SUAMI WARISAN
150 – Napak Tilas
Cinta pertama Narendra memang Citra Prameswari, dia pikir kisah mereka akan bertahan selamanya.
Namun Narendra tidak pernah mengucapkan kata cinta pada Citra.
Di masa itu, mengucapkan kata cinta bagaikan hal yang tabu. Mereka disatukan oleh ikatan yang sakral, yang seringkali diikat bukan karena keinginanan pribadi.
Ikatan antara Narendra dan Citra memang semestinya di mata masyarakat. Bahkan jika mereka tidak bersama, seakan itu adalah dosa.
Narendra menerima hubungannya dengan Citra karena sepertinya salah jika menolak perjodohan itu. Lagipula dia masih terlalu muda dan naïve. Melihat calon istrinya yang datang dari keluarga bangsawan dan cantik sudah membuatnya puas ketika itu.
Hidupnya memuaskan. Semua orang mengaguminya. Semua lelaki di Kerajaan iri padanya. Namun manusia tidak pernah merasa cukup.
Terlalu sering menghabiskan waktu di Istana membuatnya jatuh cinta pa
SUAMI WARISAN151 – Terjebak di Masa Lalu“Nyai, tunggu disini, saya akan mencari—”Narendra setengah merangkak menuju cerukan hendak berenang mencari merah delima yang hilang, namun Rengganis menahannya, “Jangan, Naren!”Perempuan itu memegangi Narendra dengan kedua tangannya, menahan lelaki itu agar tidak menceburkan diri ke cerukan “Kamu kecapekan, jangan memaksakan diri…”“Tapi ….”Rengganis menggeleng, “Lebih baik kita ke pondok, mengeringkan diri dan makan, Kang. Kamu perlu memulihkan diri dulu.”Narendra kelihatan bimbang, dia memandang permukaan air yang beriak. Berpikir dimana kira-kira dia bisa menemukan merah delima yang lenyap begitu saja.“Ayo.” Rengganis membantu Narendra bangkit dan memapah lelaki itu berjalan kembali ke pondok.Jalan Narendra tertatih-tatih, sebelah lengannya berada di pundak Re
SUAMI WARISAN152 – BarterHujan turun semalaman.Rengganis terbangun di dalam selimut bersama Narendra yang masih lelap. Dia menoleh dan tersenyum.Pagi ini begitu indah ketika dia membuka mata dan melihat wajah tampan suaminya.Rengganis mendekatkan dirinya dan memeluk Narendra. Suaminya itu merespons dengan mengecup keningnya. Walau matanya terpejam, Narendra menyadari tangan Rengganis yang memeluk pinggangnya. Dia balas merangkul perempuan itu dan bergumam, “Selamat pagi, Sayang…”“Pagi, Kang…” balas Rengganis manis.Telapak tangan Narendra meraba kulit punggung Rengganis yang telanjang. Semalam, di antara derasnya suara hujan, mereka kembali bercinta hingga pagi menjelang.“Perih?” tanya Narendra, merujuk pada selangkangan Rengganis. Tangannya menyusup ke dalam selimut dan meraba pusat Rengganis.“Sedikit,” balas Rengganis sambil mengg
SUAMI WARISAN153 – Istri PinjamanDi masa modern, Mahesa sedang khawatir dengan keberadaan Rengganis.Ponsel istrinya itu tidak bisa dihubungi.Tiga hari sudah lewat dan Mahesa belum bisa pulang karena terjebak oleh meeting yang tak berkesudahan.Dia mencoba menghubungi Rengganis; menelepon, mengirim pesan, mengirim email sampai DM di laman media sosialnya. Semuanya tak ada respons.Akhirnya Mahesa menempuh jalan terakhir, meminta bantuan keluarganya untuk mencari keberadaan Rengganis.“Ibu udah ke apartemen kamu, Nak. Tapi enggak ada yang bukain pintu.” Ibu menjawab telepon Mahesa pada suatu malam, suaranya terdengar khawatir karena menantu kesayangannya pun tak membalas pesannya “Hapenya mati.”“Iya, Bu. Makanya aku minta bantuan Ibu untuk cari Rengganis. Sekarang aku dalam perjalanan ke bandara.”“Hm, ya. Sebaiknya kamu segera pulang. Mamanya Rengganis jug
