Beranda / Urban / EUFORIA / Bab 151 - Bab 160

Semua Bab EUFORIA: Bab 151 - Bab 160

209 Bab

Tetap Bersamanya

“Jadi, kamu lebih percaya apa yang Elaine katakan daripada saya, Adrian?”Carissa masih menahan diriku. Dia memeluk diriku dari belakang. Aku pun tak bisa melanjutkan langkah.“Ini bukan masalah kepercayaan, tapi lo nggak ngelakuin perlawanan. Kenapa lo cuma diem?Gue berkali-kali tanya apa yang dia bilang bener atau nggak?”Tak lama, Carissa melepaskan dekapannya. Dia kembali tertunduk. Aku menatapnya dengan penuh harap.Yah, aku berharap bahwa dia punya alasan yang kuat mengenai dirinya yang hanya terdiam oleh perkataan Elaine.“Ya, benar. Apa yang Elaine katakan memang benar, Adrian.”Demikianlah, aku tersenyum kecut mendengar pernyataan wanita ini.“Udah gue duga dari awal.”“Tapi, bukan berarti semua yang dikatakannya benar. Tidak semuanya, Adrian. Kamu harus mendengarkan saya.”“Untuk apa lagi, Carissa? Bukannya udah jelas kalau lo ngedeketin
Baca selengkapnya

Ancaman Mematikan

Atas kembalinya diriku bermain film dewasa, semakin aku disibukkan oleh aktivitas di agensi. Hal ini membuat diriku memiliki sedikit waktu bersama dengan Carissa.Kami sudah lama tinggal bersama. Kemesraan-kemesraan yang selalu kami lakukan, kini seolah-olah jauh dari harapan.Aktivitas syuting, pemotretan majalah, dan lain sebagainya menjadi penghalang bagi hubungan kami.Termasuk di pagi ini, aku tak lagi punya waktu untuk menikmati sarapan bersama dengan Carissa.Padahal, dia sudah membuatkan banyak sekali makanan, termasuk makanan-makanan kesukaanku.“Sayang, kamu tidak sarapan dulu?”“Sorry, Carissa. Gue udah telat. Soalnya, hari ini akan ada pemotretan 15 menit lagi.”Tanganku menggapai roti lapis yang sudah Carissa buatkan. Dan sebenarnya masih banyak makanan lain yang ingin aku masukkan ke perut.Sebenarnya tak hanya itu, aku juga ingin menikmati waktu pagi hari, sarapan sambil mengobrol dengan s
Baca selengkapnya

Sebuah Pengakuan Menjijikkan

Lagi-lagi, aku pulang tengah malam. Kulihat di meja makan telah tersedia beberapa makanan yang mungkin sengaja Carissa siapkan untukku.Aku tersenyum lebar menyadari perhatian Carissa yang begitu bermakna. Segera aku melangkah menuju kamar wanita ini.Pintu kamarnya masih terbuka sedikit. Kuintip, dia sudah tidur pulas. Sebagian tubuhnya tak berselimut. Demikian aku masuk dan menaikkan selimut hingga leher Carissa.Sambil duduk, kuelus keningnya dan sedikit merapikan rambutnya yang berantakan.“Maaf, ya, Carissa. Gue selalu sibuk sampai-sampai nggak punya waktu buat lo.”Tanganku terhenti tatkala wanita ini bergerak beberapa saat membenarkan posisi tidur. Dia masih dalam keadaan lelap.“Lo sampai susah-susah bikin makan malam, tapi gue malah pulang jam segini. Kayaknya, lo bakalan selalu terluka kalau sama gue.”Kuembuskan napas panjang. Ketika akan beranjak, tanganku digenggam erat oleh Carissa. Dia sudah bang
Baca selengkapnya

