Home / Romansa / Pengantin Untuk Tuan Mafioso / Chapter 21 - Chapter 27

All Chapters of Pengantin Untuk Tuan Mafioso: Chapter 21 - Chapter 27

27 Chapters

#21

"Berapa banyak topeng yang anda pakai!!" "SARAH!!" teriak Malvin. Semua terdiam, hening seketika, Kevin menyuruh Jessie dan Zico untuk pergi ke ruangan lain, mereka pun menurut, tanpa banyak bicara. "Tuan Hans tidak tau apa-apa, awalnya Vinka bersama ku, tapi seseorang menculiknya, dan aku minta maaf pada mu." "Lalu sekarang dia di mana!?" "Ya, aku sedang berusaha, jadi aku mohon diam lah, kita susun rencana, jadi tolong mengertilah." Sarah berjalan menuju kursi dan duduk. " Baiklah, itu urusan mu, aku hanya ingin Vinka selamat, itu saja." "Sarah..." ucapan Daniel di hentikan Malvin. Malvin pun berjalan menuju ruangannya, di lihatnya Jessie dan Zico. "Zico." panggil Malvin, ia mengerti arti itu, ia pun keluar dari ruangan tersebut, remaja itu pun segera memanggil Kevin dan Dan
Read more

#22

Jessie ikut bergabung dengan para tamu, sepertinya ia sudah terlatih untuk menjadi Nyonya besar, dengan tubuhnya yang ramping dan seksi, membuat seluruh mata pria tertuju padanya.   Hans mendekat pada Malvin. "Drama wanita itu luar biasa." Bisik nya.   Malvin menyeringai "dia seperti Monica, bukan?" Membalikkan fakta, membuat Hans malu, ia pun berjalan memilih jalannya sendiri.   Malvin memencet tombol pada jasnya, begitu pula dengan Jessie dan Hans, alat tersebut adalah alat komunikasi mereka.    Malvin mendekat pada seorang wanita, ia memberikan senyuman pada wanita tersebut.   "Sudah berapa lama mengikuti acara seperti ini?" Tanya Malvin dengan suara aslinya.   "Sudah 10 tahun aku menghadiri acara seperti ini." Ucap wanita tersebut meminum minumannya.   "Aku baru, bisakah kau memberitahu apa yang akan terjadi?" Tanya Malvi
Read more

#23

Jessie mencoba melepas ikatan pada kaki dan tangan menggunakan serpihan kaca yang ia ambil dari saku gaun. Percuma saja ia sudah berhati-hati agar kaca itu tidak melukainya, tapi ekspetasi tidak sesuai dengan realita yang ia dapatkan, jari tengah tergores, saat ia berusaha mengeluarkan serpihan kaca tersebut, mungkin bagian pinggang di mana ia menyimpan serpihan kaca itu, sudah tergores juga, walaupun tidak separah jari tengahnya. Jessie berusaha memotong tali tambang itu, ini membuat lehernya terasa sakit. "Aaiissh... menyebalkan sekali, bagaimana mereka bisa melakukan hal ini, aku jadi semakin tertarik dengan para mafia itu." Jessie terus mengoceh yang tidak jelas, itu cara agar dirinya tidak terlihat panik saat menghadapi situasi seperti saat ini. "Lepaskan!!"  Jessie mendengar suara seorang wanita dan pintu terbuka, dengan cepat, Jessie berpura-pura kembali seperti tahanan. 
Read more

#24

Monica meletakkan satu piring di atas meja. Seluruh pelayan diam-diam berbisik membicarakan tentangnya, sebenarnya mereka bertanya-tanya, ada apa dengan majikan mereka yang satu ini, tapi sepertinya mereka tidak berhak untuk menggoda kesenangannya itu. "Wow, mam, kamu yang buat ini semua?" tanya Adellia. Monica menganggukkan kepala dengan senyum yang terlukis di wajahnya, itu membuat Adellia dan Aldo takut, mereka tidak pernah melihat ibunya sesenang ini, walaupun ayah mereka akan pulang dari luar kota. "Tentu saja ini untuk kemenangan mami." jawab Monica senang. "Kemenangan? kemenangan apa ?" tanya kedua anak Monica. Ting! Tong! "Itu pasti ayah kalian." Monica berjalan menuju ruangan depan, mencoba membukakan pintu untuk suaminya yang baru pulang menyelamatkan Vinka. Saat pintu sudah terbuka, senyum Monica menghilang saat ia melihat soso
Read more