SUAMI WARISAN154 – Manusia Biasa“Oh, syukurlah kamu baik-baik saja!”Narendra mendorong Rengganis melewati pintu dan memeluk perempuan itu erat-erat.Dia melepaskan pelukannya kemudian menghujani Rengganis dengan ciuman-ciuman kecil di seluruh bagian wajahnya.Rengganis sempat terhenyak dengan serangan tiba-tiba dari Narendra, namun akhirnya dia menemukan suaranya dan bertanya, “Naren, apa yang terjadi? Kenapa aku bisa ada di sini?” tanya Rengganis yang tenggelam dalam pelukan Narendra.“Kita berhasil pulang, Nyai. Syukurlah saya berhasil membawa kita pulang dengan selamat.” Terdengar helaan napas lega yang bergema di dada Narendra.“Tapi kenapa begini?” Rengganis masih heran “kenapa aku enggak ingat kita pulang? Sekarang jam berapa? Hari apa? Tanggal berapa?”“Tenang, Nyai. Sebenarnya kita sempat hilang hampir seminggu, tapi saya bisa memut
SUAMI WARISAN155 – Dua Garis BiruPapan jadwal penerbangan menunjukkan bahwa pesawat yang ditumpangi Mahesa sudah mendarat dengan selamat, yang artinya sebentar lagi Mahesa akan keluar dari gerbang kedatangan setelah klaim bagasi.Rengganis menunggu dengan harap-harap cemas di antara kerumunan orang-orang yang menunggu dan menjemput teman, sanak saudara, keluarga atau pasangan mereka di gerbang kedatangan.Matanya mencari-cari sosok suaminya di antara banyaknya manusia yang keluar dari gerbang, tangannya memegang sebuah papan yang disiapkannya sebelumnya. Rengganis berinisiatif untuk menjemput Mahesa tanpa sepengetahuan suaminya, sengaja hendak memberi kejutan.Namun, tunggu punya tunggu, Mahesa belum juga kelihatan batang hidungnya.Rengganis jadi gelisah, berkali-kali dia memastikan jadwal penerbangan yang dilihatnya tidak salah, berkali-kali juga dia mengamati satu per satu orang yang lewat depannya. Detik berganti me
SUAMI WARISAN156 – Pertanda“RENGGANIS HAMIL!”Mahesa berteriak di telepon pada ibunya. Terdengar jeritan memekikkan telinga sebagai respon dari seberang telepon.Mahesa terbahak, terdengar puas dan bahagia “YES! Bu, apa kubilang, kalau kita sabar, kita akan mendapatkan berkah yang tidak terduga!”“Oh… ya, ya, Sayang! Syukurlah…! Gimana Ganis sekarang? Morning sickness?” tanya Ibu berapi-api. Beliau memberi gestur pada ayah Mahesa yang baru saja datang.“Ada apa?” tanya Ayah heran melihat istrinya tertawa sampai hampir menangis.Ibu menyerahkan ponselnya pada suaminya dan berbisik, “Mahesa punya berita besar buat kita…”“Huh?” Ayah menerima ponsel dan bertanya pada Mahesa, “Ya, Mahesa. Ada berita apa sampai ibumu nangis begini?”Mahesa tertawa pelan, “Ah, Ayah… Rengganis hamil, Yah.&r
SUAMI WARISAN157 – Garis Keturunan“Naren …. Mmmm…. Mmmhhh…” Rengganis menggeliat berusaha melepaskan diri dari pelukan dan ciuman panas Narendra yang langsung menyerangnya begitu mereka aman berada di dalam apartemennya.Selama beberapa saat keduanya langsung bercumbu mesra begitu bertemu. Narendra tak henti-hentinya menghujani Rengganis dengan kecupan-kecupan di sekujur tubuhnya. Belum sampai sepuluh menit Rengganis di apartemen itu, pakaiannya sudah jatuh ke lantai.“Ya Tuhan…” Rengganis meremas sprei, matanya terpejam kuat-kuat ketika dia meringis, merasakan kehebatan lidah Narendra yang sedang menggodanya di bawah sana “Stop, Naren… akh! Yes! Oh, My God! Naren, please… stop… ahhh~ yes, yes… mmmmhhhh… Naren!”Rengganis tidak bisa memutuskan apakah dia benar-benar ingin Narendra berhenti mencumbunya atau dia ingin lelaki itu te
