Home / Romansa / ADDIVA / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of ADDIVA: Chapter 71 - Chapter 80

84 Chapters

70. Adit Kesakitan

Diva mendongak, menatap Adit dengan senyum manisnya. Dengan sengaja dia menggesekkan hidungnya di leher sang kekasih, kemudian kembali menatap wajahnya. "Aku lintah cinta." Diva terkekeh geli mendengar kalimatnya sendiri. Dia sendiri tidak tahu, sejak kapan menjadi selebay ini. Yang dia inginkan sekarang adalah selalu bersama Adit dan mengukir cerita indah yang baru. Cerita pahit tidak akan pernah dia lupakan, karena tanpa kepahitan itu, kisahnya akan terasa datar. "Dasar gila!" umpat Adit pelan yang masih bisa didengar oleh Diva dan kedua orang tuanya. "Aku juga cinta kamu," sahut Diva tersenyum lebar, kemudian kembali bersandar di dada bidang Adit. Bunda Desi dan Ayah Aryo tidak dapat menahan tawanya. Perilaku kedua sejoli itu mengingatkannya pada masa remaja dulu. Di mana Ayah Aryo yang begitu dingin, bertemu dengan Bunda Desi yang pantang menyerah dalam mendapatkan cinta. Memang benar kata pepatah,
last updateLast Updated : 2021-10-01
Read more

71. Salah Gue

Mira melirik kedua sahabatnya, kemudian membenarkan posisi duduknya menjadi tegak. "Kenapa lo baru pulang?" tanyanya. Diva meletakkan tas selempangnya di meja. Lalu menyandarkan punggungnya dengan mata terpejam. "Semua ini salah gue," gumam Diva yang masih dapat didengar ketiga sahabatnya, karena suasana rumah yang begitu sepi. Apalagi hari sudah malam, membuat kalimat yang diucapkan Diva terdengar jelas. "Maksud lo?" tanya Nisa berpindah tempat ke samping Diva. "Semua ini salah gue!" teriak Diva menjambak rambutnya. Tidak lama kemudian, terdengar isak tangis yang begitu pilu. Sahabat Diva memegang dadanya masing-masing, merasakan debaran jantungnya yang begitu kencang karena kaget. Mereka sama sekali tidak menyangka kalau Diva akan berteriak secara tiba-tiba. Setelah merasa lebih baik, mereka menoleh serempak ke arah Diva. Kemudian saling pandang dengan dahi mengernyit bingung. Mereka tidak tahu apa penyebab Diva menangis seperti ini,
last updateLast Updated : 2021-10-03
Read more

72. Partner Sejati

Mendengar ucapan Revan, membuat rahang Adit dan Daniel mengeras. Keduanya langsung menatap Revan dengan tatapan tajamnya. Sedangkan Bara, dia mati-matian menahan tawa karena sudah membayangkan reaksi Revan nanti saat sadar sedang ditatap tajam oleh dua singa jantan. "Lo ngomong apa?" tanya Adit datar. "Diva cantik banget, bikin gue terpesona sampai mau pingsan rasanya," jawab Revan menatap Diva dengan tatapan memuja, tidak sadar bahwa di sampingnya sudah ada dua ekor singa yang siap menerkamnya kapan saja. "Oh, terpesona. Lo suka sama Diva?" Daniel bertanya di dekat telinga Revan, membuat sang empunya bergidik ngeri karena nada suaranya begitu rendah. "Kalau mau tanya ya tanya aja, bisikan lo bikin gue ngeri," gerutu Revan menghadap ke samping, seketika kakinya melangkah mundur dengan mata yang melebar sempurna. Dia menelan salivanya susah payah, mengetahui tatapan Adit dan Daniel yang seakan ingin mengulitinya hidup-hidup. Tawa Bara langsung
last updateLast Updated : 2021-10-08
Read more

