*** "Apa katamu?" Parau kudengar suara tante Fatma, agak berbarengan dengan Mama. Semua terhenyak. Tersentak. Termasuk Anindya. Maaf Nin, tapi aku puas melakukannya. Aku puas mempermalukan orang tuaku. Sangat puas. "BAJINGAN BIADAB!!" Kemarahan tante Fatma terdengar berkumpul di tengah pekik suara. Om Ibra pun berdiri, menahan istrinya berbuat lebih jauh. Saat itu, Anindya meluruh dengan lusuh. Dia terduduk melemas, melemah. Dan itu menghancurkan kepuasanku yang ternyata bersifat sementara. Refleksku menyusul Anindya yang melantai, tatapannya kosong penuh kekecewaan, penyesalan, juga harapan yang telah kusia-siakan. Apa sebenarnya yang kamu inginkan Nin? Jangan bilang kamu ingin aku menikahimu, jangan... Kuberanikan diri menatapnya, menyeka air matanya, tapi tak ada balasan selain air mata yang terus berlinang. Dia begitu hancur, terlihat tak lagi punya semangat hidup. Dan hatiku tercabik menyaksikannya, sakit sekali. Sungguh pedih.
Read more