SUAMI WARISAN158 – Dekap HarapSuasana di rumah sakit selalu membuat Narendra gelisah.Kehidupan dan kematian terasa dekat di sini.Di satu ruangan, ada yang menangisi keluarganya yang meninggal, di ruangan lainnya orang berseru girang atas kelahiran bayi mungil yang memberi harapan.Kali ini, Narendra merasa tambahan emosi yang belum pernah dirasakannya. Harapan yang menggebu bertabrakan dengan logika dan ketidak-mungkinan yang selama ini diyakininya.“Minum?” Rengganis datang sambil menyodorkan sebotol air mineral pada Narendra.Lelaki itu menerimanya dengan lesu. Ekspresinya dengan mudah terbaca oleh Rengganis, “Dokternya sudah datang, sebentar lagi pasti dipanggil.”Narendra hanya mengangguk, botol air mineralnya dipeganginya tanpa berselera untuk minum.Tangan Rengganis terasa di atas punggungnya, mengusap-usapnya perlahan, menenangkan Narendra yang kelihata
KEKASIH AKHIR PEKAN Sekuel of Suami Warisan by Serafina Di umurnya yang telah menginjak angka 25 tahun, Sasikirana belum pernah pacaran. Dulu dia bersekolah di rumah karena sering berpindah-pindah hingga membuatnya kesulitan untuk bersosialisasi. Namun sekarang, Sasi seorang kurator galeri seni yang andal. Suatu hari, Sasi diminta Direktur Galeri untuk membuat pameran seorang pelukis misterius. Sasi berhasil menemukan alamatnya di pedesaan yang terpencil. Di sana dia bertemu sang pelukis. Tak disangka, di pertemuan pertama mereka, lelaki itu malah menawarinya untuk jadi kekasihnya setiap akhir pekan. Apakah Sasi menerima tawarannya? “Aku tau kamu kesepian, aku juga. Jadi maukah kamu jadi kekasihku setiap akhir pekan?” -SNIPPET KEKASIH AKHIR PEKAN- “Aku tau kamu kesepian, aku juga. Jadi maukah kamu menjadi kekasihku setiap akhir pekan?” Sasi memandang lelaki yang berdiri di ha
SUAMI WARISAN 175 – Sailendra [TAMAT] -EMPAT TAHUN KEMUDIAN- Diri kita bisa pulih sekaligus merasa hancur di waktu yang bersamaan. Pulih adalah perjalanan yang melibatkan penerimaan atas diri selagi kita hancur, berbenah kemudian membangun kembali diri kita. Waktu menjadi satu-satunya obat bagi Rengganis. Menit berganti jam, kemudian hari berubah jadi minggu sampai tak terasa tiga tahun sudah berlalu. Bayi mungil itu kini tumbuh menjadi balita yang menggemaskan. Celotehannya menceriakan ruangan, derap langkah kakinya menggemakan keriuhan yang hanya berjeda ketika dia memejamkan mata. “Gimana kabarnya?” pertanyaan itu tidak pernah alpa ditanyakan Mahesa setiap kali dia menelepon Rengganis. “Baik.” Rengganis tersenyum sambil melirik lelaki kecilnya yang berlarian di sekeliling ruangan “makasih kadonya, ya. Dia seneng banget…” Terdengar tawa Mahesa di seberang telepon, “Ya, begitu liha
