Home / Urban / EUFORIA / Diana Amel

Share

Diana Amel

Author: Marion D'rossi
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Yang tak membuatku habis pikir ialah perempuan bernama Diana ini sangat mirip dengan sosok Kiana. Entah, sikap dan sifatnya.

Akan tetapi, kesan pertamaku padanya begitu mencengangkan. Tak kusangka karena ini bukanlah ilusi semata.

“Salam kenal, ya. Aku Diana Amel. Orang-orang sering memanggilku Diana.”

Bahkan kini saat tersenyum pun, dia benar-benar terlihat seperti Kiana. Entah berapa kali lagi harus kukatakan, tetapi seperti itulah kenyataannya.

“Diana?”

Tatapanku masih saja kosong dan lebar.

“Iya, Diana.”

“Ada apa, Adrian? Teringat sesuatu?” Kilat cahaya di mata Elaine kembali muncul.

Yah, dia pasti sudah bisa menebak bahwa diriku beranggapan tentang perempuan bernama Diana ini mirip dengan seseorang yang ada di dalam imajinasiku.

“Nggak ada.” Maka, aku segera membenarkan ekspresi wajah. “Gue Adrian Satria Sanjaya. Lo bisa panggil gue Adrian.”

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • EUFORIA   Palsu dan Imitasi

    “Okay. Semua udah selesai, kan? Jadi, gue boleh pulang sekarang.”“Pulang?”Elaine mengurungkan niatku untuk beranjak bangkit.“Lah, emangnya apa lagi yang harus gue lakuin? Semuanya udah selesai, kan? Ya, lebih baik gue pulang, kan?”“Tidak bisa, Adrian. Kamu masih punya satu pekerjaan yang harus diselesaikan.”Yah, perasaanku tidak enak melihat senyuman licik di wajah Elaine. Bergantian aku menatap Diana yang sedari tadi hanya diam.“Ada apa?” Diana menyadari diriku yang tengah memperhatikannya.“Nggak apa-apa.”“Adrian dan Diana, kalian harus melakukan usaha pendekatan. Sebaiknya, kalian mengenal satu sama lain untuk kepentingan film yang akan kalian perankan.”Ah, sudah kuduga. Sepertinya, aku memang tidak akan bisa melarikan diri dari pekerjaan yang satu ini.Walau demikian, aku sebisa mungkin akan berusaha tidak membawanya ke

  • EUFORIA   Rencana Busuk yang Tercium

    Kuembuskan napas panjang sebagai tanda lega. Hampir saja truk pengangkut barang itu menghantam mobilku.Kutolehkan pandangan ke arah Diana. Matanya terbelalak dan terkesan sangat kaget. Aku pikir dia sangat trauma dengan kejadian barusan.“Hampir aja, Adrian,” ucapnya dengan nada datar.Walau demikian, dia pun terkikik pelan seolah-olah urusan hidup dan mati barusan merupakan sebuah lelucon yang patut ditertawakan.Oh, hebat sekali perempuan ini. Dia sama sekali tidak syok atas kejadian tersebut dan justru tertawa sekarang.“Lo … ketawa? Apa lo sama sekali nggak syok?”Setelah tawa Diana reda, dia menanggapi pertanyaanku.“Maaf, Adrian. Aku syok banget tadi. Tapi, akhirnya kita bisa selamat. Aku pikir kita bakalan mati hari ini.”Seperti bertolak belakang dengan apa yang dia ucapkan. Ah, terserah sajalah. Mungkin memang benar bahwa perempuan ini terlalu menikmati hidupnya.Bahka

  • EUFORIA   Pakaian Transparan

    Diana melempar tasnya ke atas sofa, lalu mengempaskan pantat sambil mengembuskan napas lega.“Sampai juga, deh, kita!”Sementara itu, aku masih berdiri dan membisu menyaksikan tingkah Diana yang seperti para perempuan pada umumnya.“Ada apa, Adrian? Apa kamu nggak suka sama rumahku?”“Oh, nggak, kok. Rumah lo bagus dan besar. Udah kayak istana.”Dia tertawa pelan mendengar tanggapanku. Dan aku masih menatap ke sekeliling ruangan luas ini. Ada berbagai foto yang dipajang di dinding dengan berbagai ukuran bingkai.Juga televisi di sebelah lemari besar berisi barang-barang koleksi, entahlah apa saja.“Ayo, duduk dulu. Aku akan buatkan kamu minuman sama kue yang enak banget.”Mendengar tawaran tersebut, segera aku duduk di sofa kecil. Namun, sebelum pantatku menyentuh sofa, Diana berujar, “Aduh, jangan di situ, dong!”“Hah? Kenapa emangnya?”Kini,