#25

"Paman." panggil seorang wanita. Hans menoleh "Iya Vinka?" tanya Hans. Ponakannya itu mendekat dan duduk di samping Hans. "Apa paman rindu ayah?" tanya Vinka. Pertanyaan Vinka membuat Hans sedikit sakit "maafkan aku, saat itu seharusnya aku tidak pergi untuk bertugas, seharusnya aku tetap di rumah mengikuti kemanapun ia melangkah." jelas Hans. "Jika benar ini semua rencana paman James, apa yang harus aku lakukan?" tanya Vinka. "Apa paman tau siapa yang bekerjasama dengan paman James?" tanya Vinka lagi. Hans hanya diam, ia mencoba untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan oleh ponakannya itu. Sebenarnya ia bisa saja memberitahu, tapi dilain pihak orang itu sudah menolong Vinka. "Vinka ini sudah malam, kita bicarakan besok pagi saja, ayo." ajak Hans berjalan meninggalkan Vinka sendiri. Vinka merasa kecewa dengan pamannya itu, bagaimana ia ingin percaya sepenuhnya pada keluarganya, jika setiap pertanyaan harus menunggu jawaban yang begitu lama. "Siapa pun dia, aku h
Read more

#26

Sarah berlari untuk menemui Vinka di kamar. "Nona memanggil saya?" tanya Sarah. "Sarah apa kau tau di mana Malvin tinggal?" tanya Vinka. Sarah terdiam mencari alasan agar Vinka tidak menemui Malvin. "Sarah, kenapa?" tanya Vinka. "Nona maafkan saya, saya tidak bisa memberitahu pada anda, karena Malvin sendiri yang menyuruh saya untuk tidak memberitahu, sekali lagi maafkan saya." ucap Sarah mencoba menutupi kebenaran tentang Malvin pada Vinka. Ya, kemarin malam Malvin sendiri yang memberitahu padanya, untuk tidak memberitahu keberadaannya bagaimana caranya. Vinka terdiam menatap ke arah Sarah dengan tatapan serius, Sarah bisa melihat jelas mata majikannya itu mulai berkaca-kaca seperti menahan air matanya. "Baiklah kalau begitu, kau boleh keluar, aku ingin sendirian saja." Vinka mencoba berdiri dari duduknya, berjalan pelan menuju ranjang. "Nona Vinka, maafkan saya." ucap Sarah berjalan keluar kamar Vinka. "Jangan lupa kau tutup pintunya." pintah Vinka."Baik Nona." Sarah menurut
Read more

#27

"Siapa? siapa orang yang harus dirahasiakan padaku?" tanya Vinka pada dirinya. Merasa langkah kaki orang itu sudah merasa menjauh, barulah Vinka keluar dari ruangan tersebut dan mencoba menemui Hans. "Paman." panggil Vinka. Hans yang sibuk dengan pekerjaannya melihat kearah pintu dan tersenyum saat mengetahui siapa yang berkunjung. Vinka mendekati Hans dan duduk di kursi khusus tamu. "Vinka, tumben." ucap Hans. Sudah lama Vinka tidak mengunjungi ruangan ini, semenjak ayah dan ibunya terbunuh di ruangan ini, bahkan Vinka masih ingat, suara pistol itu dan suara si pembunuh. "Aku ingin sekali membalas dendam pada mereka." ucap Vinka, membuat Hans terdiam. Kebencian Vinka belum hilang, justru ia semakin ingin membalas dendam atas kematian orang tuanya. Itu yang ditakutkan Sarah dan Malvin. Sebaik dan seberapa mereka menolong, tetap saja Vinka akan terus menaruh rasa dendam dalam hatinya. "Kau belum menerimanya?" tanya Hans. "Tidak, tidak akan pernah, sebelum aku melihatnya mati di
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status