Home / Urban / EUFORIA / Chapter 181 - Chapter 190

All Chapters of EUFORIA: Chapter 181 - Chapter 190

209 Chapters

Meninggalkan Semua

Sebelum benar-benar mencapai puncak kenikmatan, kuhentikan gerakan tangan. Laras menatapku nanar. Sementara itu, aku menyeringai.“Gue nggak akan melakukannya lebih jauh.”“Kenapa, Adrian?!” Dia terkejut.Terdengar napasnya telah menderu hebat karena mendapatkan serangan bertubi-tubi dari kedua tanganku.“Karena gue nggak akan memberikan tubuh gue secara gratis sama lo!”Kulempar gaun yang berserakan di lantai ke tubuh Laras.“Pasang pakaian lo! Lo terlihat sangat memalukan!”Sudah tentu Laras tak menyerah. Dia menarikku lagi saat berjalan untuk menaiki tangga.“Lo nggak bakalan bisa lolos dari gue!”Segera kutepis tangannya secara kasar.Jika menjadi lelaki yang kejam adalah kunci untuk membuat wanita ini membenci diriku, maka itulah yang akan kulakukan.Benar saja, kudorong dirinya hingga terjungkal ke belakang. Untung saja dia tak kehilangan kes
Read more

Kebodohan

“Jadi, mulai hari ini, kamu kembali akan menandatangani kontrak untuk syuting, Adrian.Saya rasa, kamu sudah cukup bisa dikatakan sehat secara mental. Meskipun saya melihat dirimu sesekali masih melongo tidak jelas.Tapi, sebelum itu, kamu akan check up dulu.”Elaine menyodorkan sebuah perangkat Tablet yang layarnya telah menampakkan sebuah dokumen kontrak untuk aku tandatangani.Sesekali, diriku melirik ke arah Carissa yang tengah duduk di sofa. Begitu pun dengan Elaine yang juga memberikan tatapan sinis pada kekasihku itu.Tak lama, Carissa mengangguk pelan dan melemparkan senyuman padaku. Itu tanda bahwa dirinya tidak keberatan sama sekali.“Okay.”Maka, aku pun mengambil touch pen di sebelah Tablet, lalu menandatangani kontrak tersebut.Elaine tersenyum puas sambil menatapku dengan lamat.“Akhirnya, ya, Adrian yang sangat legendaris telah kembali lagi ke agensi ini.”Sambil
Read more

Stay

“Jadi, kamu lebih percaya apa yang Elaine katakan daripada saya, Adrian?”Carissa masih menahan diriku. Dia memeluk diriku dari belakang. Aku pun tak bisa melanjutkan langkah.“Ini bukan masalah kepercayaan, tapi lo nggak ngelakuin perlawanan. Kenapa lo cuma diem?Gue berkali-kali tanya apa yang dia bilang bener atau nggak?”Tak lama, Carissa melepaskan dekapannya. Dia kembali tertunduk. Aku menatapnya dengan penuh harap.Yah, aku berharap bahwa dia punya alasan yang kuat mengenai dirinya yang hanya terdiam oleh perkataan Elaine.“Ya, benar. Apa yang Elaine katakan memang benar, Adrian.”Demikianlah, aku tersenyum kecut mendengar pernyataan wanita ini.“Udah gue duga dari awal.”“Tapi, bukan berarti semua yang dikatakannya benar. Tidak semuanya, Adrian. Kamu harus mendengarkan saya.”“Untuk apa lagi, Carissa? Bukannya udah jelas kalau lo ngedeketin
Read more

Mengancam

Atas kembalinya diriku bermain film dewasa, semakin aku disibukkan oleh aktivitas di agensi. Hal ini membuat diriku memiliki sedikit waktu bersama dengan Carissa.Kami sudah lama tinggal bersama. Kemesraan-kemesraan yang selalu kami lakukan, kini seolah-olah jauh dari harapan.Aktivitas syuting, pemotretan majalah, dan lain sebagainya menjadi penghalang bagi hubungan kami.Termasuk di pagi ini, aku tak lagi punya waktu untuk menikmati sarapan bersama dengan Carissa.Padahal, dia sudah membuatkan banyak sekali makanan, termasuk makanan-makanan kesukaanku.“Sayang, kamu tidak sarapan dulu?”“Sorry, Carissa. Gue udah telat. Soalnya, hari ini akan ada pemotretan 15 menit lagi.”Tanganku menggapai roti lapis yang sudah Carissa buatkan. Dan sebenarnya masih banyak makanan lain yang ingin aku masukkan ke perut.Sebenarnya tak hanya itu, aku juga ingin menikmati waktu pagi hari, sarapan sambil mengobrol dengan s
Read more

Pengakuan

Lagi-lagi, aku pulang tengah malam. Kulihat di meja makan telah tersedia beberapa makanan yang mungkin sengaja Carissa siapkan untukku.Aku tersenyum lebar menyadari perhatian Carissa yang begitu bermakna. Segera aku melangkah menuju kamar wanita ini.Pintu kamarnya masih terbuka sedikit. Kuintip, dia sudah tidur pulas. Sebagian tubuhnya tak berselimut. Demikian aku masuk dan menaikkan selimut hingga leher Carissa.Sambil duduk, kuelus keningnya dan sedikit merapikan rambutnya yang berantakan.“Maaf, ya, Carissa. Gue selalu sibuk sampai-sampai nggak punya waktu buat lo.”Tanganku terhenti tatkala wanita ini bergerak beberapa saat membenarkan posisi tidur. Dia masih dalam keadaan lelap.“Lo sampai susah-susah bikin makan malam, tapi gue malah pulang jam segini. Kayaknya, lo bakalan selalu terluka kalau sama gue.”Kuembuskan napas panjang. Ketika akan beranjak, tanganku digenggam erat oleh Carissa. Dia sudah bang
Read more