SUAMI WARISAN 174 – Lembaran Baru Gemuruh guntur terdengar di kejauhan. Kilatan cahaya memantul di atas kaca jendela. Rengganis buru-buru menutup tirai jendela, udara terasa pengap ketika awan hitam menggumpal di atas langit Jakarta. Bayinya terbangun, matanya yang bulat mengerjap-ngerjap sementara badannya bergerak-gerak gelisah. Rengganis tersenyum kemudian mengangkat bayinya dari boks “Cup, cup, Sayang …. Kaget, ya?” Bayinya tak banyak menangis. Hanya sesekali gelisah dan merengek ketika popoknya basah. Dia begitu tenang, begitu mirip dengan ayahnya. Rengganis menimang-nimang bayinya, matanya lekat memandangi setiap inci wajah bayi lelaki yang paling tampan itu. Semakin dilihat, semakin terlihat jelas kemiripan antara buah hatinya dan Narendra. Hidungnya …. Matanya …. Caranya menatap mengingatkannya pada lelaki itu. Bayi yang baru berusia beberapa bulan itu bagaikan pinang dibelah dua dengan lelaki yan
SUAMI WARISAN173 – Terputus KutukanMak Saadah yang sudah renta masih mampu naik ke gunung untuk mencari kayu bakar. Tubuhnya yang kurus terbakar matahari tidak pernah meninggalkan gunung yang selama ini menjadi sumber penghidupannya.Walaupun anak-anaknya kerap kali mengingatkan untuk berhenti mencari kayu bakar karena di rumah sudah ada kompor gas, namun Mak Saadah tidak menghiraukan omongan anak-anaknya. Ada kesenangan sendiri berada di hutan gunung.Hidup di desa yang berubah sangat cepat membuat Mak Saadah kewalahan. Cucu-cucunya tidak mau diajak ke kebun apalagi ke hutan, mereka lebih senang diam di rumah dengan hapenya, bermain game dan marah-marah jika kuotanya habis.Daripada pusing mendengar cucu dan menantunya bertengkar soal kuota internet yang tak dimengerti olehnya, Mak Saadah memilih pergi ke hutan. Perasaannya mengatakan bahwa di sana ada sesuatu yang sedang menunggunya.“Mau kemana, Mak?” tan
SUAMI WARISAN 172 – Perpisahan & Kebenaran Tak pernah sekalipun terlintas dalam benak Rengganis – begitu pun dengan orang tuanya – bahwa dia akan bercerai secepat ini, padahal pernikahan mereka masih seumur jagung. “Tapi masih mending lu, Kak. Daripada Kim Kardashian yang cuma nikah 72 hari.” Maya berusaha membesarkan hati Rengganis, namun tidak mempan. Rengganis masih mellow. Dulu dia memang berniat untuk menceraikan Mahesa dan memilih Narendra, namun sekarang Narendra tak tentu rimbanya. Dia ingin marah, namun tidak tau diarahkan kemana amarahnya itu. Sejak kepulangannya dari RS, kemudian tinggal kembali di kamarnya, tak sehari pun Rengganis melewatkan sehari tanpa menangis. Papa dan Mama jadi serba salah. Mereka sudah berusaha menghibur Rengganis, namun masih suka mendengar isak lirih anaknya itu di malam hari. Walau pada pagi dan siang harinya Rengganis bisa menutupi kesedihannya, tapi di malam ya
SUAMI WARISAN171 – Binasa-FLASHBACK-Mobil yang dikendarai Narendra seolah tidak punya rem. Lelaki itu melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, terburu-buru seperti dikejar setan.Dia keluar dari rumah sakit, terus masuk ke tol kemudian ngebut menuju hutan. Menurunkan kecepatan jika lalu lintas padat, namun setiap ada kesempatan, Narendra terus menginjak gas.Sang Akang baru berhenti ketika sampai di depan rumah warisan.Lelaki itu masuk ke dalam rumah, menaruh beberapa barang di kamarnya, kemudian kembali melanjutkan perjalanan.Kali ini dia pergi menuju hutan. Masuk ke dalam, terus ke tengah, meleburkan diri di antara rapatnya pepohonan. Tanpa bekal, tanpa persiapan. Hanya baju yang melekat di badan.Ingatannya yang masih segar menjadi modalnya untuk menyusuri jalan setapak yang dahulu mudah dia susuri. Sekarang, setelah kekuatannya menghilang, Narendra hampir kehabisan napas untuk mencapai tujuan.