  • EUFORIA   Menjaga Hati yang Rentan

    “Melakukan? Maksud lo?” Aku sedikit bergeser untuk memberikan sedikit jarak dengan Diana.Namun, dia masih memegang rahangku. Apalagi, kepalanya sangat dekat sehingga embusan napasnya pun terasa jelas menerpa wajahku.“Melakukan, ya, melakukan, Adrian.”Lantas, aku mengernyit. Sebenarnya aku tidak bingung dengan kalimatnya. Sudah jelas, “melakukan” yang ia maksud mengarah pada aktivitas seksual.Lagi pula, raut wajah seriusnya itu sudah mengatakan dengan jelas. Dia tak lagi terlihat riang seperti gadis di bangku sekolah.“Nganu maksud lo?”“Ya. Apa pun istilahnya. Itu yang aku maksud. Gimana menurutmu?”Segera aku lepaskan tangan Diana yang mencengkeram rahangku semakin erat, lalu mengalihkan pandangan dari tatapnya.Bisa-bisa aku tersihir oleh pesonanya. Lagi pula, aku tidak ingin menambah beban di kehidupanku yang sekarang. Meski memang melakukan hal panas itu sudah

  • EUFORIA   Unlimited Desire

    Sebelum Diana menyambar bibirku, segera kuhentikan dengan menempelkan tangan di bibirnya.“Sorry, gue kebelet kencing. Gue boleh pinjem toilet?”Diana pun mengembuskan napas gusar. Dia menarik kepalanya dan duduk tegak, lalu menjauh dari tubuhku.“Ya, ampun. Ada aja, deh. Ya, udah. Kamu tinggal lurus ke sana aja. Toiletnya ada di sana.”Tak menunggu lama, aku pun segera berjalan menuju tempat yang Diana tunjukkan. Sebenarnya, sih, aku tidak begitu ingin kencing.Hanya saja, aku berusaha untuk mempersiapkan diri. Tiba di toilet, aku menatap wajah pada cermin yang terpasang di atas wastafel sambil memikirkan apa yang seharusnya kulakukan agar terhindar dari jerat Diana.“Mampus, dah! Gue harus gimana, lagi?” gumamku menatap cukup lama bayangan diriku pada cermin.Tidak munafik juga, sih. Tubuh sintal mungil Diana itu kupastikan sudah bisa membuat diriku berkhayal sampai langit ketujuh.Benar-be

  • EUFORIA   Dosa Terbesarku

    Kenikmatan telah berakhir, yang tersisa hanya rasa lelah. Diana masih berbaring di dada bidangku dengan napas menderu.“Aku nggak nyangka. Baru kali ini aku dapat kenikmatan yang bener-bener indah, Adrian.” Senyumannya mengembang. Matanya menatapku dengan teduh.Tak lama, dia bangkit dan menjauh dari tubuhku. Diana memasang kacamatanya kembali, lalu menarik napas yang begitu dalam.“Aku bersyukur banget bisa pindah dari luar negeri.”Ketika aku duduk dan berniat menyeruput kopi yang masih tersisa setengah cangkir, smartphone di saku celanaku bergetar.Segera aku rogoh dan melihat di layar telah tampil nama penelepon. Ada sekitar 50 panggilan tidak terjawab, seketika membuatku terbelalak.“Kenapa, Adrian?” Diana mulai meneliti diriku.“Nggak ada.”Semua panggilan tersebut dari Carissa. Dia pasti sangat khawatir dengan diriku karena hingga pukul 03.00 dini hari belum juga pulang.