Perempuan

“Kiana?”Aku mengernyitkan dahi kala melihat seorang perempuan dengan wajah yang begitu mirip dengan Kiana tengah berjalan di tepian jalan.Rasa penasaran yang tumbuh di dalam benak tidak bisa aku redam sehingga membuat diriku memarkir mobil di tepian jalan.Setelah itu, aku mengikuti ke mana perempuan itu menjejak. Tak lama, smartphone-ku bergetar, menandakan sebuah panggilan masuk.“Halo.”“ADRIAN! KAMU DI MANA?! INI SUDAH JAM DELAPAN LEBIH!”Aku terkesiap mendengar teriakan Elaine di ujung telepon.“Aduh, ngomong yang pelan, apa! Iya, iya. Gue segera ke agensi.”“CEPAT! KAMU SUDAH DITUNGGU OLEH TIM!”Sambungan telepon terputus. Karena panggilan barusan, aku jadi kehilangan jejak perempuan yang mirip dengan Kiana.Sialnya, aku harus segera ke agensi karena ada pemotretan mendadak. Kuembuskan napas panjang dan kembali ke tempat mobilku terparkir.
Read more

Dia

Yang tak membuatku habis pikir ialah perempuan bernama Diana ini sangat mirip dengan sosok Kiana. Entah, sikap dan sifatnya.Akan tetapi, kesan pertamaku padanya begitu mencengangkan. Tak kusangka karena ini bukanlah ilusi semata.“Salam kenal, ya. Aku Diana Amel. Orang-orang sering memanggilku Diana.”Bahkan kini saat tersenyum pun, dia benar-benar terlihat seperti Kiana. Entah berapa kali lagi harus kukatakan, tetapi seperti itulah kenyataannya.“Diana?”Tatapanku masih saja kosong dan lebar.“Iya, Diana.”“Ada apa, Adrian? Teringat sesuatu?” Kilat cahaya di mata Elaine kembali muncul.Yah, dia pasti sudah bisa menebak bahwa diriku beranggapan tentang perempuan bernama Diana ini mirip dengan seseorang yang ada di dalam imajinasiku.“Nggak ada.” Maka, aku segera membenarkan ekspresi wajah. “Gue Adrian Satria Sanjaya. Lo bisa panggil gue Adrian.”
Read more

Fake

“Okay. Semua udah selesai, kan? Jadi, gue boleh pulang sekarang.”“Pulang?”Elaine mengurungkan niatku untuk beranjak bangkit.“Lah, emangnya apa lagi yang harus gue lakuin? Semuanya udah selesai, kan? Ya, lebih baik gue pulang, kan?”“Tidak bisa, Adrian. Kamu masih punya satu pekerjaan yang harus diselesaikan.”Yah, perasaanku tidak enak melihat senyuman licik di wajah Elaine. Bergantian aku menatap Diana yang sedari tadi hanya diam.“Ada apa?” Diana menyadari diriku yang tengah memperhatikannya.“Nggak apa-apa.”“Adrian dan Diana, kalian harus melakukan usaha pendekatan. Sebaiknya, kalian mengenal satu sama lain untuk kepentingan film yang akan kalian perankan.”Ah, sudah kuduga. Sepertinya, aku memang tidak akan bisa melarikan diri dari pekerjaan yang satu ini.Walau demikian, aku sebisa mungkin akan berusaha tidak membawanya ke
Read more

Bau Busuk

Kuembuskan napas panjang sebagai tanda lega. Hampir saja truk pengangkut barang itu menghantam mobilku.Kutolehkan pandangan ke arah Diana. Matanya terbelalak dan terkesan sangat kaget. Aku pikir dia sangat trauma dengan kejadian barusan.“Hampir aja, Adrian,” ucapnya dengan nada datar.Walau demikian, dia pun terkikik pelan seolah-olah urusan hidup dan mati barusan merupakan sebuah lelucon yang patut ditertawakan.Oh, hebat sekali perempuan ini. Dia sama sekali tidak syok atas kejadian tersebut dan justru tertawa sekarang.“Lo … ketawa? Apa lo sama sekali nggak syok?”Setelah tawa Diana reda, dia menanggapi pertanyaanku.“Maaf, Adrian. Aku syok banget tadi. Tapi, akhirnya kita bisa selamat. Aku pikir kita bakalan mati hari ini.”Seperti bertolak belakang dengan apa yang dia ucapkan. Ah, terserah sajalah. Mungkin memang benar bahwa perempuan ini terlalu menikmati hidupnya.Bahka
Read more

Tembus Pandang

Diana melempar tasnya ke atas sofa, lalu mengempaskan pantat sambil mengembuskan napas lega.“Sampai juga, deh, kita!”Sementara itu, aku masih berdiri dan membisu menyaksikan tingkah Diana yang seperti para perempuan pada umumnya.“Ada apa, Adrian? Apa kamu nggak suka sama rumahku?”“Oh, nggak, kok. Rumah lo bagus dan besar. Udah kayak istana.”Dia tertawa pelan mendengar tanggapanku. Dan aku masih menatap ke sekeliling ruangan luas ini. Ada berbagai foto yang dipajang di dinding dengan berbagai ukuran bingkai.Juga televisi di sebelah lemari besar berisi barang-barang koleksi, entahlah apa saja.“Ayo, duduk dulu. Aku akan buatkan kamu minuman sama kue yang enak banget.”Mendengar tawaran tersebut, segera aku duduk di sofa kecil. Namun, sebelum pantatku menyentuh sofa, Diana berujar, “Aduh, jangan di situ, dong!”“Hah? Kenapa emangnya?”Kini,
Read more
PREV
1
...
161718192021
DMCA.com Protection Status