Home / Romansa / Suami Warisan / Chapter 151 - Chapter 160

All Chapters of Suami Warisan: Chapter 151 - Chapter 160

177 Chapters

150 - Napak Tilas

SUAMI WARISAN150 – Napak Tilas Cinta pertama Narendra memang Citra Prameswari, dia pikir kisah mereka akan bertahan selamanya.Namun Narendra tidak pernah mengucapkan kata cinta pada Citra.Di masa itu, mengucapkan kata cinta bagaikan hal yang tabu. Mereka disatukan oleh ikatan yang sakral, yang seringkali diikat bukan karena keinginanan pribadi.Ikatan antara Narendra dan Citra memang semestinya di mata masyarakat. Bahkan jika mereka tidak bersama, seakan itu adalah dosa.Narendra menerima hubungannya dengan Citra karena sepertinya salah jika menolak perjodohan itu. Lagipula dia masih terlalu muda dan naïve. Melihat calon istrinya yang datang dari keluarga bangsawan dan cantik sudah membuatnya puas ketika itu.Hidupnya memuaskan. Semua orang mengaguminya. Semua lelaki di Kerajaan iri padanya. Namun manusia tidak pernah merasa cukup.Terlalu sering menghabiskan waktu di Istana membuatnya jatuh cinta pa
Read more

151 - Terjebak di Masa Lalu

SUAMI WARISAN151 – Terjebak di Masa Lalu “Nyai, tunggu disini, saya akan mencari—”Narendra setengah merangkak menuju cerukan hendak berenang mencari merah delima yang hilang, namun Rengganis menahannya, “Jangan, Naren!”Perempuan itu memegangi Narendra dengan kedua tangannya, menahan lelaki itu agar tidak menceburkan diri ke cerukan “Kamu kecapekan, jangan memaksakan diri…”“Tapi ….”Rengganis menggeleng, “Lebih baik kita ke pondok, mengeringkan diri dan makan, Kang. Kamu perlu memulihkan diri dulu.”Narendra kelihatan bimbang, dia memandang permukaan air yang beriak. Berpikir dimana kira-kira dia bisa menemukan merah delima yang lenyap begitu saja.“Ayo.” Rengganis membantu Narendra bangkit dan memapah lelaki itu berjalan kembali ke pondok.Jalan Narendra tertatih-tatih, sebelah lengannya berada di pundak Re
Read more

152 - Barter

SUAMI WARISAN152 – Barter Hujan turun semalaman.Rengganis terbangun di dalam selimut bersama Narendra yang masih lelap. Dia menoleh dan tersenyum.Pagi ini begitu indah ketika dia membuka mata dan melihat wajah tampan suaminya.Rengganis mendekatkan dirinya dan memeluk Narendra. Suaminya itu merespons dengan mengecup keningnya. Walau matanya terpejam, Narendra menyadari tangan Rengganis yang memeluk pinggangnya. Dia balas merangkul perempuan itu dan bergumam, “Selamat pagi, Sayang…”“Pagi, Kang…” balas Rengganis manis.Telapak tangan Narendra meraba kulit punggung Rengganis yang telanjang. Semalam, di antara derasnya suara hujan, mereka kembali bercinta hingga pagi menjelang.“Perih?” tanya Narendra, merujuk pada selangkangan Rengganis. Tangannya menyusup ke dalam selimut dan meraba pusat Rengganis.“Sedikit,” balas Rengganis sambil mengg
Read more

153 - Istri Pinjaman

SUAMI WARISAN153 – Istri Pinjaman Di masa modern, Mahesa sedang khawatir dengan keberadaan Rengganis.Ponsel istrinya itu tidak bisa dihubungi.Tiga hari sudah lewat dan Mahesa belum bisa pulang karena terjebak oleh meeting yang tak berkesudahan.Dia mencoba menghubungi Rengganis; menelepon, mengirim pesan, mengirim email sampai DM di laman media sosialnya. Semuanya tak ada respons.Akhirnya Mahesa menempuh jalan terakhir, meminta bantuan keluarganya untuk mencari keberadaan Rengganis.“Ibu udah ke apartemen kamu, Nak. Tapi enggak ada yang bukain pintu.” Ibu menjawab telepon Mahesa pada suatu malam, suaranya terdengar khawatir karena menantu kesayangannya pun tak membalas pesannya “Hapenya mati.”“Iya, Bu. Makanya aku minta bantuan Ibu untuk cari Rengganis. Sekarang aku dalam perjalanan ke bandara.”“Hm, ya. Sebaiknya kamu segera pulang. Mamanya Rengganis jug
Read more

154 - Manusia Biasa

SUAMI WARISAN154 – Manusia Biasa “Oh, syukurlah kamu baik-baik saja!”Narendra mendorong Rengganis melewati pintu dan memeluk perempuan itu erat-erat.Dia melepaskan pelukannya kemudian menghujani Rengganis dengan ciuman-ciuman kecil di seluruh bagian wajahnya.Rengganis sempat terhenyak dengan serangan tiba-tiba dari Narendra, namun akhirnya dia menemukan suaranya dan bertanya, “Naren, apa yang terjadi? Kenapa aku bisa ada di sini?” tanya Rengganis yang tenggelam dalam pelukan Narendra.“Kita berhasil pulang, Nyai. Syukurlah saya berhasil membawa kita pulang dengan selamat.” Terdengar helaan napas lega yang bergema di dada Narendra.“Tapi kenapa begini?” Rengganis masih heran “kenapa aku enggak ingat kita pulang? Sekarang jam berapa? Hari apa? Tanggal berapa?”“Tenang, Nyai. Sebenarnya kita sempat hilang hampir seminggu, tapi saya bisa memut
Read more

