Beranda / Romansa / Suami Warisan / 156 - Pertanda

Share

156 - Pertanda

Penulis: Serafina
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

SUAMI WARISAN

156 – Pertanda

“RENGGANIS HAMIL!”

Mahesa berteriak di telepon pada ibunya. Terdengar jeritan memekikkan telinga sebagai respon dari seberang telepon.

Mahesa terbahak, terdengar puas dan bahagia “YES! Bu, apa kubilang, kalau kita sabar, kita akan mendapatkan berkah yang tidak terduga!”

“Oh… ya, ya, Sayang! Syukurlah…! Gimana Ganis sekarang? Morning sickness?” tanya Ibu berapi-api. Beliau memberi gestur pada ayah Mahesa yang baru saja datang.

“Ada apa?” tanya Ayah heran melihat istrinya tertawa sampai hampir menangis.

Ibu menyerahkan ponselnya pada suaminya dan berbisik, “Mahesa punya berita besar buat kita…”

“Huh?” Ayah menerima ponsel dan bertanya pada Mahesa, “Ya, Mahesa. Ada berita apa sampai ibumu nangis begini?”

Mahesa tertawa pelan, “Ah, Ayah… Rengganis hamil, Yah.&r

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Suami Warisan   157 - Garis Keturunan

    SUAMI WARISAN157 – Garis Keturunan“Naren …. Mmmm…. Mmmhhh…” Rengganis menggeliat berusaha melepaskan diri dari pelukan dan ciuman panas Narendra yang langsung menyerangnya begitu mereka aman berada di dalam apartemennya.Selama beberapa saat keduanya langsung bercumbu mesra begitu bertemu. Narendra tak henti-hentinya menghujani Rengganis dengan kecupan-kecupan di sekujur tubuhnya. Belum sampai sepuluh menit Rengganis di apartemen itu, pakaiannya sudah jatuh ke lantai.“Ya Tuhan…” Rengganis meremas sprei, matanya terpejam kuat-kuat ketika dia meringis, merasakan kehebatan lidah Narendra yang sedang menggodanya di bawah sana “Stop, Naren… akh! Yes! Oh, My God! Naren, please… stop… ahhh~ yes, yes… mmmmhhhh… Naren!”Rengganis tidak bisa memutuskan apakah dia benar-benar ingin Narendra berhenti mencumbunya atau dia ingin lelaki itu te

  • Suami Warisan   158 - Dekap Harap

    SUAMI WARISAN158 – Dekap HarapSuasana di rumah sakit selalu membuat Narendra gelisah.Kehidupan dan kematian terasa dekat di sini.Di satu ruangan, ada yang menangisi keluarganya yang meninggal, di ruangan lainnya orang berseru girang atas kelahiran bayi mungil yang memberi harapan.Kali ini, Narendra merasa tambahan emosi yang belum pernah dirasakannya. Harapan yang menggebu bertabrakan dengan logika dan ketidak-mungkinan yang selama ini diyakininya.“Minum?” Rengganis datang sambil menyodorkan sebotol air mineral pada Narendra.Lelaki itu menerimanya dengan lesu. Ekspresinya dengan mudah terbaca oleh Rengganis, “Dokternya sudah datang, sebentar lagi pasti dipanggil.”Narendra hanya mengangguk, botol air mineralnya dipeganginya tanpa berselera untuk minum.Tangan Rengganis terasa di atas punggungnya, mengusap-usapnya perlahan, menenangkan Narendra yang kelihata

  • Suami Warisan   159 - Hidup Tanpa Rasa Takut

    SUAMI WARISAN159 – Hidup Tanpa Rasa Takut“Tidak ada masalah, semuanya baik-baik saja, Pak Narendra. Anda sehat ….”Rengganis menoleh pada Narendra yang duduk di sebelahnya menghadap dokter. Lelaki itu pias, tercengang dengan kalimat dokter, ekspresinya campur aduk, tak bisa terbaca bahkan oleh Rengganis sendiri.“Naren?” Rengganis meraih tangan Narendra di atas lututnya. Kulitnya lembab diselimuti selapis es.“Pak Narendra, anda baik-baik saja?” tanya Dokter yang kelihatan khawatir dengan kondisi mental pasiennya.“Ah ….” Hanya itu kata yang mampu terucap dari bibir Narendra yang kering.Rengganis meremas tangannya di bawah meja, dia tersenyum pada dokter dan bertanya lagi, “Bisa dijelaskan sekali lagi, Dok?”Dokter berdeham kemudian melirik pada layar komputer yang menampilkan hasil pemeriksaan lab yang dilakukan Narendra beberapa h