  • EUFORIA   Bicara Perihal Pelaminan

    Di dapur, kulihat Carissa berkutat dengan masakan. Dia tampak memotong-motong wortel. Segera kuhampiri dan meraih pinggangnya.Carissa cukup terkejut, lalu menyadari keberadaanku.“Adrian?” Bola matanya memicing.“Ini gue, Carissa.”Wanita ini menghentikan aktivitasnya. Sesekali, ia tersenyum dan tertawa kecil.“Apa yang kamu lakukan, Adrian?”“Nggak boleh?”“Boleh, tapi saya sedang memasak, Adrian.”“Nggak apa-apa. Gue akan melihat lo memasak. Gue cuma mau ngasih perhatian sama lo. Soalnya, udah lama banget gue sibuk sendiri sampai lupa sama lo.”Tangan Carissa kembali bergerak, memotong beberapa wortel untuk dijadikan sup, kurasa.Sementara itu, aku menatap rambutnya yang diikat dengan gaya kucir. Kudekatkan kepala di leher wanita ini dan membaringkannya di bahu Carissa.“Apa selama ini gue udah bikin lo sedih?”Dia

  • EUFORIA   Menghindari Konflik

    “Wah, rumahmu bagus banget, ya, Adrian!” seru Diana sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling ruang tamu.Sedangkan aku begitu takut dengan kehadiran perempuan ini.“Ada apa lo datang ke sini, Diana?” tanyaku dengan jantung yang berdebar dan pikiran bahwa Carissa pasti akan terluka lagi akibat kehadiran perempuan ini.“Hmm? Emangnya aku nggak boleh datang ke rumahmu ini, Adrian?”Kini, Diana menghadap diriku. Sebelum menjawab pertanyaannya, hidungnya menciumi aroma masakan Carissa.“Kamu tinggal sama siapa di rumah besar ini, Adrian? Apa kamu punya pembantu?”Aku tak menanggapi pertanyaan tersebut. Lagi pula, aku tidak akan membiarkan Diana bertemu secara langsung dengan Carissa.“Kok diem? Ah, boleh aku ke dapurmu, kan? Aku mau bantuin masak juga kalau perlu.”Kontan saja kucegah Diana yang baru akan melangkah. Aku merentangkan kedua tangan dan berkata, “Nggak

Latest chapter

  • EUFORIA   Not The End

    “Aku udah bilang sama kamu, kan?”Sepasang tangan memelukku dari belakang. Sementara diriku masih saja tak bisa berpaling dari bayangan Carissa yang telah meninggalkanku dengan lelaki bernama Alex. Dia tak lagi terlihat di kedua mataku.Perempuan ini melepaskan dekapannya, lalu berdiri di hadapanku dengan sebuah senyuman. Sesekali, dia membenarkan kacamatanya yang sempat melorot.“Kita pulang, yuk.”Entah mengapa aku menurut begitu saja, lalu berjalan sambil bergandengan tangan dengannya. Kami masuk ke dalam mobilku. Namun, aku kembali bergeming.“Udah, nggak apa-apa. Sini, aku masih sama kamu.”Aku mengangguk pelan, lalu perempuan berkacamata ini membenamkan kepalaku dalam dekapannya. Sungguh hangat. Sungguh nyaman dan aku terbuai akan sebuah perasaan.“Kenapa semua harus terjadi sama gue? Kenapa orang-orang yang gue cintai nggak pernah bisa menetap dan menemani gue?”“Aku

  • EUFORIA   Goodbye Again

    “Kenapa, Carissa? L-lo bilang kalau kita akan selalu bersama. Tapi, kenapa sekarang kamu bilang kita nggak bisa bersama?”Begitulah aku bertanya pada Carissa yang sedang tertunduk di depanku. Mungkin aku sudah tidak bisa mengeluarkan air mata kesedihan. Sebab, ini terlalu sulit untuk dipercaya. Hanya karena sebuah kesalahan, kenangan yang telah kami jalani bersama akan sirna begitu saja.“Adrian, saya sudah memikirkan ini cukup lama. Atau tepatnya ketika saya jatuh cinta padamu. Saya merasa sangat mencintaimu, tapi rasanya sangat sulit jika kamu terus-menerus nggak bisa mengendalikan dirimu sendiri.”“B-bukannya semua gangguan yang aku alami atas Skizo ini udah perlahan-lahan berkurang? Maksudku, aku udah nggak mengalami Skizo lagi dalam beberapa bulan terakhir. Aku nggak mengalami ilusi dan delusi lagi,” jelasku.Terdengar bahwa napas Carissa begitu berat saat mengembus. Aku menduga bahwa dia pun begitu sulit untuk men