155 - Dua Garis Biru

SUAMI WARISAN155 – Dua Garis Biru Papan jadwal penerbangan menunjukkan bahwa pesawat yang ditumpangi Mahesa sudah mendarat dengan selamat, yang artinya sebentar lagi Mahesa akan keluar dari gerbang kedatangan setelah klaim bagasi.Rengganis menunggu dengan harap-harap cemas di antara kerumunan orang-orang yang menunggu dan menjemput teman, sanak saudara, keluarga atau pasangan mereka di gerbang kedatangan.Matanya mencari-cari sosok suaminya di antara banyaknya manusia yang keluar dari gerbang, tangannya memegang sebuah papan yang disiapkannya sebelumnya. Rengganis berinisiatif untuk menjemput Mahesa tanpa sepengetahuan suaminya, sengaja hendak memberi kejutan.Namun, tunggu punya tunggu, Mahesa belum juga kelihatan batang hidungnya.Rengganis jadi gelisah, berkali-kali dia memastikan jadwal penerbangan yang dilihatnya tidak salah, berkali-kali juga dia mengamati satu per satu orang yang lewat depannya. Detik berganti me
Read more

156 - Pertanda

SUAMI WARISAN156 – Pertanda “RENGGANIS HAMIL!”Mahesa berteriak di telepon pada ibunya. Terdengar jeritan memekikkan telinga sebagai respon dari seberang telepon.Mahesa terbahak, terdengar puas dan bahagia “YES! Bu, apa kubilang, kalau kita sabar, kita akan mendapatkan berkah yang tidak terduga!”“Oh… ya, ya, Sayang! Syukurlah…! Gimana Ganis sekarang? Morning sickness?” tanya Ibu berapi-api. Beliau memberi gestur pada ayah Mahesa yang baru saja datang.“Ada apa?” tanya Ayah heran melihat istrinya tertawa sampai hampir menangis.Ibu menyerahkan ponselnya pada suaminya dan berbisik, “Mahesa punya berita besar buat kita…”“Huh?” Ayah menerima ponsel dan bertanya pada Mahesa, “Ya, Mahesa. Ada berita apa sampai ibumu nangis begini?”Mahesa tertawa pelan, “Ah, Ayah… Rengganis hamil, Yah.&r
Read more

157 - Garis Keturunan

SUAMI WARISAN157 – Garis Keturunan “Naren …. Mmmm…. Mmmhhh…” Rengganis menggeliat berusaha melepaskan diri dari pelukan dan ciuman panas Narendra yang langsung menyerangnya begitu mereka aman berada di dalam apartemennya.Selama beberapa saat keduanya langsung bercumbu mesra begitu bertemu. Narendra tak henti-hentinya menghujani Rengganis dengan kecupan-kecupan di sekujur tubuhnya. Belum sampai sepuluh menit Rengganis di apartemen itu, pakaiannya sudah jatuh ke lantai.“Ya Tuhan…” Rengganis meremas sprei, matanya terpejam kuat-kuat ketika dia meringis, merasakan kehebatan lidah Narendra yang sedang menggodanya di bawah sana “Stop, Naren… akh! Yes! Oh, My God! Naren, please… stop… ahhh~ yes, yes… mmmmhhhh… Naren!”Rengganis tidak bisa memutuskan apakah dia benar-benar ingin Narendra berhenti mencumbunya atau dia ingin lelaki itu te
Read more

158 - Dekap Harap

SUAMI WARISAN158 – Dekap Harap  Suasana di rumah sakit selalu membuat Narendra gelisah.Kehidupan dan kematian terasa dekat di sini.Di satu ruangan, ada yang menangisi keluarganya yang meninggal, di ruangan lainnya orang berseru girang atas kelahiran bayi mungil yang memberi harapan.Kali ini, Narendra merasa tambahan emosi yang belum pernah dirasakannya. Harapan yang menggebu bertabrakan dengan logika dan ketidak-mungkinan yang selama ini diyakininya.“Minum?” Rengganis datang sambil menyodorkan sebotol air mineral pada Narendra.Lelaki itu menerimanya dengan lesu. Ekspresinya dengan mudah terbaca oleh Rengganis, “Dokternya sudah datang, sebentar lagi pasti dipanggil.”Narendra hanya mengangguk, botol air mineralnya dipeganginya tanpa berselera untuk minum.Tangan Rengganis terasa di atas punggungnya, mengusap-usapnya perlahan, menenangkan Narendra yang kelihata
Read more

159 - Hidup Tanpa Rasa Takut

SUAMI WARISAN159 – Hidup Tanpa Rasa Takut “Tidak ada masalah, semuanya baik-baik saja, Pak Narendra. Anda sehat ….”Rengganis menoleh pada Narendra yang duduk di sebelahnya menghadap dokter. Lelaki itu pias, tercengang dengan kalimat dokter, ekspresinya campur aduk, tak bisa terbaca bahkan oleh Rengganis sendiri.“Naren?” Rengganis meraih tangan Narendra di atas lututnya. Kulitnya lembab diselimuti selapis es.“Pak Narendra, anda baik-baik saja?” tanya Dokter yang kelihatan khawatir dengan kondisi mental pasiennya.“Ah ….” Hanya itu kata yang mampu terucap dari bibir Narendra yang kering.Rengganis meremas tangannya di bawah meja, dia tersenyum pada dokter dan bertanya lagi, “Bisa dijelaskan sekali lagi, Dok?”Dokter berdeham kemudian melirik pada layar komputer yang menampilkan hasil pemeriksaan lab yang dilakukan Narendra beberapa h
Read more
PREV
1
...
131415161718
DMCA.com Protection Status