Semua Bab WARUNG TENGAH MALAM: Bab 121 - Bab 130
271 Bab
121-BAPAK
Sebuah pohon di atas gunung dengan rerumputan yang hijau dan pemandangan yang indah terlihat dari atas sana. Di bawahnya terdapat hutan yang mengelilingi bukit itu, hutan yang sangat gelap dan beberapa dari mereka memunculkan aura yang menakutkan. Sungguh sangat kontras sekali dengan pemandangan yang indah di atas bukit itu. Di sela-sela pohon di hutan itu terdapat banyak sekali pasang mata yang saling mengawasi satu sama lain, mata yang berwarna merah terang seperti memberi isyarat bahwa hutan tersebut adalah wilayahnya dan mereka seperti tidak akan membiarkan siapa pun yang menginjakan kaki di sana. Aku kembali berdiri di tempat ini, tempat yang sepertinya tidak asing bagiku, rasanya aku pernah menginjakan kaki di tempat ini. Tapi aku tidak mengetahui kapan tepatnya aku berdiri di puncak seperti sekarang.
Baca selengkapnya
122-MEMORI
Rasa senang dan haru bercampur aduk di dalam hatiku saat ini, bagaimana tidak. Di depanku ada sosok yang ingin sekali aku temui, meskipun aku tidak tahu bahwa ini adalah jiwa Bapak atau hanyalah suatu memori yang sengaja Bapak simpan ketika dirinya meninggal. Namun aku sangat senang, karena jujur selama aku kuliah di kota. Aku jarang sekali pulang ke Kampung Sepuh, terhitung hanya beberapa kali saja aku pulang ketika libur panjang semester. Itupun tidak lama, karena Ibu dan Bapak seperti tidak ingin membuatku berlama-lama tinggal di Kampung Sepuh. Dan mereka selalu menyarankan aku untuk tetap tinggal di kota, dan menyuruhku untuk tidak terlalu memperdulikan Kampung Sepuh yang menjadi tempat kelahiranku ini. Aku tersenyum sambil melihat
Baca selengkapnya
123-OHA
Tampak ada benda yang entah darimana datangnya kini berada di genggaman tanganku, benda yang berbentuk gelang kecil berwarna hitam kelam, dan bentuknya yang tidak beraturan seperti akar pohon kecil yang dianyam menjadi gelang. Gelang itu tampak kecil dan sepertinya tidak cukup dipakai di tanganku pada saat itu. Tapi ketika aku menariknya, gelang tersebut sangatlah lentur. Seperti gelang-gelang karet yang sering dijual oleh penjual aksesoris yang berada di pinggir jalan. Namun gelang itu memancarkan aura aneh, yang membuatku merasakan pusing ketika aku baru saja tersadar di tengah rumah. “Apakah ini efek karena aku tidak sadarkan diri, atau efek dari gelang ini? ” Pikirku sambil melihat tanganku yang sedang menggenggam gelang itu. Aku bangun secara perlahan, aku menco
Baca selengkapnya
124-LAPORAN
“Oha? ” Jawab Ibu, Mang Darman dan Mang Rusdi serentak kepada Pak Asep yang berlari ke arah mereka. “Iya Mang, Bu, siapa tahu kalian melihat anakku, karena hingga hari ini belum pulang kerumah. Terakhir dia ingin main bola di persawahan bekas panen di Kampung Parigi bersama teman-teman sekolahnya,” Kata Pak Asep yang menjelaskan tentang keadaan anaknya yang hilang. “Yee atuh Pak Asep mah, salah alamat atuh, kalau nanyain Oha ya ke Kampung Parigi, kalau nanyain kopi ama cemilan. Nah tanya ke warung ini," Kata Mang Darman sambil menyeruput kopi sambil tertawa kecil. “Hush, Pak Asep lagi panik ini,” Kata Ibu yang mencoba menghentikan candaan Mang Darman. Mang Darman langsung terdiam ketika Ibu berbicara seperti itu, tampaknya dia malu atas apa yang dia katakan, sehingga Ibu bereaksi seperti itu. “Mungkin si Oha nginep di rumah temannya Pak Asep, tahu sendiri kalau main bola pasti sampe sore,” Kata Ibu berkata kepada Pak Asep untuk sekedar menenan
Baca selengkapnya
125-MENCARI
“Pak gimana ya Pak, sudah seharian ini anak ku masih belum pulang? ” Kata seorang Ibu dengan baju kebaya dan samping sarung yang dia kenakan.Wajahnya terlihat sangat sedih dan panik, matanya berkaca-kaca ketika melaporkan tentang anaknya yang hingga saat ini belum ditemukan.Ibu itu ditemani suaminya yang kebetulan sedang libur bekerja. Dia mencoba menenangkan istrinya yang sedang bersedih, karena anak semata wayangnya hilang dan belum kembali hingga saat ini dari kemarin.Bahkan terlihat ada seorang Ibu lain yang menangis tersedu-sedu di depan Pak Caca dan aparat desa yang berada di sampingnya. Bahkan aparat desa terlihat sedang serius sedang mencatat keluhan warga pada siang itu, karena saking banyaknya laporan yang masuk pada siang itu.“Iya Bu saba
Baca selengkapnya
126-MENJELANG MALAM
