Beranda / Romansa / Mantan Jadi Bos / Bab 71 - Bab 80

Semua Bab Mantan Jadi Bos: Bab 71 - Bab 80

86 Bab

Part 71

 "Gaza lepasin, deh, nggak enak kalau ada yang lihat," ucapku yang merasa tak nyaman. Bukan tak nyaman dipeluk, tapi takut ketahuan sama yang lain, nanti diledekin, lagi, kan malu!  "Biarin. Toh, kita sudah menjadi suami istri. Wajar kan, jika seperti ini?" ucap Gaza dengan santainya, tanpa menghiraukan perkataanku. Justru pelukannya kini semakin erat.  "Tapi, tetep aja nggak enak kalau ada yang liat. Nanti kalau diledekin gimana?" Memang kebiasaan di keluarga besarku tuh, suka meledek pasangan pengantin baru yang lagi mesra-mesraan.  "Ya, nggak papa. Pasangan pengantin baru, kan, memang sasaran empuk untuk jadi bahan ledekan."  Ish! Dasar suami bandel!  Baru nikah aja, dia sudah nggak mau dengerin omonganku, gimana kalau usia pernikahannya sudah lama?  Aku membalikkan tubuh menjadi menghadap ke arahnya. Grogi jangan
Baca selengkapnya

Part 72

"Tadi janjinya cuma sebentar aja, kan ketemunya? Terus, kenapa sekarang malah minta nego perjanjian?" Gaza menggenggam kedua tanganku. "Jujur, aku keberatan dengan syarat tadi siang, untuk tidak sekamar sama kamu. Tapi, daripada kamu nggak mau menikah sama aku, terpaksa aku iyakan." "Ya, udah, kalau gitu, tepati dong, syarat perjanjiannya," kataku. "Tadi siang aku tidak berjanji, lho. Cuma mengiyakan saja." Huh! Si*l*n!"Oke. Tapi, kamu tadi janji cuma sebentar ketemunya, kan?" Gaza menghela napas, lalu melepaskan genggaman tangan. Dia menyugar rambutnya seperti sedang frustasi. Duh, aku jadi kasian. "Kalau aku ingkar janji bagaimana? Aku beneran tidak bisa berjauhan sama kamu, Alula." Dasar mas suami! Segitu bucinnya ya, sama aku? Melihat matanya yang sendu, membuatku semakin tidak tega. Dia mungkin nggak bisa tidur karena ini bukan di rumahnya, atau di apartemennya. Maklu
Baca selengkapnya

Part 73

Dari KUA, kita diberi surat keterangan bahwa pernikahan belum dicatat oleh negara. Surat itu yang nantinya akan diajukan ke pengadilan agama sebagai syarat pengajuan isbat nikah. Cukup rumit juga, ya, ternyata.  Ini semua gara-gara Gaza. Coba kalau dia nggak maksa nikah siri dulu, pasti nggak akan ribet ngurusin ini itu. Kalau langsung nikah resmi kan gampang, cukup daftar ke KUA aja beres, nggak perlu ke pengadilan agama segala.  Sepulang dari KUA, aku langsung menghubungi om Ardi, dan kerabat-kerabat lain yang kemarin menjadi saksi nikah. Gaza memaksa hari ini juga harus ke pengadilan agama, dan mereka semua harus ikut.  Selesai mendaftar di pengadilan agama, kami langsung dipanggil ke ruangan sidang untuk melakukan isbat nikah. Sebelumnya aku mengira kalau proses ini akan memakan waktu berhari-hari, tapi ternyata langsung dipanggil untuk sidang. Entahlah, mungkin uang yang berbicara. Secara Gaza cukup m
Baca selengkapnya