  • EUFORIA   Dia Membenci

    Tanpa pikir panjang setelah melihat bahwa lelaki bernama Alex ini melakukan hal yang tidak seharusnya pada Carissa, aku berlari dengan penuh amarah. Kemudian, tanganku yang terkepal melayang begitu saja hingga menghantam wajahnya.“Sialan lo! Berani-beraninya lo ngelakuin hal nggak pantes sama cewek gue!”Amarahku tidak terkendali. Aku menjadi orang yang sangat brutal dan emosi itu semakin lama semakin bergejolak.“Adrian! Jangan, Adrian!”Aku tahu aku mendengar suara Carissa yang berusaha menyabarkan hatiku. Hanya saja, aku sudah tidak terkendali lagi. Begitu lelaki bertubuh tinggi ini terjatuh, aku segera meraih kerah pakaiannya, lalu menghantamnya lagi dan lagi.“Lo cowok sialan! Lo nggak tahu kalau Carissa udah punya pacar?! Sialan lo! Goblok!”Secara terus-menerus kuhujani Alex dengan tinjuku. Sesekali, kakiku menendangnya tak tanggung-tanggung. Bagiku, dia sangat pantas mendapatkan perlakuan seperti

  • EUFORIA   Marah

    Aku tak tahu siapa laki-laki berambut pirang dan berbola mata kuning yang menyerukan nama Carissa barusan. Namun, dari gelagatnya, kurasa dia sangat mengenal Carissa.“Hai, Carissa! Kita bisa berjumpa lagi!” ucap laki-laki berambut pirang yang telah tiba di hadapanku dan Carissa.Sementara itu, perempuan ini terlihat cukup tegang dan khawatir.“A-Alex ….”“Yup! Ini saya. Alex. Apa kabar? Sudah cukup lama kita tidak bertemu.”Sembari mengalihkan pandangan padaku, Carissa menjawab, “B-baik. Saya baik. B-bagaimana denganmu?”Sepertinya, Carissa memang agak gugup berbicara dengan laki-laki bernama Alex ini. Entah, dia mungkin teman kekasihku yang telah lama tidak bertemu.Aku, sih, mengerti mengapa Carissa begitu khawatir dan terlihat gugup. Bisa saja dia sungkan berbicara karena ada diriku di tengah-tengah mereka.“Carissa, gue tunggu lo di mobil aja, ya,” ucapku k

  • EUFORIA   Memanas

    Diana menjauhkanku dari Carissa.“Aku nggak akan menyerahkan Adrian sama kamu!”Mendengar nada tegas perempuan yang tengah mencengkeram erat lenganku ini, Carissa tersentak. Seketika, dia kembali naik pitam.“Apa maksudmu? Adrian itu kekasih saya!”“Kalian cuma sepasang kekasih, bukan suami dan istri. Saya masih punya hak merebut Adrian dari kamu!”Tentu saja, aku tidak bisa tinggal diam atas apa yang Diana lakukan. Dia sudah benar-benar kurang ajar dan tak tahu diri.“Lepasin gue, Diana!” Kutarik tangan dengan segera dan menatap perempuan ini penuh intimidasi.“Adrian! Kamu sebenarnya nggak sayang sama Carissa! Apa kamu yakin dengan perasaanmu? Gimana kalau perasaanmu cuma ilusi?!”Senyuman yang lebar terpahat di wajah Diana. Ini seolah-olah dia berusaha untuk melumpuhkan kepercayaan diriku.Bagaimana mungkin dia mengatakan bahwa perasaanku terhadap Carissa mer