Matahari sudah kembali turun di antara pegunungan yang menjulang tinggi yang mengelilingi Kampung Sepuh dan kampung-kampung sekitarnya, sehingga hanya terlihat sebuah cahaya kemerahan yang muncul di langit memberi warna pada awan yang kini berubah menjadi gelap secara perlahan-lahan. Aku yang sedang berjalan menyusuri jalanan di persawahan dengan Pak Asep sesekali melihat ke atas, dan kali ini tampak ratusan kelelawar yang muncul dari Gunung Sepuh yang keluar untuk mencari makan. Gunung Sepuh yang kita kenal selama ini dengan gunung yang penuh misteri dan dikeramatkan oleh banyak orang, namun di dalamnya banyak sekali hewan yang menjadikan gunung tersebut sebagai sarang dan tempat untuk berlindung. Seperti kelelawar-kelelawar ini, mungkin untuk orang-orang yang tinggal di kota. Akan menjadi hal yang aneh, apabila melihat ratusan kelelawar yang memenuhi langit setiap sore menuju malam. Mencoba mencari makan pada malam hari dengan memakan buah-buahan dari pepoh
Baca selengkapnya
127-MENGEJAR
“Dua orang?” Kataku heran. “Iya kang, yang kemarin ada di warung ini kan dua orang Kang,” Kata wanita itu sambil berdiri di depan etalase warung. “Oh, Mang Darman sama Mang Rusdi ya?” Kataku sambil tersenyum kepada wanita itu. Wanita itu hanya berdiri dan mengangguk kepadaku yang sedang duduk di depan warung. Dengan baju yang biasa dipakai oleh para petani ketika ke sawah, dengan kain sarung batik yang sudah lusuh dan terlihat juga lumpur di tangan dan kakinya. Yang menandakan bahwa wanita itu pulang dari sawah. Wanita ini adalah wanita yang sama dengan wanita yang tadi aku temui di saung pada sore hari di persawahan. Namun ketika pundakku di tepuk oleh Pak Asep dan berkata bahwa aku berbicara sendiri, mahluk tersebut sudah menghilang tanpa jejak, menyisakan saung ya
Baca selengkapnya
128-BERINGIN
“Maneh edek naon kadieu peuting-peuting, edek mawa boeh ti makam anu karek dikuburkeun nya? (Kamu mau apa kesini malam-malam, mau bawa kain kafan dari makam yang baru saja dikuburkan ya? )” Hihihihihi Hihihihihi “Acan aya anu paeh deui di Kampung Sepuh mah, coba atuh paehan hiji mah eta warga Kampung Sepuh. Meh aya babaturan anyar jang didieu, boeh na bisa maneh pake jang ritual di Gunung Sepuh. (Belum ada yang mati di Kampung Sepuh mah, coba kamu bunuh satu warga Kampung Sepuh. Biar ada teman baru di sini, nanti kain kafan nya bisa kamu pakai untuk ritual Gunung Sepuh.)” Hihihihi Hihihihi Di tengah-tengah pemakaman Kampung Sepuh yang gelap ini, ternyata lebih menyeramkan ketika malam hari. Perasaan yang serasa diawasi oleh sesuatu yang memandangku secara bersamaan, kini terasa olehku saat ini. Sebuah pemakaman tua yang sudah lama ada, dan menjadi tempat tinggal terakhir untuk para manusia yang hidup di Kampung Sepuh dari setia
Baca selengkapnya
129-PINDAH ALAM
“Sepertinya para makhluk yang ada disini sengaja menjahili ku supaya aku tidak bisa mengejar makhluk yang membawa Oha itu, ” pikirku sambil berjalan ke arah pohon beringin yang kini tepat berada di lapangan itu. Settt Settt Settt Para kuntilanak yang duduk di atas ranting-ranting pohon beringin besar itu kini semakin lama semakin banyak, beberapa dari mereka bahkan berwarna merah darah. Lebih banyak daripada yang sering aku lihat di gerbang pintu masuk Gunung Sepuh. Wajahnya tertutup oleh rambut yang berantakan, namun aku tahu mereka sepertinya sangat waspada kepadaku, terlihat dari aura yang dikeluarkan oleh kuntilanak itu dengan mata merah yang muncul dari sela-sela rambut yang berantakan tersebut.
Baca selengkapnya
130-ASRI
Wanita itu sepertinya sangat hafal dengan leluhurku, sehingga dia mengetahui Bapak, Kakek bahkan Ki Wisesa. “Hampura lamun para makhluk didieu nyieun maneh nepi pindah alam. (Mohon maaf kalau para makhluk disini membuat kamu sampe harus berpindah alam. )” Secara mengejutkan wanita itu meminta maaf kepadaku mewakili para mahluk yang tadi datang dan mengagetkanku ketika tempat ini masih menjadi pemakaman Kampung Sepuh. Namun wibawanya sebagai pemimpin di tempat ini masih terlihat ketika dia sedikit menundukan kepalanya kepadaku untuk meminta maaf, atas apa yang dilakukan pada makhluk itu kepadaku beberapa waktu yang lalu. “Soalna, para makhluk didieu ngan bisa ngadahar rasa sieun anu osok dikaluarkeun ku jelema. (Soalnya, para makhluk disini hanya bisa memakan rasa tak
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1112131415
...
28
DMCA.com Protection Status