Part 74

"Itu apa, Sayang?"  Gaza yang tadinya duduk di depan laptop, kini sudah berdiri, dan mendekat ke arahku. Melihat tatapan matanya yang kali ini terasa aneh, aku pun mundur.  Tak disangka dia terus mendekat, sehingga mau tidak mau, aku pun terus mundur dengan perasaan sedikit ... takut.  "Mas, kamu mau apa?" tanyaku cemas.  Gaza menaikkan sebelah alisnya, seraya tersenyum miring. "Kenapa? Takut?"  "E-enggak!" dustaku seraya terus mundur. "Kamu jangan dekat-dekat, dong!"  Bukannya menuruti perkataanku, dia justru terus berjalan mendekat. Sialnya aku yang dari tadi mundur, tiba-tiba terhenti karena menabrak tembok. Dengan sigap, tangan Gaza segera mengunci pergerakanku.  Kini jarak wajah kami amatlah dekat. Mungkin kalau diukur pakai penggaris anak sekolah, sekitar dua sampai tiga centi meter, atau bahkan kurang dari itu. Jangan tanyakan bagaimana degub jantung yang dari tadi terus menggila. Meski
Baca selengkapnya

Part 75

Hari ini adalah resepsi pernikahan Liora. Sejak pagi, aku sudah didandani oleh MUA yang disewa untuk merias keluarga Alexander. Karena selepas subuh Lashira mengajakku untuk dirias, alhasil Gaza beberapa kali menghubungiku lewat ponsel. Mungkin dia uring-uringan karena istri cantiknya ini tak kunjung selesai dirias. Seperti kali ini, saat hair stylist menata rambutku, Gaza kembali menelpon. Aku yang sudah merasa tidak enak pada hair stylist, dan orang-orang yang berada di ruangan ini, memutuskan untuk mengabaikan panggilan Gaza. "Pasti kak Gaza lagi tuh, yang telfon," tebak Lashira yang duduk di sampingku. Kebetulan dia juga sedang dirias. "Iya, nih. Dia lagi." Aku memperlihatkan layar ponsel pada adik dari suamiku itu. "Biarin ajalah. Palingan mau tanya lagi udah selesai atau belum." "Diangkat aja, Kak. Kalau dicuekin, aku yakin nanti kamu bisa dihukum sama dia." Ancaman Lashira membuatku sedikit khawatir. Masa iya, sih, Gaza mau
Baca selengkapnya

Part 76

"Kamu bukannya masih di kampung, La, kok tiba-tiba sudah ada di sini?" tanya Alena. "Iya, La, sama pak Gaza, lagi. Kalian ada hubungan apa?" timpal Tere yang seketika membuatku mati kutu. Aku harus jawab apa?"Mmm ... a-aku ...." Duh! Aku bener-bener bingung mau jawab apa. "Saya yang undang Alula secara langsung. Maka dari itu Alula ada di sini," ujar Gaza yang membuatku sedikit bisa bernapas lega.  Tere mengangguk, sedangkan Alena masih dengan raut curiganya. Sekarang saja dia memicingkan mata ke arahku. "Kalau emang diundang, kok nggak balik ke kost dulu, La?" Mampus! Apa yang aku takutkan kini beneran terjadi. Ini semua akibat dari perbuatan Gaza yang ngebet pengen nikah siri. Ya, meskipun sekarang sudah resmi menikah secara negara, sih. "Alula, aku cariin kamu dari tadi, lho," ujar Lashira yang tiba-tiba datang. "Oh, hai. Iya, aku nyasar di sini," balasku. 
Baca selengkapnya

Part 77

"Kenapa harus pindah ke apartemen, sih? Mama lebih seneng, lho, kalau kalian tinggal di sini," ucap mama Maura saat aku, dan Gaza pamitan mau pindah ke apartemen milik Gaza.  "Kita cuma mau hidup mandiri, Ma," ujar Gaza seraya menggenggam erat tanganku. Kini kami duduk bersisian menghadap kedua orang tua yang menyebabkan adanya suamiku di dunia ini.  "Tapi mama bakal kesepian kalau kalian pindah. Baru aja mama ngerasain rasanya punya mantu perempuan." Mama Maura seperti tak mengizinkan kami untuk pergi.  Papa Abraham yang tadinya duduk sambil bersandar pada kepala sofa, kini duduk tegak, lalu merangkul pundak mama Maura. "Ma, jangan begitulah. Mereka berdua itu pengantin baru. Wajar saja jika ingin hidup mandiri. Lagi pula jarak dari sini ke apartemen Gaza kan nggak jauh. Kita bisa sering saling mengunjungi."  Meski dibujuk oleh papa Abraham, namun mama Maura sepertinya masih belu
Baca selengkapnya