Perempuan Bertubuh Semampai

“Kiana?”Aku mengernyitkan dahi kala melihat seorang perempuan dengan wajah yang begitu mirip dengan Kiana tengah berjalan di tepian jalan.Rasa penasaran yang tumbuh di dalam benak tidak bisa aku redam sehingga membuat diriku memarkir mobil di tepian jalan.Setelah itu, aku mengikuti ke mana perempuan itu menjejak. Tak lama, smartphone-ku bergetar, menandakan sebuah panggilan masuk.“Halo.”“ADRIAN! KAMU DI MANA?! INI SUDAH JAM DELAPAN LEBIH!”Aku terkesiap mendengar teriakan Elaine di ujung telepon.“Aduh, ngomong yang pelan, apa! Iya, iya. Gue segera ke agensi.”“CEPAT! KAMU SUDAH DITUNGGU OLEH TIM!”Sambungan telepon terputus. Karena panggilan barusan, aku jadi kehilangan jejak perempuan yang mirip dengan Kiana.Sialnya, aku harus segera ke agensi karena ada pemotretan mendadak. Kuembuskan napas panjang dan kembali ke tempat mobilku terparkir.
Baca selengkapnya

Diana Amel

Yang tak membuatku habis pikir ialah perempuan bernama Diana ini sangat mirip dengan sosok Kiana. Entah, sikap dan sifatnya.Akan tetapi, kesan pertamaku padanya begitu mencengangkan. Tak kusangka karena ini bukanlah ilusi semata.“Salam kenal, ya. Aku Diana Amel. Orang-orang sering memanggilku Diana.”Bahkan kini saat tersenyum pun, dia benar-benar terlihat seperti Kiana. Entah berapa kali lagi harus kukatakan, tetapi seperti itulah kenyataannya.“Diana?”Tatapanku masih saja kosong dan lebar.“Iya, Diana.”“Ada apa, Adrian? Teringat sesuatu?” Kilat cahaya di mata Elaine kembali muncul.Yah, dia pasti sudah bisa menebak bahwa diriku beranggapan tentang perempuan bernama Diana ini mirip dengan seseorang yang ada di dalam imajinasiku.“Nggak ada.” Maka, aku segera membenarkan ekspresi wajah. “Gue Adrian Satria Sanjaya. Lo bisa panggil gue Adrian.”
Baca selengkapnya

Palsu dan Imitasi

“Okay. Semua udah selesai, kan? Jadi, gue boleh pulang sekarang.”“Pulang?”Elaine mengurungkan niatku untuk beranjak bangkit.“Lah, emangnya apa lagi yang harus gue lakuin? Semuanya udah selesai, kan? Ya, lebih baik gue pulang, kan?”“Tidak bisa, Adrian. Kamu masih punya satu pekerjaan yang harus diselesaikan.”Yah, perasaanku tidak enak melihat senyuman licik di wajah Elaine. Bergantian aku menatap Diana yang sedari tadi hanya diam.“Ada apa?” Diana menyadari diriku yang tengah memperhatikannya.“Nggak apa-apa.”“Adrian dan Diana, kalian harus melakukan usaha pendekatan. Sebaiknya, kalian mengenal satu sama lain untuk kepentingan film yang akan kalian perankan.”Ah, sudah kuduga. Sepertinya, aku memang tidak akan bisa melarikan diri dari pekerjaan yang satu ini.Walau demikian, aku sebisa mungkin akan berusaha tidak membawanya ke
Baca selengkapnya

Rencana Busuk yang Tercium

Kuembuskan napas panjang sebagai tanda lega. Hampir saja truk pengangkut barang itu menghantam mobilku.Kutolehkan pandangan ke arah Diana. Matanya terbelalak dan terkesan sangat kaget. Aku pikir dia sangat trauma dengan kejadian barusan.“Hampir aja, Adrian,” ucapnya dengan nada datar.Walau demikian, dia pun terkikik pelan seolah-olah urusan hidup dan mati barusan merupakan sebuah lelucon yang patut ditertawakan.Oh, hebat sekali perempuan ini. Dia sama sekali tidak syok atas kejadian tersebut dan justru tertawa sekarang.“Lo … ketawa? Apa lo sama sekali nggak syok?”Setelah tawa Diana reda, dia menanggapi pertanyaanku.“Maaf, Adrian. Aku syok banget tadi. Tapi, akhirnya kita bisa selamat. Aku pikir kita bakalan mati hari ini.”Seperti bertolak belakang dengan apa yang dia ucapkan. Ah, terserah sajalah. Mungkin memang benar bahwa perempuan ini terlalu menikmati hidupnya.Bahka
Baca selengkapnya