SUAMI WARISAN170 – Hiduplah, Berbahagialah Beberapa saat yang lalu, di ruang operasi ….Sekelompok orang yang terdiri dari dokter utama, dokter anestesi, asisten dan perawat mengelilingi meja operasi.Tubuh Rengganis tergolek di atasnya. Tak sadarkan diri namun sedang berjuang untuk melahirkan bayinya.Sementara itu di balik kaca jendela, berdesakan dokter-dokter muda yang menonton proses kelahiran. Mereka mengamati setiap tindakan dengan cermat, tak lupa mencatat untuk laporan.Semua orang gugup, juga bersemangat.“Coba perhatikan tekanan darahnya, kelihatannya normal, kaya orang tidur gitu, ya?” bisik seorang calon dokter spesialis, dia menyenggol temannya agar melihat angka yang menunjukkan tekanan darah Rengganis.“Iya, luar biasa. Kekuatan seorang perempuan yang melewati masa kritis kemudian melahirkan dalam keadaan koma. Ini jarang banget di Indonesia!”&ld
SUAMI WARISAN 169 – Kelahiran -Beberapa Bulan Kemudian- “Pa, uangnya masih ada untuk biaya lahiran Rengganis?” tanya Mama dengan suara khawatir. Papa yang baru saja masuk ke kamar dengan handuk terlilit di pinggangnya mengangguk, “Masih banyak. Cukup untuk biaya Rengganis lahiran dan biaya hidup mereka.” Terdengar helaan napas lega dari Mama yang duduk di atas ranjang. Di sekitarnya tersebar tagihan rumah sakit, laptop dan kalkulator. Mama sedang sibuk menghitung biaya rumah sakit Rengganis dan biaya hidup mereka. “Untung saja si Narendra ini ngasih uang ya, Pa. Kalau enggak, aduh… Mama enggak tau apa jadinya nasib Rengganis sama bayinya.” Mama membetulkan letak kacamatanya kemudian menyipit memandang layar monitor laptop “ini gimana sih bikin rumusnya?” Papa membuka pintu lemari untuk mengambil baju. Pikirannya melayang kembali pada peristiwa sepeninggal Narendra. Kondisi Rengganis
SUAMI WARISAN 168 – Satu Menit Saja Sepeninggal Papa, Narendra menunggu dengan jantung berdebar sampai waktu bezuk tiba. Dia duduk di kursi panjang, terpisah dari orang-orang yang juga menunggui anggota keluarga mereka yang dirawat di ICU. Lelaki itu tertunduk memandang kedua tangannya di atas lutut. Matanya terpejam sementara bibirnya komat-komit. Pak Wawan yang penasaran dengan sosok lelaki yang terasa familiar itu tidak bisa lepas memandangi Narendra. Lelaki paruh baya yang mendengar cerita mengenai keributan tempo hari yang melibatkan keluarga Rengganis dan Narendra, tidak habis pikir kenapa lelaki yang bukan suami wanita yang terbaring koma di ICU itu bertahan terus di RS sementara lelaki yang katanya suaminya malah datang dan pergi dengan penampilan perlente. Seakan tenang-tenang saja dengan keadaan istrinya yang sedang koma. “Sepertinya cerita mereka lebih daripada perselingkuhan biasa…” gumam Pak Wawan tanpa sada