  • Suami Warisan   160 - Bermain dengan Dosa

    SUAMI WARISAN160 – Bermain dengan Dosa-Beberapa bulan kemudian-Seringkali ketika mencinta, kita lupa akan logika.Begitu pun dengan Rengganis.Pernikahannya dengan Mahesa perlahan namun pasti menukik tajam walaupun ada jabang bayi di kandungannya. Dia tak lagi antusias setiap kali Mahesa mengajaknya untuk bermesraan.Rengganis mendambakan Narendra, walau setiap malam dia tidur satu ranjang dengan suaminya sendiri. Suami yang dinikahinya secara sah di depan keluarga dan temannya.Dan dia mempunyai keyakinan bahwa bayi dalam kandungannya adalah bayi Narendra.“Aku keji, bukan?” tanyanya suatu kali pada Sarah yang duduk di hadapannya di salah satu restoran Italia di Jakarta.Restoran Madre pilihan Sarah yang sedang hamil besar dan mengidam makan Lemon Chicken Piccata dari Chef ganteng asli Italia itu. Sarah menyedot minumannya dengan suara keras, perempuan itu kembali ke Jaka

  • Suami Warisan   161 - Musuh dalam Selimut

    SUAMI WARISAN161 – Musuh dalam SelimutMahesa mengorek telinganya yang mendadak terasa gatal.Ugh, seperti ada yang berdenging di dalam rongga telinganya. Sekali lagi dia mengecek jam tangannya, mereka terlambat sepuluh menit.Namun Mahesa tidak marah karena Jeno sudah mengiriminya pesan bahwa mereka terjebak kemacetan.Mahesa kembali memusatkan perhatiannya pada tablet di atas meja. Lagi-lagi email dari perempuan Jepang itu kembali mengusik hari juga hatinya. Mahesa memandangi email yang belum dia baca.Setelah kepulangannya dari Jepang, Ayumi dan dirinya jadi makin sering berkirim pesan. Bukan hanya berdiskusi mengenai pekerjaan, namun hal yang lainnya. Bahkan, mereka saling memfollow akun media sosial masing-masing.Mahesa berpikir bahwa hubungannya dengan Ayumi masih dalam batas normal. Walaupun mereka sering bercakap lewat aplikasi perpesanan, topik pembicaraan mereka tidak sampai kelewat batas. Mereka tidak

  • Suami Warisan   162 - Tak Terjangkau

    SUAMI WARISAN162 – Tak Terjangkau“Aku udah nitipin kamu ke Narendra, kalau ada apa-apa, kamu minta tolong dia aja ….”Rengganis yang sedang mengoles mentega di atas selembar roti tawar menoleh pada Mahesa. Tengah malam begini, dia mengidam makan roti bakar sementara suaminya itu baru pulang kantor.Dasi yang melilit di lehernya seharian ini terlempar ke udara, melayang sejenak kemudian jatuh di atas lengan sofa. Mahesa menghempaskan dirinya di atas sofa dan mengembuskan napas. Tangannya meraih remote TV, mengganti channel sesuka hati.“Kenapa?” tanya Rengganis, dia menaruh roti yang setengah jadi di atas piring. Suaranya terdengar waspada, namun Mahesa sama sekali tidak sadar dengan perubahan mood istrinya.“Besok ngedadak aku harus pergi ke Kyoto. Ibu sama Ayah lagi ke Makassar, kondangan anak kawan lama Ayah dulu waktu di Birmingham.” Mahesa memijit-mijit pangkal hidungnya &l