73. Lihat Nanti

"Aw, sakit, lepasin!" Sekuat tenaga Diva berusaha melepaskan diri dari tali yang mengikatnya. Dia sama sekali tidak tahu, apa maksud dan siapa orang yang tidak mempunyai kerjaan hingga melakukan ini padanya. Membawa ke gudang lalu mengikat badannya di kursi yang sedikit rapuh. Sedangkan orang yang bersangkutan justru duduk nyaman di meja dengan tangan yang bersedekap dada. Keadaan gudang yang gelap, ditambah masker hitam yang melekat di wajahnya, membuat Diva tidak bisa mengenali siapa orang itu. Diva menghentikan gerakannya saat merasa kursi yang didudukinya hampir patah. Tatapan kesalnya tertuju pada orang di depannya. "Lo siapa sih? Kalau ada masalah cepat omongin, gue engap lama-lama di sini. Badan gue juga sakit, berasa jadi kambing diikat gini." "Santai, jangan terburu-buru. Kita nikmati aja setiap detiknya," ujar orang itu seraya turun dari meja dan berjalan mengelilingi Diva.
last updateLast Updated : 2021-10-15
Read more

74. Perasaan Tidak Asing

Bukannya sedih karena dikeluarkan dari kelas, ketiga sahabat Diva justru merasa sangat senang. Karena, mereka bisa memanfaatkan keadaan ini untuk mencari keberadaan Diva yang sejak tadi membuatnya cemas. "Ke toilet aja dulu," usul Nisa dengan pandangan yang mengarah ke handphonenya. "Serius banget muka lo, ngapain?" tanya Mira berkacak pinggang. "Gue wa Daniel, mungkin Diva lagi sama mereka," jawab Nisa tanpa mengalihkan pandangannya dari layar handphonenya. "Centang dua abu-abu, ke toilet dulu yuk!" ajak Nisa memasukkan handphonenya ke saku rok. Tanpa menunggu kedua sahabatnya, Tika langsung berlari cepat menuju kamar mandi. Dia sudah sangat khawatir, sedangkan kedua sahabatnya berjalan begitu lambat. Gadis itu tidak peduli dengan murid-murid yang akan terganggu akibat bunyi gebrakan sepatunya di koridor yang begitu sepi. "Njir, tuh anak benar-benar ya. Padahal ini lagi jam pelajaran, bukannya jalan pelan-pelan malah bikin gaduh," ger
last updateLast Updated : 2021-10-21
Read more

75. Marahnya Mira

"Kenapa? Lo ingat sesuatu?" tanya Mira melirik Adit dengan tangan yang bersedekap."Enggak, gue cuma ngerasa pernah ada di posisi kayak gini," jawab Adit menatap meja dengan pandangan kosongnya.Jujur, sampai sekarang dia merasa bingung dengan dirinya sendiri. Entah apa yang terjadi sebelumnya, tetapi di beberapa situasi dia merasa familiar. Seolah pernah mengalaminya. Namun dia juga tidak ingat kapan situasi itu terjadi.Kekehan kecil keluar dari mulut Mira. "Lo emang pernah ada di posisi ini, kejadian yang sama tetapi beda tempat. Sayangnya sekarang lo lagi amnesia, jadi enggak inget kejadian menegangkan waktu itu," ujarnya santai."Mir," tegur Nisa menyenggol lengan Mira pelan, memperingati gadis itu agar tidak berbicara macam-macam yang dapat membuat Adit memaksa ingatannya.Ketiga inti danger hanya diam membisu, tidak menegur Mira atau pun menenangkan Adit yang mulai meremas rambutnya."Apa benar yang dibilang dia?" tanya Adit menatap s
last updateLast Updated : 2021-10-28
Read more

76. Tatapan Tulus Revan

"Lo harus bisa atur emosi, Mir," celetuk Revan memecah kesunyian di antara keduanya. Sejak kepergian Daniel dan Nisa, dia sengaja mengajak Mira ke taman belakang. Karena menurutnya, hanya tempat itu yang cocok untuk menenangkan diri. Selain sejuk, tempatnya pun tidak ramai dan hanya segelintir siswa yang berlalu lalang. "Apa pun yang menyangkut sahabat gue, gue enggak bisa tinggal diam, Van. Apalagi ini Diva, sahabat yang paling gue sayang," sahut Mira menatap lurus ke depan. Dia berusaha menahan emosinya supaya tidak meledak. Bagaimana pun juga, di sini ada Revan dan dia tidak mau laki-laki itu menjadi korbannya. Karena yang bermasalah itu Adit, bukan sahabatnya. Huh, rasanya dia ingin menghajar wajah tampannya sampai babak belur, atau kalau perlu menonjok giginya sampai rontok. Supaya menjadi jelek dan otomatis tidak akan ada lagi perempuan yang menyukainya. "Gue tau apa yang lo rasain, tetapi percum
last updateLast Updated : 2021-11-02
Read more