Pakaian Transparan

Diana melempar tasnya ke atas sofa, lalu mengempaskan pantat sambil mengembuskan napas lega.“Sampai juga, deh, kita!”Sementara itu, aku masih berdiri dan membisu menyaksikan tingkah Diana yang seperti para perempuan pada umumnya.“Ada apa, Adrian? Apa kamu nggak suka sama rumahku?”“Oh, nggak, kok. Rumah lo bagus dan besar. Udah kayak istana.”Dia tertawa pelan mendengar tanggapanku. Dan aku masih menatap ke sekeliling ruangan luas ini. Ada berbagai foto yang dipajang di dinding dengan berbagai ukuran bingkai.Juga televisi di sebelah lemari besar berisi barang-barang koleksi, entahlah apa saja.“Ayo, duduk dulu. Aku akan buatkan kamu minuman sama kue yang enak banget.”Mendengar tawaran tersebut, segera aku duduk di sofa kecil. Namun, sebelum pantatku menyentuh sofa, Diana berujar, “Aduh, jangan di situ, dong!”“Hah? Kenapa emangnya?”Kini,
Baca selengkapnya

Menjaga Hati yang Rentan

“Melakukan? Maksud lo?” Aku sedikit bergeser untuk memberikan sedikit jarak dengan Diana.Namun, dia masih memegang rahangku. Apalagi, kepalanya sangat dekat sehingga embusan napasnya pun terasa jelas menerpa wajahku.“Melakukan, ya, melakukan, Adrian.”Lantas, aku mengernyit. Sebenarnya aku tidak bingung dengan kalimatnya. Sudah jelas, “melakukan” yang ia maksud mengarah pada aktivitas seksual.Lagi pula, raut wajah seriusnya itu sudah mengatakan dengan jelas. Dia tak lagi terlihat riang seperti gadis di bangku sekolah.“Nganu maksud lo?”“Ya. Apa pun istilahnya. Itu yang aku maksud. Gimana menurutmu?”Segera aku lepaskan tangan Diana yang mencengkeram rahangku semakin erat, lalu mengalihkan pandangan dari tatapnya.Bisa-bisa aku tersihir oleh pesonanya. Lagi pula, aku tidak ingin menambah beban di kehidupanku yang sekarang. Meski memang melakukan hal panas itu sudah
Baca selengkapnya

Unlimited Desire

Sebelum Diana menyambar bibirku, segera kuhentikan dengan menempelkan tangan di bibirnya.“Sorry, gue kebelet kencing. Gue boleh pinjem toilet?”Diana pun mengembuskan napas gusar. Dia menarik kepalanya dan duduk tegak, lalu menjauh dari tubuhku.“Ya, ampun. Ada aja, deh. Ya, udah. Kamu tinggal lurus ke sana aja. Toiletnya ada di sana.”Tak menunggu lama, aku pun segera berjalan menuju tempat yang Diana tunjukkan. Sebenarnya, sih, aku tidak begitu ingin kencing.Hanya saja, aku berusaha untuk mempersiapkan diri. Tiba di toilet, aku menatap wajah pada cermin yang terpasang di atas wastafel sambil memikirkan apa yang seharusnya kulakukan agar terhindar dari jerat Diana.“Mampus, dah! Gue harus gimana, lagi?” gumamku menatap cukup lama bayangan diriku pada cermin.Tidak munafik juga, sih. Tubuh sintal mungil Diana itu kupastikan sudah bisa membuat diriku berkhayal sampai langit ketujuh.Benar-be
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1415161718
...
21
DMCA.com Protection Status