  • Suami Warisan   163 - Calon Orang Tua

    SUAMI WARISAN163 – Calon Orang TuaRengganis tidak tahan lagi.Dia sudah bosan menunggu, muak didera rasa takut dan perasaan bersalah. Rindunya pun sudah tak tertahankan.Jadi begitu Mahesa terbang ke Kyoto, keesokan harinya Rengganis langsung pergi ke kantor agensi, kebetulan di pintu masuk dia berpapasan dengan Jeno, manajer talent yang mengurus Narendra.“Ha …. Halo Bos. Eh, Nyonya Bos.” sapanya dengan mata membelalak melihat kehadiran Rengganis yang tak terduga. Apalagi semua orang tau kalau sang Bos Besar tidak ada di kantor sekarang.Rengganis tersenyum menyapa Jeno dan bertanya, “Hai, apa kabar, Jeno? Narendra ada?”Bahkan Rengganis tidak malu-malu bertanya keberadaan lelaki yang bukan suaminya – setidaknya semua orang tidak tau hubungan mereka berdua jauh sebelum pertemuannya dengan Mahesa.“Oh, ada di lounge, lagi interview.”“Interview?

  • Suami Warisan   164 - Pengkhianatan

    SUAMI WARISAN 164 – Pengkhianatan Hal yang paling menyedihkan dari pengkhianatan adalah, pengkhianatan tidak pernah datang dari musuhmu. Pengkhianatan selalu datang dari orang terdekatmu; orang yang kamu percaya, yang kamu pikir setia. Matahari masih bersinar malu-malu ketika Mahesa melangkah keluar dari bandara, dia celingukan sebentar, mencari penampakan mobilnya yang dikendarai supir. Sebuah Mercy mengkilap berhenti tak jauh darinya. Seorang lelaki bergegas keluar menghampirinya, “Selamat pagi, Pak.” sapa sang supir pada majikannya. “Hai, pagi. Tolong masukin ke bagasi, ya.” Mahesa mengerling pada trolinya. Supir mengangguk, dia tergopoh-gopoh membukakan pintu untuk Mahesa kemudian mengangkat barang bawaan dari troli. Mahesa masuk ke dalam mobil, sedikit bergidik oleh perbedaan udara dan dinginnya AC. Dia merapatkan jaketnya kemudian bersin sekali. Ah, sepertinya dia kena flu. Semoga saja ada obat di r

Bab terbaru

  • Suami Warisan   SEKUEL SUAMI WARISAN

    KEKASIH AKHIR PEKAN Sekuel of Suami Warisan by Serafina Di umurnya yang telah menginjak angka 25 tahun, Sasikirana belum pernah pacaran. Dulu dia bersekolah di rumah karena sering berpindah-pindah hingga membuatnya kesulitan untuk bersosialisasi. Namun sekarang, Sasi seorang kurator galeri seni yang andal. Suatu hari, Sasi diminta Direktur Galeri untuk membuat pameran seorang pelukis misterius. Sasi berhasil menemukan alamatnya di pedesaan yang terpencil. Di sana dia bertemu sang pelukis. Tak disangka, di pertemuan pertama mereka, lelaki itu malah menawarinya untuk jadi kekasihnya setiap akhir pekan. Apakah Sasi menerima tawarannya? “Aku tau kamu kesepian, aku juga. Jadi maukah kamu jadi kekasihku setiap akhir pekan?” -SNIPPET KEKASIH AKHIR PEKAN- “Aku tau kamu kesepian, aku juga. Jadi maukah kamu menjadi kekasihku setiap akhir pekan?” Sasi memandang lelaki yang berdiri di ha

  • Suami Warisan   175 - Sailendra [TAMAT]

    SUAMI WARISAN 175 – Sailendra [TAMAT] -EMPAT TAHUN KEMUDIAN- Diri kita bisa pulih sekaligus merasa hancur di waktu yang bersamaan. Pulih adalah perjalanan yang melibatkan penerimaan atas diri selagi kita hancur, berbenah kemudian membangun kembali diri kita. Waktu menjadi satu-satunya obat bagi Rengganis. Menit berganti jam, kemudian hari berubah jadi minggu sampai tak terasa tiga tahun sudah berlalu. Bayi mungil itu kini tumbuh menjadi balita yang menggemaskan. Celotehannya menceriakan ruangan, derap langkah kakinya menggemakan keriuhan yang hanya berjeda ketika dia memejamkan mata. “Gimana kabarnya?” pertanyaan itu tidak pernah alpa ditanyakan Mahesa setiap kali dia menelepon Rengganis. “Baik.” Rengganis tersenyum sambil melirik lelaki kecilnya yang berlarian di sekeliling ruangan “makasih kadonya, ya. Dia seneng banget…” Terdengar tawa Mahesa di seberang telepon, “Ya, begitu liha

