini mereka tengah menjadi malaikat yang sesungguhnya. Bersayap dan bercahaya, tampan dan sangat menawan, cantik dan sungguh menarik. Cinta yang ibu dapat dari kedua malaikat kecil itu adalah sebuah alasan, untuk bertahan dalam kekejaman cinta yang Ibu Andin dapatkan dapatkan dari sosok yang mereka dapat sebagai papa. “Saya terima nikah dan kawinnya Andini Williani binti Jonde William dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!” Ijab Kabul dalam kesederhanaan sebuah ruang, di tempat yang jauh letaknya dari rumah pertama. Masjid terbesar di tanah kelahiran surga kedua, berbanding sama luasnya dengan gereja yang dulu papi gunakan sebagai tempat berikrar sehidup semati dengan surga yang kini sedang memperhatikan dengkurannya. Dengan penuh cinta dan rasa bahagia, papi meninggalkan ikrarnya dengan membangun ruang baru di rumah yang berbeda dengan sebelumnya. Membangun cinta deng
Read more

Twenty fifth

Dua malaikat kecil yang hidup dalam ruang sempit di surga kedua. Dan kini mereka tengah menjadi malaikat yang sesungguhnya. Bersayap dan bercahaya, tampan dan sangat menawan, cantik dan sungguh menarik. Cinta yang ibu dapat dari kedua malaikat kecil itu adalah sebuah alasan, untuk bertahan dalam kekejaman cinta yang Ibu Andin dapatkan dapatkan dari sosok yang mereka dapat sebagai papa. “Saya terima nikah dan kawinnya Andini Williani binti Jonde William dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!” Ijab Kabul dalam kesederhanaan sebuah ruang, di tempat yang jauh letaknya dari rumah pertama. Masjid terbesar di tanah kelahiran surga kedua, berbanding sama luasnya dengan gereja yang dulu papi gunakan sebagai tempat berikrar sehidup semati dengan surga yang kini sedang memperhatikan dengkurannya. Dengan penuh cinta dan rasa bahagia, papi meninggalkan ikrarnya dengan membangun ruang baru di rumah yang berbeda dengan sebelumnya. Membangun cinta deng
Read more

Twenty fifth

Dua malaikat kecil yang hidup dalam ruang sempit di surga kedua. Dan kini mereka tengah menjadi malaikat yang sesungguhnya. Bersayap dan bercahaya, tampan dan sangat menawan, cantik dan sungguh menarik. Cinta yang ibu dapat dari kedua malaikat kecil itu adalah sebuah alasan, untuk bertahan dalam kekejaman cinta yang Ibu Andin dapatkan dapatkan dari sosok yang mereka dapat sebagai papa. “Saya terima nikah dan kawinnya Andini Williani binti Jonde William dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!” Ijab Kabul dalam kesederhanaan sebuah ruang, di tempat yang jauh letaknya dari rumah pertama. Masjid terbesar di tanah kelahiran surga kedua, berbanding sama luasnya dengan gereja yang dulu papi gunakan sebagai tempat berikrar sehidup semati dengan surga yang kini sedang memperhatikan dengkurannya. Dengan penuh cinta dan rasa bahagia, papi meninggalkan ikrarnya dengan membangun ruang baru di rumah yang berbeda dengan sebelumnya. Membangun cinta deng
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status