  • EUFORIA   Khayal

    Di mulut pintu gudang, telah berdiri Carissa yang menyaksikan Diana memeluk diriku. Hal ini tentu saja tidak bisa aku biarkan. Walau demikian, telah terjadi kesalahpahaman di antara kami. Tak diragukan lagi.“Carissa?!”Perempuan itu menggeleng-geleng seolah tak percaya dengan yang ia saksikan.“Gue … gue … nggak kayak yang lo lihat, Carissa!”Aku berusaha menjelaskan padanya. Entah mengapa, tak ada yang dapat aku ucapkan, sebab Diana semakin erat memeluk diriku.Segera kudorong Diana agar terlepas dari tubuhku. Tahu-tahu, pakaiannya telah compang-camping. Entah sejak kapan itu terjadi. Aku yakin bahwa dia sengaja melakukannya sendiri agar terkesan bahwa akulah yang telah melakukannya lebih dulu atas keinginan sendiri.“Jangan percaya apa yang lo lihat, Carissa!”Segera aku berlari untuk menggapai Carissa yang masih berdiri dengan tatapan nanar di mulut pintu. Dia tak bergerak sedikit

  • EUFORIA   Klimaks

    Ketika aku berjalan untuk menuju ruang syuting, seseorang mendorong tubuhku hingga masuk ke sebuah gudang penyimpanan alat dan barang-barang bekas.“Woi! Apa-apaan ini?!”Aku tak melihat apa pun di ruangan tersebut karena sangat gelap. Tubuhku didorongnya hingga mentok pada dinding. Sedangkan, mataku ditutup oleh sehelai kain. Sempurna sudah, aku tidak bisa melihat apa pun.“Siapa lo?! Apa-apaan, sih, ini?!”Tanganku berusaha meraba-raba, tetapi tak mendapatkan apa pun. Kudengar embusan napas dari orang yang menyekapku ke gudang ini.Sepasang tangan melingkar di pinggangku. Dari kelembutan kulit yang aku rasakan, kurasa pelakunya adalah seorang perempuan.“Siapa lo? Kenapa lo ngelakuin ini?”Masih tak ada jawaban. Kini, terasa bahwa tangannya meraba-raba dadaku, menelusup ke balik kemeja yang aku kenakan. Segera aku tepis dan berhasil menggenggam tangannya.Meskipun tak bisa melihat apa pun,

  • EUFORIA   Evil

    Aku membuka pintu ruangan Elaine dengan kasar.“Apa-apaan, sih, lo?! Kenapa si Diana cewek gila itu harus jadi partner gue?!” protesku sambil mendengkus kasar, lalu mengempaskan pantat di sofa.Elaine terlihat sedang bersantai sambil menikmati rokok putih kesukaannya. Dia menatapku sejenak dan tersenyum kecut. Ini seolah-olah dia melihat seorang lelaki bodoh.“Kenapa, Adrian? Kamu tiba-tiba datang dan berteriak seperti itu. Memangnya dia merepotkanmu selama ini?”“Udah jelas! Dia ngerepotin banget! Hubungan gue sama Carissa hampir aja berakhir gara-gara dia! Udah gila itu cewek. Bisa-bisanya lo … ahhh!”Kuembuskan napas panjang untuk sedikit meredakan kekesalan yang menyelimuti.Walau demikian, aku memang tak habis pikir dengan perempuan bernama Diana itu. Mulai dari sikapnya yang riang, lalu berubah jadi sangat licik dan merepotkan. Benar-benar tipe perempuan yang tidak pernah aku inginkan ada di d

  • EUFORIA   Terancam

    Dengan langkah cepat, aku masuk dan mengunci pintu rumah. Tak lama kemudian, pintu diketuk-ketuk dengan keras oleh Diana dari luar.“ADRIAN! AKU NGGAK MAU PULANG! AKU MAU TETAP DI SINI!”Begitulah dia berteriak sambil membentur-benturkan tangannya di pintu, kurasa. Aku tak menanggapi semua yang dia ucapkan dengan teriakan pekak.Ini benar-benar tidak bagus. Semestinya aku sudah bermesra-mesraan sekarang dengan Carissa setelah selesai makan siang. Namun, kedatangan Diana menjadi sebuah malapetaka bagi kami.“Adrian! Please! Bukan pintunya! Aku nggak akan pulang sebelum kamu menerima aku jadi yang kedua!”Salahkah jika aku mengatakan perempuan ini murahan? Sebab, dia terlalu menuntut hati seseorang yang tidak memiliki perasaan padanya.Baru kali ini aku bertemu perempuan keras kepala seperti Diana. Ia bahkan tidak ragu mempermalukan dirinya di hadapanku. Jika benar dia mencintai dengan setulus hati, mengapa tidak memiki

DMCA.com Protection Status