  • Suami Warisan   174 - Lembaran Baru

    SUAMI WARISAN 174 – Lembaran Baru Gemuruh guntur terdengar di kejauhan. Kilatan cahaya memantul di atas kaca jendela. Rengganis buru-buru menutup tirai jendela, udara terasa pengap ketika awan hitam menggumpal di atas langit Jakarta. Bayinya terbangun, matanya yang bulat mengerjap-ngerjap sementara badannya bergerak-gerak gelisah. Rengganis tersenyum kemudian mengangkat bayinya dari boks “Cup, cup, Sayang …. Kaget, ya?” Bayinya tak banyak menangis. Hanya sesekali gelisah dan merengek ketika popoknya basah. Dia begitu tenang, begitu mirip dengan ayahnya. Rengganis menimang-nimang bayinya, matanya lekat memandangi setiap inci wajah bayi lelaki yang paling tampan itu. Semakin dilihat, semakin terlihat jelas kemiripan antara buah hatinya dan Narendra. Hidungnya …. Matanya …. Caranya menatap mengingatkannya pada lelaki itu. Bayi yang baru berusia beberapa bulan itu bagaikan pinang dibelah dua dengan lelaki yan

  • Suami Warisan   173 - Terputus Kutukan

    SUAMI WARISAN173 – Terputus KutukanMak Saadah yang sudah renta masih mampu naik ke gunung untuk mencari kayu bakar. Tubuhnya yang kurus terbakar matahari tidak pernah meninggalkan gunung yang selama ini menjadi sumber penghidupannya.Walaupun anak-anaknya kerap kali mengingatkan untuk berhenti mencari kayu bakar karena di rumah sudah ada kompor gas, namun Mak Saadah tidak menghiraukan omongan anak-anaknya. Ada kesenangan sendiri berada di hutan gunung.Hidup di desa yang berubah sangat cepat membuat Mak Saadah kewalahan. Cucu-cucunya tidak mau diajak ke kebun apalagi ke hutan, mereka lebih senang diam di rumah dengan hapenya, bermain game dan marah-marah jika kuotanya habis.Daripada pusing mendengar cucu dan menantunya bertengkar soal kuota internet yang tak dimengerti olehnya, Mak Saadah memilih pergi ke hutan. Perasaannya mengatakan bahwa di sana ada sesuatu yang sedang menunggunya.“Mau kemana, Mak?” tan

  • Suami Warisan   172 - Perpisahan dan Kebenaran

    SUAMI WARISAN 172 – Perpisahan & Kebenaran Tak pernah sekalipun terlintas dalam benak Rengganis – begitu pun dengan orang tuanya – bahwa dia akan bercerai secepat ini, padahal pernikahan mereka masih seumur jagung. “Tapi masih mending lu, Kak. Daripada Kim Kardashian yang cuma nikah 72 hari.” Maya berusaha membesarkan hati Rengganis, namun tidak mempan. Rengganis masih mellow. Dulu dia memang berniat untuk menceraikan Mahesa dan memilih Narendra, namun sekarang Narendra tak tentu rimbanya. Dia ingin marah, namun tidak tau diarahkan kemana amarahnya itu. Sejak kepulangannya dari RS, kemudian tinggal kembali di kamarnya, tak sehari pun Rengganis melewatkan sehari tanpa menangis. Papa dan Mama jadi serba salah. Mereka sudah berusaha menghibur Rengganis, namun masih suka mendengar isak lirih anaknya itu di malam hari. Walau pada pagi dan siang harinya Rengganis bisa menutupi kesedihannya, tapi di malam ya