77. Digendong

"Bu Sukma masih ngejar kita, gimana nih?" tanya Tika di sela larinya. " Gue udah capek anjir." Meskipun napasnya terasa menipis, tetapi Tika juga tidak mau berhenti. Karena kalau berhenti, yang ada dia ketangkap oleh Bu Sukma lalu diberi hukuman. Oh no! Dirinya tidak mau berurusan dengan matahari apalagi toilet. "Gimana kalau ke kelas aja? Gue juga capek, berasa di kejar orang gila, deg-degan parah," sahut Bara setelah melihat ke belakang dan ternyata benar apa yang dikatakan Tika, Bu Sukma masih mengejar mereka berdua dengan penggaris kayu yang diacungkan. Tika mengangguk menyetujui. "Oke, daripada dihukum bersihin toilet yang baunya bikin mual, lebih baik gue berperang sama pelajaran. Dadah, Bara Jelek," pamitnya seraya melambaikan tangan lalu berlari menuju kelasnya. "Sialan lo bocah! Awas aja ya, gue bikin jatuh cinta klepek-klepek lo. Nanti bilangnya 'aku enggak mau pisah sama kamu' atau enggak 'a
last updateLast Updated : 2021-11-05
Read more

78. Hati Gue Kenapa?

Diva tersenyum tipis, dengan pelan dia melepas pelukan Tika yang begitu erat. Bukannya tidak senang, tetapi di sebelahnya ada Mira yang sudah tertidur pulas. Dia tidak mau mengganggu sahabatnya itu hanya karena terjepit oleh Tika. "Gue enggak papa kok. Maaf udah buat lo khawatir," jawab Diva merasa bersalah. "Terus lo ke mana? Kenapa enggak balik ke kelas? Kenapa di toilet juga enggak ada?" tanya Tika beruntun. Nisa menghela napas pelan mendengar pertanyaan Tika. Sudah dia duga, gadis itu pasti bertanya secara bertubi-tubi. "Lo enggak bisa tanya satu-satu ya, Tik? Gue pusing dengarnya." "Gue enggak tanya sama lo, jadi lebih baik lo diam aja. Mimpi apa gue bisa punya sahabat kayak lo sama Mira. Gampang emosi dan suka komentar sama apa yang gue lakuin," gerutu Tika memberenggut kesal. Diva menggelengkan kepalanya pelan menyaksikan perdebatan para sahabatnya. Sudah tidak asing lagi jika
last updateLast Updated : 2021-11-05
Read more

79. Menjadi Pendiam

"Pagi, Cantik," sapa Bara kepada Diva yang lewat di depannya dengan senyum lebar.Diva menoleh dan tersenyum tipis. "Pagi, Bar," balasnya kemudian langsung melenggang pergi, tanpa menatap inti dan anggota danger lainnya.Bukan hanya Bara yang merasa heran, tetapi semua yang ada di parkiran juga merasa kalau Diva sedikit berbeda. Biasanya gadis itu akan menyapa dengan riang, bahkan ikut bergabung. Apalagi jika ada Adit.Namun sekarang, gadis cantik itu hanya membalas dengan singkat tanpa melihat ke yang lain. Bahkan ke Adit pun tidak."Diva kenapa cuek gitu ya?" tanya Bara menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Apa kalimat sapaannya salah, sampai Diva marah karena dipanggil cantik?"Dia juga enggak nyapa kita. Tumben banget dia enggak semangat gitu, padahal di sini ada Adit," sahut Revan menatap punggung Diva yang semakin menjauh."Mungkin udah enggak mau lagi sama Adit," celetuk Bara asal.Mendengar celetukan sahabatnya, Adit langsung
last updateLast Updated : 2021-11-10
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status