Part 78

"Mas, berhenti. Turunin aku di sini aja," pintaku pada Gaza. Spontan Gaza pun menepikan mobil yang tengah dikendarainya. "Ada apa, Sayang? Kenapa turun di sini?" Gaza balik bertanya. "Ya, biar nggak ada orang kantor yang lihat kalau kita berangkat bareng," jawabku. Jarak dari sini ke kantor sudah lumayan dekat, jadi tidak masalah jika aku harus berjalan kaki sebentar. Ini untuk menghindari gosip yang mungkin akan timbul jika orang-orang kantor melihat aku turun dari mobil Gaza. "Memangnya kenapa sih, kalau mereka lihat? Wajarlah, kita kan suami istri." "Ih! Mas gimana sih, kita udah sepakat kalau rahasiain dulu pernikahan kita. Cuma sementara aja, kok," ujarku, "udah, ya, aku turun." Sabuk pengaman segera kulepas. Setelahnya aku membuka pintu mobil, namun gagal. "Kok, dikunci sih, Mas? Aku mau turun, lho." "Siapa yang mengizinkan kamu turun di sini?" ujar Gaza tanpa melihat ke ara
Baca selengkapnya

Part 79

"Guys ... lihat deh, pak Gaza lagi lihat ke arah sini," bisik Gaza, dan spontan membuatku melihat ke arah di mana Gaza berada. Memang Gaza sedang melihat ke arah sini. Tepatnya, dia sedang menatap tajam ke arahku. Mungkinkah dia marah karena aku nggak mau diajak makan siang bersama?"Kalian ada punya salah sama pak Gaza?" celetuk Tere, "kalau gue sih, nggak ada." Spontan Alena, dan Gio saling berpandangan, kemudian keduanya kompak menoleh ke arahku. Dari tatapan mereka berdua, seperti mengisyaratkan bahwa mereka mengasihaniku. Pasti mereka juga berpikir kalau Gaza sedang marah padaku. Gio berdehem. "Ya, nggaklah, Re. Pak Gaza kan baru datang hari ini. Kemarin-kemarin dia kan cuti." "Eh, iya juga, ya. Tapi, kok bisa samaan kayak lo ya, La. Pak Gaza mulai nggak kelihatan di kantor tuh pas lo mulai cuti. Dan sekarang, kalian berangkat lagi di hari yang sama juga. Aneh nggak sih? Atau jangan-jangan lo sama pak Gaza janjian, La?"
Baca selengkapnya

Part 80

Tak terasa sudah satu bulan aku kembali bekerja di kantor, dan selama itu pula rahasia tentang pernikahanku, dan Gaza masih terjaga. Mungkin suatu hari nanti semua orang di kantor akan tahu tentang statusku, karena tidak mungkin juga aku menyembunyikan pernikahan ini selamanya. Untuk pagi ini aku berangkat sendiri, karena Gaza sudah pergi sejak habis subuh tadi bersama papa Abraham. Mereka pergi ke kota sebelah untuk meninjau pembangunan proyek perusahaan. Aku tidak benar-benar berangkat sendirian ke kantor. Maksudnya, untuk hari ini tidak berangkat bersama Gaza karena alasan tadi. Gaza sempat menyuruh Alena untuk menjemputku di apartemen. Katanya sih, nggak tega dan nggak rela kalau aku berangkat naik bus, taksi, atau ojek online. Maklum, suamiku itu agak posesif. "Gimana, La, rasanya kembali berangkat kantor bareng gue lagi?" tanya Alena ketika kami berada di parkiran kantor. "Seneng, seneng," kataku sambil mengangguk. "Tapi ...
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status