  • Suami Warisan   171 - Binasa

    SUAMI WARISAN171 – Binasa-FLASHBACK-Mobil yang dikendarai Narendra seolah tidak punya rem. Lelaki itu melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, terburu-buru seperti dikejar setan.Dia keluar dari rumah sakit, terus masuk ke tol kemudian ngebut menuju hutan. Menurunkan kecepatan jika lalu lintas padat, namun setiap ada kesempatan, Narendra terus menginjak gas.Sang Akang baru berhenti ketika sampai di depan rumah warisan.Lelaki itu masuk ke dalam rumah, menaruh beberapa barang di kamarnya, kemudian kembali melanjutkan perjalanan.Kali ini dia pergi menuju hutan. Masuk ke dalam, terus ke tengah, meleburkan diri di antara rapatnya pepohonan. Tanpa bekal, tanpa persiapan. Hanya baju yang melekat di badan.Ingatannya yang masih segar menjadi modalnya untuk menyusuri jalan setapak yang dahulu mudah dia susuri. Sekarang, setelah kekuatannya menghilang, Narendra hampir kehabisan napas untuk mencapai tujuan.

  • Suami Warisan   170 - Hiduplah, Berbahagialah

    SUAMI WARISAN170 – Hiduplah, Berbahagialah Beberapa saat yang lalu, di ruang operasi ….Sekelompok orang yang terdiri dari dokter utama, dokter anestesi, asisten dan perawat mengelilingi meja operasi.Tubuh Rengganis tergolek di atasnya. Tak sadarkan diri namun sedang berjuang untuk melahirkan bayinya.Sementara itu di balik kaca jendela, berdesakan dokter-dokter muda yang menonton proses kelahiran. Mereka mengamati setiap tindakan dengan cermat, tak lupa mencatat untuk laporan.Semua orang gugup, juga bersemangat.“Coba perhatikan tekanan darahnya, kelihatannya normal, kaya orang tidur gitu, ya?” bisik seorang calon dokter spesialis, dia menyenggol temannya agar melihat angka yang menunjukkan tekanan darah Rengganis.“Iya, luar biasa. Kekuatan seorang perempuan yang melewati masa kritis kemudian melahirkan dalam keadaan koma. Ini jarang banget di Indonesia!”&ld

  • Suami Warisan   169 - Kelahiran

    SUAMI WARISAN 169 – Kelahiran -Beberapa Bulan Kemudian- “Pa, uangnya masih ada untuk biaya lahiran Rengganis?” tanya Mama dengan suara khawatir. Papa yang baru saja masuk ke kamar dengan handuk terlilit di pinggangnya mengangguk, “Masih banyak. Cukup untuk biaya Rengganis lahiran dan biaya hidup mereka.” Terdengar helaan napas lega dari Mama yang duduk di atas ranjang. Di sekitarnya tersebar tagihan rumah sakit, laptop dan kalkulator. Mama sedang sibuk menghitung biaya rumah sakit Rengganis dan biaya hidup mereka. “Untung saja si Narendra ini ngasih uang ya, Pa. Kalau enggak, aduh… Mama enggak tau apa jadinya nasib Rengganis sama bayinya.” Mama membetulkan letak kacamatanya kemudian menyipit memandang layar monitor laptop “ini gimana sih bikin rumusnya?” Papa membuka pintu lemari untuk mengambil baju. Pikirannya melayang kembali pada peristiwa sepeninggal Narendra. Kondisi Rengganis

  • Suami Warisan   168 - Satu Menit Saja

    SUAMI WARISAN 168 – Satu Menit Saja Sepeninggal Papa, Narendra menunggu dengan jantung berdebar sampai waktu bezuk tiba. Dia duduk di kursi panjang, terpisah dari orang-orang yang juga menunggui anggota keluarga mereka yang dirawat di ICU. Lelaki itu tertunduk memandang kedua tangannya di atas lutut. Matanya terpejam sementara bibirnya komat-komit. Pak Wawan yang penasaran dengan sosok lelaki yang terasa familiar itu tidak bisa lepas memandangi Narendra. Lelaki paruh baya yang mendengar cerita mengenai keributan tempo hari yang melibatkan keluarga Rengganis dan Narendra, tidak habis pikir kenapa lelaki yang bukan suami wanita yang terbaring koma di ICU itu bertahan terus di RS sementara lelaki yang katanya suaminya malah datang dan pergi dengan penampilan perlente. Seakan tenang-tenang saja dengan keadaan istrinya yang sedang koma. “Sepertinya cerita mereka lebih daripada perselingkuhan biasa…” gumam Pak Wawan tanpa sada

DMCA.com Protection Status